Sabtu, 4 Oktober 2025

Kekerasan dan Penjarahan di Afrika Selatan: 117 Orang Tewas, Ramaphosa Sebut Kerusuhan 'Didalangi'

Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa menduga kekerasan dan penjarahan yang mengguncang negaranya selama seminggu terakhir didalangi oleh seseorang.

Penulis: Rica Agustina
Editor: Daryono
Archive Photo/GCIS
Presiden Afrika Selatan, Cyril Ramaphosa. -- Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa menduga kekerasan dan penjarahan yang mengguncang negaranya selama seminggu terakhir didalangi oleh seseorang. 

TRIBUNNEWS.COM - Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa menduga kekerasan dan penjarahan yang mengguncang negaranya selama seminggu terakhir direncanakan dan dikoordinir oleh seseorang.

Dugaannya itu muncul selama dia melakukan kunjungan pertamanya ke daerah-daerah yang terkena dampak kerusuhan terburuk di era pasca-apartheid negara itu.

"Yang jelas semua kerusuhan dan penjarahan ini dilatarbelakangi, ada orang yang merencanakan dan mengkoordinirnya," kata Ramaphosa pada Jumat (16/7/2021) sebagaimana dilansir Al Jazeera.

Ramaphosa membuat pernyataan ketika dia mengunjungi Kotamadya Ethikwini, yang meliputi kota pelabuhan Durban di Provinsi KwaZulu-Natal.

Wilayah tersebut diketahui menjadi satu di antara daerah yang paling parah dilanda penjarahan selama seminggu hingga menghancurkan ratusan bisnis.

Baca juga: Kerusuhan di Afrika Selatan: 22.000 Tentara Dikerahkan Saat Jumlah Korban Tewas Capai 100 Jiwa

Baca juga: UPDATE Kerusuhan di Afrika Selatan: Lebih dari 1.700 Orang Ditangkap, 72 Orang Dilaporkan Tewas

Selain mengalami kerugian materi, dilaporkan bahwa sedikitnya 117 orang tewas dalam kerusuhan.

Beberapa korban ditembak dan yang lainnya tewas dalam penjarahan.

Dikatakan Ramaphosa, pihaknya telah mengejar dalang di balik kerusuhan yang terjadi sejak mantan Presiden Jacob Zuma ditahan pihak berwenang itu.

Ramaphosa tidak akan membiarkan anarki dan kekacauan terjadi di Afrika Selatan.

"Kami mengejar mereka, kami telah mengidentifikasi sejumlah besar dari mereka, dan kami tidak akan membiarkan anarki dan kekacauan terjadi di negara kami," kata Ramaphosa kepada wartawan.

Sebelumnya, pada Kamis (15/7/2021), pemerintah mengatakan bahwa satu di antara tersangka telah ditangkap dan 11 lainnya berada dalam pengawasan.

Secara keseluruhan, 2.203 orang telah ditangkap selama kerusuhan karena berbagai pelanggaran, termasuk penjarahan.

Ramaphosa mengakui, bagaimanapun, bahwa pemerintahnya bisa bertindak lebih cepat untuk mencegah kerusuhan dan menyatakan keprihatinan tentang meningkatnya ketegangan rasial di KwaZulu-Natal.

Zuma Dipenjara

Aksi protes di Afrika Selatan pecah sehari setelah Zuma, yang memiliki dukungan di antara orang miskin dan loyalis di Kongres Nasional Afrika (ANC) yang berkuasa, memulai hukuman penjara pada Rabu (7/7/2021).

Mantan Presiden Afrika Selatan Jacob Zuma
Mantan Presiden Afrika Selatan Jacob Zuma (EMMANUEL CROSET / AFP)

Zuma harus menjalani hukuman 15 bulan penjara karena menolak bersaksi untuk penyelidikan kasus korupsi yang terjadi selama dia menjabat sebagai presiden.

Aksi protes yang semula dipicu oleh pemenjaraan Zuma, cepat berubah menjadi penjarahan.

Banyak orang yang menjarah pusat perbelanjaan dan gudang, mengangkut barang-barang.

Namun, saat polisi turun tangan, tampaknya para penjarah tidak berdaya untuk bertindak.

Afrika Selatan telah mengerahkan lebih dari 20.000 personel pertahanan untuk membantu polisi dalam memadamkan kerusuhan.

Dalam salah satu pengerahan pasukan terbesar sejak berakhirnya kekuasaan minoritas kulit putih pada tahun 1994, pemerintah mengatakan 10.000 tentara turun ke jalan pada Kamis pagi dan Angkatan Pertahanan Nasional Afrika Selatan juga telah memanggil semua pasukan cadangannya yang terdiri dari 12.000 tentara.

