Kamis, 2 Oktober 2025

Kisah Inspiratif

Sayed Sadaat, Mantan Menteri Afghanistan yang Kini Jadi Kurir Pengantar Makanan di Jerman

Sayed Sadaat dulunya seorang menteri komunikasi Afghanistan sebelum akhirnya pindah ke Jerman demi masa depan yang lebih baik.

Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Miftah
Screenshot Twitter PhilstarNews
Sayed Sadaat. Sayed Sadaat dulunya seorang menteri komunikasi Afghanistan sebelum akhirnya pindah ke Jerman demi masa depan yang lebih baik. 

TRIBUNNEWS.COM - Sayed Sadaat dulunya seorang menteri komunikasi Afghanistan sebelum akhirnya pindah ke Jerman demi masa depan yang lebih baik.

Ia pindah ke Jerman sejak Desember lalu dan kini berprofesi sebagai kurir pengantar makanan di kota Leipzig.

Diwawancarai Reuters, Sadaat berkata beberapa orang mengkritiknya karena mengambil pekerjaan itu meski pernah menjadi menteri selama dua tahun sejak 2016.

Tapi baginya sekarang, pekerjaan adalah pekerjaan.

"Saya tidak merasa ada yang salah," ujar pria 49 tahun itu.

"Saya berharap politisi lain juga mengikuti jalan yang sama, bekerja dengan publik daripada hanya bersembunyi."

Baca juga: Taliban Dikabarkan Datangi Rumah ke Rumah, Cari Warga Amerika di Afghanistan

Baca juga: Qatar Akan Operasikan Penerbangan Bantuan Harian Ke Afghanistan

Sayed Sadaat
Sayed Sadaat (Screenshot Twitter)

Kisah hidupnya menjadi terkenal setelah kekacauan yang terjadi di negeri asalnya akibat pengambilalihan Taliban.

Keluarga dan teman-temannya juga berusaha pergi, menumpak di pesawat evakuasi atau mencari jalan lain untuk tinggal di negara lain.

Dengan ditariknya pasukan AS di Afghanistan, jumlah pencari suaka di Jerman telah meningkat.

Sejak awal tahun, jumlahnya melonjak lebih dari 130%, menurut data dari Kantor Federal untuk Migrasi dan Pengungsi.

Meski memiliki latar belakang pekerjaan yang terpandang, Sadaat masih harus berjuang untuk mencari pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan dan pengalamannya.

Baca juga: Ahmad Massoud Turuti Usul Ulama Agar Berunding, Dengan Syarat Taliban Setop Menyerang Panjshir

Baca juga: Pemimpin Oposisi Serukan Negosiasi untuk Damai, tapi Taliban Ingin Mereka Menyerahkan Diri atau Mati

Dengan gelar di bidang IT dan telekomunikasi, Sadaat berharap dapat menemukan pekerjaan di bidang terkait.

Tapi tanpa bisa bahasa Jerman, peluangnya tipis.

"Bahasa adalah bagian terpenting," kata Sadaat, yang juga memegang kewarganegaraan Inggris.

Setiap hari Sadaat belajar bahasa Jerman selama empat jam di sekolah bahasa sebelum memulai shift malam enam jam untuk mengantarkan makanan.

"Beberapa hari pertama menyenangkan tetapi sulit," katanya, menggambarkan tantangan belajar bersepeda di lalu lintas kota.

"Semakin Anda pergi keluar dan semakin banyak Anda melihat orang, semakin banyak Anda belajar," katanya.

Kondisi Afghanistan Saat Ini dan Janji-janji Taliban

Saat ini, Afghanistan bergulat dengan krisis ekonomi, yang telah dibuat berantakan oleh jatuhnya pemerintah Ghani dan perebutan kekuasaan oleh Taliban bulan lalu.

Banyak bank di Kabul dan kota-kota Afghanistan lainnya masih tutup dan pasokan uang tunai menipis dalam waktu singkat.

Penutupan bandara juga mengancam penyaluran bantuan kemanusiaan.

Sepertiga dari negara itu menghadapi kerawanan pangan dan ekonomi, menurut Program Pangan Dunia.

Meski begitu, beberapa penerbangan dilanjutkan pada hari Sabtu antara Kabul dan tiga kota provinsi besar.

Taliban, yang memasuki Kabul tiga minggu lalu, belum menyelesaikan rezim baru mereka namun berjanj untuk lebih moderat.

Pada 1990-an, ketika kelompok itu terakhir kali menguasai negara, mereka memberlakukan kontrol ketat di seluruh masyarakat.

Perempuan tidak diberi pekerjaan dan pendidikan, laki-laki dipaksa untuk menumbuhkan janggut, televisi serta musik dilarang.

Dalam minggu-minggu sejak mereka mengambil alih kekuasaan, perubahannya beragam.

Pegawai pemerintah termasuk wanita telah diminta untuk kembali bekerja, tetapi beberapa wanita kemudian diperintahkan pulang oleh Taliban berpangkat rendah.

Universitas dan sekolah juga diperintahkan untuk dibuka, tetapi ketakutan membuat siswa dan guru menjauh.

Para penguasa baru Afghanistan telah berjanji untuk lebih akomodatif kali ini.

Mereka menjanjikan pemerintahan yang lebih 'inklusif' yang mewakili susunan etnis Afghanistan yang kompleks, meskipun perempuan tidak mungkin dimasukkan di tingkat atas.

Tetapi hanya sedikit orang di Panjshir, sebuah lembah terjal di utara Kabul yang bertahan selama hampir satu dekade melawan pendudukan Uni Soviet, yang tampaknya memercayai janji-janji itu.

(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)

Berita lainnya seputar Konflik di Afghanistan

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved