Singapura – Australia Bahas Kemungkinan Dibuatnya Koridor Perjalanan Udara Tanpa Karantina
Kedua negara ingin membuka kembali perbatasan yang sebagian besar telah ditutup selama hampir setahun karena pandemi COVID-19.
Laporan Wartawan Tribunnews, Larasati Dyah Utami
TRIBUNNEWS.COM, SINGAPURA – Singapura dan Australia membahas gelembung perjalanan udara (air travel bubble) yang memungkinkan perjalanan antara kedua negara tanpa perlu karantina, seperti yang dilaporkan Reuters, Minggu (13/3/2021)
Kedua negara ingin membuka kembali perbatasan yang sebagian besar telah ditutup selama hampir setahun karena pandemi COVID-19.
Kedua negara sebagian besar telah mengendalikan virus, dibantu oleh penutupan perbatasan internasional, penguncian, dan aturan jarak sosial yang ketat.
Baca juga: Australia Hentikan Kerjasama Pertahanan dengan Myanmar
Kementerian luar negeri Singapura dalam sebuah pernyataan mengatakan Singapura dan Australia sedang mendiskusikan tentang pengakuan bersama atas sertifikat vaksinasi dan dimulainya kembali perjalanan dengan prioritas bagi pelajar dan pelancong bisnis.
“Kami sedang bekerja dengan Singapura saat ini, berpotensi untuk gelembung di bulan Juli,” kata Wakil Perdana Menteri Australia Michael McCormack, yang juga menteri transportasi, mengatakan kepada Australia Broadcasting Corporation.
Dia mengatakan Australia akan membuka lebih banyak travel bubble saat negara-negara meluncurkan program vaksinasi mereka.
Pemerintah Australia tidak segera menanggapi permintaan Reuters untuk rincian dan komentar lebih lanjut.
Baca juga: Perekonomian Digital Indonesia Disebut Lampaui Singapura dan Malaysia
Singapura yang merupakan pusat transportasi Asia, ingin sekali menghidupkan kembali industri perjalanan dan pariwisatanya.
Setelah mengendalikan infeksi COVID-19, secara sepihak telah mengurangi persyaratan karantina untuk pelancong dari Australia dan beberapa negara lain, seperti Selandia Baru dan China.
Air Travel Bubble antara Singapura-Hong Kong yang direncanakan, yang telah ditetapkan untuk dimulai November lalu, terhenti setelah Hong Kong melihat pertambahan infeksi COVID-19.