Sabtu, 4 Oktober 2025

Konflik di Afghanistan

Mayoritas Warga Hidup Andalkan 1 Dolar AS Per Hari, Afghanistan Butuh Dana Untuk Hindari Kehancuran

Ia memperingatkan bahwa negara yang sudah miskin itu dapat mengalami kehancuran bersejarah, jika 'ditinggalkan' negara lainnya.

Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Johnson Simanjuntak
Ahmad SAHEL ARMAN / AFP
Gerakan perlawanan Afghanistan dan pasukan pemberontakan anti-Taliban mengambil bagian dalam pelatihan militer di daerah Malimah di distrik Dara di provinsi Panjshir pada 2 September 2021 saat lembah itu tetap menjadi tempat persembunyian besar terakhir pasukan anti-Taliban. Ahmad SAHEL ARMAN / AFP 

TRIBUNNEWS.COM, KABUL - Perwakilan khusus Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) di Afghanistan, Deborah Lyons pada Kamis kemarin meminta dunia untuk tetap mengalirkan uang ke Afghanistan untuk mencegah ekonomi negara itu semakin runtuh.

Meskipun ia tidak memungkiri banyak negara yang saat ini merasa khawatir terhadap pemerintahan Afghanistan sejak dikuasai kelompok militan Taliban.

Ia memperingatkan bahwa negara yang sudah miskin itu dapat mengalami kehancuran bersejarah, jika 'ditinggalkan' negara lainnya.

Dikutip dari laman Channel News Asia, Jumat (10/9/2021), Lyons kemudian meminta dunia untuk setidaknya memberikan kesempatan kepada Taliban dalam memimpin negara yang tengah menghadapi penurunan ekonomi yang parah itu.

"Sebuah modus vivendi harus ditemukan secara cepat, ini akan memungkinkan uang mengalir ke Afghanistan untuk mencegah kehancuran total ekonomi dan tatanan sosialnya," kata Lyons, dalam pertemuan Dewan Keamanan (DK) PBB.

Dalam file foto yang diambil pada 26 Agustus 1999 ini terlihat Perdana Menteri Pakistan Nawaz Sharif menerima Menteri Luar Negeri Afghanistan Mullah Mohammad Hassan Akhund (kanan) di Islamabad. Taliban mengumumkan Mullah Mohammad Hasan Akhund sebagai pemimpin pemerintahan baru mereka di Afghanistan pada 7 September 2021.
Dalam file foto yang diambil pada 26 Agustus 1999 ini terlihat Perdana Menteri Pakistan Nawaz Sharif menerima Menteri Luar Negeri Afghanistan Mullah Mohammad Hassan Akhund (kanan) di Islamabad. Taliban mengumumkan Mullah Mohammad Hasan Akhund sebagai pemimpin pemerintahan baru mereka di Afghanistan pada 7 September 2021. (SAEED KHAN / AFP)

Jika tidak ada tindakan cepat, kata dia, hasilnya adalah kemerosotan ekonomi yang parah dan dapat membuat jutaan orang di negara itu jatuh dalam kemiskinan serta kelaparan.

Baca juga: Taushiyah MUI ke Taliban: Kedepankan Musyawarah dan Perdamaian

"Ini juga dapat menghasilkan gelombang besar pengungsi dari Afghanistan dan membuat negara itu mundur dari generasi ke generasi," tegas Lyons.

Terkait modus vivendi, ini merupakan kesepakatan yang terbentuk melalui persetujuan sementara antara kedua belah pihak yang tengah bersengketa, serta bisa dilakukan hingga munculnya persetujuan baru yang bersifat permanen.

Lyons kembali menyampaikan bahwa pemerintah baru Afghanistan saat ini tidak dapat membayar gaji dan menyuarakan kekhawatiran terkait badai krisis yang membayangi negara itu.

Termasuk jatuhnya mata uang, lonjakn tajam harga makanan dan bahan bakar, serta kurangnya uang tunai di bank swasta.

Sementara itu, pendonor asing yang dipimpin oleh Amerika Serikat (AS) sebelumnya memang menyediakan lebih dari 75 persen pengeluaran publik selama 20 tahun pemerintahan Afghanistan yang didukung negara Barat.

Namun kini secara cepat telah menghentikan pembayaran karena pada pertengahan Agustus lalu, Afghanistan kosong pemerintahan pasca dikuasai Taliban, di tengah penarikan seluruh militer AS.

Pemerintahan Presiden AS Joe Biden sebenarnya telah menyuarakan keterbukaan terkait bantuan kemanusiaan.

Perempuan Afghanistan ikut serta dalam pawai protes untuk hak-hak mereka di bawah pemerintahan Taliban di pusat kota Kabul pada 3 September 2021. AFP/HOSHANG HASHIMI
Perempuan Afghanistan ikut serta dalam pawai protes untuk hak-hak mereka di bawah pemerintahan Taliban di pusat kota Kabul pada 3 September 2021. AFP/HOSHANG HASHIMI (AFP/HOSHANG HASHIMI)

Namun ia menegaskan bahwa setiap jalur kehidupan ekonomi langsung, termasuk mencairkan sekitar 9,5 miliar dolar AS aset bank sentral Afghanistan, akan bergantung pada tindakan Taliban.

Baca juga: Proses Evakuasi WNI dari Afghanistan Rumit, Taliban Kawal dari KBRI Hingga Bandara Kabul

Apakah mereka bisa dipercaya untuk memimpin negara itu secara bijak atau tidak, termasuk mengizinkan perjalanan yang aman bagi orang-orang untuk pergi.

Di sisi lain, rival utama AS yakni China yang secara cepat bergerak untuk menjalin komunikasi yang baik dengan Taliban, menuduh tindakan AS telah memperburuk situasi di Afghanistan.

"Aset-aset ini milik Afghanistan dan harus digunakan untuk Afghanistan, bukan sebagai pengungkit untuk ancaman," kata Wakil utusan China untuk PBB, Geng Shuang.

Sedangkan Lyons yang juga merupakan mantan Duta Besar Kanada untuk Afghanistan, mengatakan bahwa perlindungan harus dibuat untuk memastikan bahwa uang ini dibelanjakan di tempat yang perlu dibelanjakan dan tidak disalahgunakan oleh otoritas de facto.

Kendati demikian, ia menekankan bahwa Taliban harus diberikan kesempatan untuk membuktikan apakah mereka telah berubah dan akan menepati janjinya.

"Perekonomian harus dibiarkan bernafas selama beberapa bulan lagi, memberi Taliban kesempatan untuk menunjukkan fleksibilitas dan keinginan tulus untuk melakukan hal-hal yang berbeda kali ini, terutama dari perspektif Hak Asasi Manusia (HAM), gender dan kontraterorisme," tegas Lyons.

Perlu diketahui, program Pembangunan PBB mengatakan bahwa Afghanistan telah menjadi salah satu negara termiskin di dunia, dengan 72 persen warganya hidup 'dengan bekal' tidak lebih dari satu dolar AS per harinya.

Angka itu diprediksi melonjak hingga 97 persen pada pertengahan 2022, karena mulai berkurangnya aliran uang asing dan wabah virus corona (Covid-19) yang semakin parah.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved