SOSOK Nawal El Saadawi: Penulis Feminis, Tisu Toilet Penjara, hingga Ancaman Pembunuhan Selama Hidup
Nawal El Saadawi, seorang penulis produktif terkemuka di dunia asal Mesir, meninggal dunia, Minggu 21 Maret 2021.
Bahkan El Saadawi pernah dikutuk oleh Al-Azhar, otoritas Muslim Sunni tertinggi di Mesir.
Dirinya juga menghadapi banyak ancaman pembunuhan sepanjang hidupnya.
El Saadawi pun menjadi sasaran kelompok tertentu, dengan namanya di daftar kematian.

Pada tahun 1993, El Saadawi pindah ke Carolina Utara di Amerika Serikat untuk Universitas Duke, di mana dia menjadi penulis di departemen bahasa Asia dan Afrika selama tiga tahun.
Dia kembali ke Mesir dan pada tahun 2005 mencalonkan diri sebagai presiden.
Tetapi membatalkan pencalonannya setelah menuduh pasukan keamanan tidak mengizinkannya mengadakan demonstrasi.
Pada 2011, dia mengambil bagian dalam pemberontakan massal melawan korupsi yang memberantas Mubarak.
“Saya bisa menggambarkan hidup saya sebagai kehidupan yang dikhususkan untuk menulis,” El Saadawi.
Sementara itu dikutip dari The Guardian, El Saadawi sama sekali tidak menyesali karya tulisannya, walaupun dianggap kontroversial.
“Saya tidak menyesali buku- buku saya. Jika saya memulai hidup saya lagi, saya akan menulis buku yang sama. Semuanya sangat relevan bahkan hingga hari ini: masalah gender, kelas, kolonialisme, sunaty alat kelamin perempuan, sunat alat kelamin laki-laki, kapitalisme, pemerkosaan seksual dan pemerkosaan ekonomi," ujarnya semasa hidup.
Baca juga: Semangati Tim All England Indonesia, Sekjen PBSI Listyo Sigit Prabowo: Masih Banyak Event Lain
Baca juga: Feminis dan Penulis Mesir, Nawal El-Saadawi Tutup Usia
Rupanya, El Saadawi pernah menjalani sunat pada usia enam tahun, dan tahu akibat yang ditimbulkan selama bekerja sebagai dokter desa, dia pun berkampanye menentang praktik tersebut.
“Sejak saya masih kecil, luka dalam yang tertinggal di tubuh saya tidak pernah sembuh,” tulisnya dalam otobiografi.
El Saadawi juga mendirikan dan memimpin Asosiasi Solidaritas Wanita Arab, serta ikut mendirikan Asosiasi Hak Asasi Manusia Arab.
Pada tahun 2005, El Saadawi dianugerahi Inana International Prize di Belgia, setahun setelah ia menerima hadiah Utara-Selatan dari Council of Europe.
Pada tahun 2020, Majalah Time menobatkannya dalam daftar 100 Wanita inspiratif.
Menteri Kebudayaan Mesir, Inas Abdel-Dayem, berduka atas meninggalnya El Saadawi, dan mengatakan tulisannya telah melahirkan gerakan intelektual yang hebat.
El Saadawi menikah tiga kali, dan meninggalkan seorang putri dan seorang putra.
(Tribunnews.com/Garudea Prabawati)