Krisis Myanmar
12 Februari Dewan HAM PBB Gelar Sidang Khusus Bahas Krisis Myanmar
Para pendukung sedang membahas rancangan resolusi yang akan disajikan untuk diadopsi mengenai masalah yang ada di Myanmar.
Usai ditahan militer, kini penerima Nobel Perdamaian Suu Kyi menghadapi tuduhan mengimpor peralatan komunikasi secara ilegal.
Jejaring sosial ini juga telah digunakan untuk berbagi gambar Gerakan Ketidakpatuhan oleh dokter dan tenaga medis di rumah sakit pemerintah di seluruh negeri.
Para dokter melakukan aksi mogok kerja dan mengenakan pita warna merah partai Liga Nasional untuk Demokrasi Suu Kyi.
Gambar yang dibagikan di Facebook pada Rabu (3/2/2021), menunjukkan para pekerja di kementerian pertanian bergabung dalam gerekan tersebut.
Tanda-tanda kemarahan warga lainnya telah muncul. Selama dua malam, orang-orang di Yangon dan kota-kota lain telah memukul-mukul panci dan wajan serta membunyikan klakson mobil.
Gambar aksi ini beredar luas di Facebook.
"Lampu bersinar dalam gelap," kata Min Ko Naing, seorang veteran masa lalu melawan pemerintahan militer.
"Kita perlu menunjukkan berapa banyak orang yang menentang kudeta yang tidak adil ini."
Kementerian Komunikasi dan Informatika mengatakan Facebook, yang digunakan oleh setengah dari lebih dari 53 juta penduduk Myanmar, akan diblokir hingga 7 Februari karena pengguna "menyebarkan berita palsu dan informasi yang salah serta menyebabkan kesalahpahaman".
Suu Kyi tidak terlihat sejak penangkapannya bersama dengan para pemimpin partai lainnya.
NLD memenangkan sekitar 80 persen suara dalam pemungutan suara 8 November lalu, menurut komisi pemilihan umum Myanmar.

Hasil ini ditolak militer dan menyatakan tuduhan kecurangan yang tidak berdasar.
Perserikatan Bangsa-Bangsa mengatakan akan menaikkan tekanan internasional untuk memastikan hak rakyat dihormati.
"Kami akan melakukan segala yang kami bisa untuk memobilisasi semua aktor kunci dan komunitas internasional untuk memberikan tekanan yang cukup pada Myanmar untuk memastikan bahwa kudeta ini gagal," kata Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres saat diwawancarai yang disiarkan The Washington Post, Rabu (3/2/2021). (Reuters/Channel News Asia/AFP/Washington Post)