Meskipun kini Johannesburg relatif tenang, situasi di KwaZulu-Natal tetap tidak stabil, seorang menteri di kantor Ramaphosa, Khumbudzo Ntshavheni, mengatakan pada konferensi pers pada hari Kamis.

Persatuan Bisnis Afrika Selatan (BUSA), kelompok lobi bisnis yang disegani, telah meminta pemerintah untuk memberlakukan jam malam agar kerusuhan segera teratasi.

"Ini adalah keadaan darurat yang tak tertandingi dalam sejarah demokrasi kita dan mengharuskan negara untuk mengambil tindakan segera," katanya dalam sebuah pernyataan, Kamis.

"Kami percaya ini harus mencakup jam malam yang ditegakkan dengan kuat di daerah-daerah tertentu untuk membersihkan jalan-jalan dan memungkinkan penegakan hukum untuk mendapatkan kembali kendali," sambungnya.

Baca juga: Fakta Kerusuhan di Afrika Selatan: Terjadi setelah Presiden Jacob Zuma Ditahan, 72 Warga Tewas

Baca juga: Afrika Selatan Dilanda Kerusuhan Mematikan sebagai Buntut Pemenjaraan Jacob Zuma

Hal itu menggemakan kembali ketakutan yang diungkapkan oleh Ramaphosa tentang gangguan pada rantai pasokan, termasuk energi, makanan, dan perang melawan pandemi Covid-19.

Kerugian Akibat Kerusuhan

Menurut Tumelo Mosethli, seorang pengusaha Afrika Selatan yang berbasis di Johannesburg, pekerjaan yang hilang akibat kerusuhan akan memperburuk situasi saat ini.

"Kami tidak membutuhkan ini untuk melihat toko dan bisnis orang dimusnahkan," kata Mosethli sebagaimana dilansir Al Jazeera pada Rabu (14/7/2021)

"Ya, orang-orang kelaparan hari ini, tetapi besok akan ada lebih banyak pengangguran, lebih banyak rasa sakit, lebih banyak penderitaan di negara yang berusaha memulihkan dan membangun kembali dirinya sendiri," sambungnya.

Selain itu, sektor pertanian juga menghadapi kerugian di tengah aksi protes yang terjadi.

Para petani Afrika Selatan telah menjadi korban kerusuhan dan penjarahan selama berhari-hari karena truk yang membawa produk dilarang dikirim ke pasar, mengancam pasokan makanan, kata pejabat industri.

"Petani telah mengalami kerugian besar karena mereka tidak dapat membawa produk mereka ke pasar lokal dan ke toko-toko," kata Christo van der Rheede, direktur eksekutif di badan pertanian utama negara itu AgriSA.

Salah satu petani AgriSA telah melaporkan kehilangan Rp 2,9 miliar dari produk yang mudah rusak yang tidak dapat diangkut, kata van der Rheede.

Kerusuhan juga membuat nilai mata uang Afrika Selatan, Rand turun drastis.

Seorang tersangka penjarah memohon kepada seorang tentara Pasukan Pertahanan Nasional Afrika Selatan (SANDF) yang menangkap tersangka penjarah di mal Jabulani di Soweto di pinggiran Johannesburg pada 13 Juli 2021.
Seorang tersangka penjarah memohon kepada seorang tentara Pasukan Pertahanan Nasional Afrika Selatan (SANDF) yang menangkap tersangka penjarah di mal Jabulani di Soweto di pinggiran Johannesburg pada 13 Juli 2021. (Emmanuel Croset/AFP)

Rand yang telah menjadi salah satu mata uang pasar berkembang berkinerja terbaik selama pandemi, turun ke level terendah di tiga bulan terakhir pada Selasa (14/7/2021).

Kemudian, kerusuhan juga mengganggu penanganan kesehatan termasuk penanganan Covid-19.

Departemen Kesehatan Afrika Selatan mengatakan protes dengan kekerasan telah mengganggu peluncuran vaksin Covid-19 dan layanan kesehatan penting seperti pengumpulan obat kronis oleh pasien tuberkulosis, HIV, dan diabetes.

Departemen itu mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa untuk sementara waktu pihaknya menutup beberapa tempat vaksinasi.

Siapa pun dengan jadwal vaksinasi di daerah yang terkena dampak kerusuhan yang sedang berlangsung disarankan untuk menunda vaksinasi mereka, kata Departemen Kesehatan.

Artikel lain seputar Afrika Selatan

(Tribunnews.com/Rica Agustina)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved