Proyek kereta api China-Laos: Mengapa China berambisi bangun rel kereta cepat di Asia Tenggara?
Proyek kereta api cepat China-Laos, dijadwalkan mulai beroperasi akhir tahun ini, akan menjadi bagian integral dari Koridor Ekonomi China-Indochina
Setelah mengatasi dampak pandemi Covid-19 yang menghambat pembangunan proyek kereta api cepat Laos-China, Republik Demokratik Rakyat Laos mengumumkan bahwa layanan kereta api yang menghubungkan Vientiane dan Boten, kota kecil di provinsi Luang Namtha yang berbatasan dengan China, akan dibuka kemungkinan besar pada tanggal 2 Desember tahun ini.
Pengumuman tersebut dipandang sebagai dukungan terhadap proyek jaringan kereta api ambisius yang dirancang untuk menghubungkan China dengan Asia Tenggara di bawah Inisiatif Sabuk dan Jalan (Belt and Road Initiative, BRI) yang banyak digembar-gemborkan China.
Baca juga:
- Pertama, kereta barang Jalur Sutera dari Cina tiba di London
- Baru diresmikan, kereta cepat India rusak 'karena menabrak sapi'
- Kereta terlalu cepat 20 detik, Jepang dilanda kehebohan -ya: 20 detik
Somsavat Lengsawad, penasihat pemerintah Laos dan Partai Revolusi Rakyat Laos, yang terlibat dalam proyek kereta api Laos-China sejak awal, mengatakan kepada BBC Thai bahwa konstruksi telah rampung lebih dari 90% dan pekerjaan dasar di semua area untuk pembukaan layanan terus berjalan dengan baik.
Otoritas Laos dan China serta perusahaan joint-venture yang mengawal konstruksi bersama-sama menegaskan kembali bahwa proyek akan selesai sesuai jadwal pada 2 Desember ketika Laos merayakan Hari Nasional.

Pembangunan proyek senilai AS$5,9 miliar dimulai pada tahun 2016 di tengah keraguan bahwa investasi besar yang mencakup sekitar 1/3 dari ekonomi Laos akan mendorong negara itu ke dalam perangkap utang karena 60% dari dana tersebut atau sekitar AS$3,5 miliar adalah pinjaman dari Export-Import Bank of China sebagai pemodal proyek, sehingga menambah utang negara kecil itu sebanyak lebih dari AS$1 miliar.
Sisa 40% dari uang investasi diubah menjadi kepemilikan sahamnya dalam proyek - Laos diminta untuk urunan AS$730 juta. Dari jumlah tersebut, AS$250 juta berasal dari anggaran nasional Laos dan sisanya AS$480 juta akan didanai juga melalui pinjaman dari pemodal yang sama - Exim Bank of China.
Secara keseluruhan, Laos akan dibebani dengan utang melebihi AS$14 miliar - jumlah yang mengejutkan, mengingat PDB Laos sebesar AS$19,14 miliar [K5], menurut Bank Dunia pada tahun 2020.

Somsavat, ketika masih menjabat wakil perdana menteri dan menteri luar negeri Laos yang merupakan tokoh sentral dalam perundingan dengan China mengatakan, ''Saya menyadari sepenuhnya masalah ini ketika kontrak dibuat, jadi saya mengusulkan agar perusahaan patungan itu mengambil seluruh utangnya dan menggunakan proyek ini sebagai jaminan untuk pinjaman mereka sendiri. Dengan cara itu, proyek ini tidak membebani pemerintah."
Sebuah laporan Bank Dunia pada 2020 mengatakan kereta api sepanjang 414 km itu merupakan bagian integral dari Koridor Ekonomi China-Indochina dari Enam Koridor Ekonomi Internasional di BRI yang diusulkan China. Sistem kereta api berkecepatan tinggi itu akan menghubungkan Kunming di China Selatan dengan Singapura melalui Laos, Thailand dan Malaysia.
Desain rel listrik tersebut, dengan jarak antar rel 1,435 mm, dapat dilalui kereta api berkecepatan tinggi yang melaju dengan kecepatan lebih dari 250 km per jam, meskipun di Laos, kecepatan kereta penumpang 160-200 km per jam dan kereta barang 120 km per jam.

Dr. Trin Aiyara, ilmuwan politik di Universitas Walailak di Thailand, mengatakan bahwa proyek kereta api China mendukung kepentingan pembangunan strategis bersama antara China dan ekonomi Asia Tenggara karena China ingin memperdalam pengaruh politik dan ekonominya di kawasan dan secara bersamaan memperluas akses pasar untuk barang-barang industri China, sehingga merangsang pertumbuhan ekonomi dan kemakmuran di wilayah selatan daratan itu. Jaringan tersebut pada akhirnya akan melontarkan China untuk menjadi pusat ekonomi dunia baru.
Akademisi Thailand itu mengatakan, keuntungan yang akan didapat kawasan ini adalah mereka akan memiliki mega-infrastruktur baru untuk terhubung dengan dunia, peluang urbanisasi tanah di sepanjang rute, khususnya di daerah perbatasan baik dengan China atau negara lainnya, dan stimulus untuk meningkatkan ekonomi domestik mereka.
Akses dan Kontrol
Greg Raymond, dosen Pusat Studi Strategis dan Pertahanan di Australian National University (ANU), mengatakan China akan menuai keuntungan ganda jika pembangunan infrastruktur ini menjadi kenyataan.