Jumat, 3 Oktober 2025

Virus Corona

Klinik Hewan di Jerman Sukses Melatih Anjing untuk Mendeteksi Covid-19, Tingkat Akurasinya 94 Persen

Dokter hewan di Jerman mengklaim telah berhasil melatih anjing pelacak untuk mendeteksi virus corona.

Ole Spata / DPA / dpa Picture-Alliance via AFP
03 Februari 2021, Lower Saxony, Hanover: Cocker Spaniel Joe mengendus mesin pelatihan untuk anjing pendeteksi Corona di University of Veterinary Medicine (TiHo). Anjing tersebut mampu mendeteksi sampel air liur dari orang yang terinfeksi SARS-CoV-2 dan dapat digunakan pada acara-acara di masa depan. 

TRIBUNNEWS.COM - Dokter hewan di Jerman mengklaim telah berhasil melatih anjing pelacak untuk mendeteksi virus corona.

Virus dideteksi dari sampel air liur manusia.

Tingkat akurasi deteksi anjing tersebut mencapai 94 persen, Mirror melaporkan.

Anjing-anjing itu dikondisikan untuk mengendus "bau corona" yang berasal dari sel pada orang yang terinfeksi, kata Esther Schalke, seorang dokter hewan di sekolah angkatan bersenjata Jerman untuk anjing pelayan.

Holger Volk, kepala klinik hewan mengatakan, "Kami melakukan penelitian di mana anjing kami mengendus sample dari pasien positif Covid."

"Kami dapat mengatakan bahwa mereka memiliki probabilitas 94 persen dalam penelitian kami ... bahwa mereka dapat mengendusnya."

"Jadi anjing benar-benar dapat mengendus orang dengan infeksi dan tanpa infeksi, serta pasien Covid tanpa gejala dan gejala."

Baca juga: Alat Deteksi GeNose Segera Diterapkan, Pakar: Kita Boleh Optimistis Tapi Juga Harus Realistis

Baca juga: Indonesia Miliki Alat Pendeteksi Covid-19 Melalui Sampel Bau Ketiak

03 Februari 2021, Lower Saxony, Hanover: Anjing gembala Belgia Filou duduk di Universitas Kedokteran Hewan (TiHo). Anjing tersebut mampu mengenali sampel air liur dari orang yang terinfeksi SARS-CoV-2 dan dapat digunakan pada berbagai acara di masa depan
03 Februari 2021, Lower Saxony, Hanover: Anjing gembala Belgia Filou duduk di Universitas Kedokteran Hewan (TiHo). Anjing tersebut mampu mengenali sampel air liur dari orang yang terinfeksi SARS-CoV-2 dan dapat digunakan pada berbagai acara di masa depan (Ole Spata / DPA / dpa Picture-Alliance via AFP)

Filou, Gembala Belgia berusia 3 tahun, dan Joe Cocker, Cocker Spaniel berusia 1 tahun, adalah dua anjing yang sedang dilatih di Universitas Kedokteran Hewan Hanover itu.

Stephan Weil, perdana menteri Lower Saxony, negara bagian di mana Hanover adalah ibukotanya, mengatakan dia terkesan dengan penelitian tersebut.

Ia juga menyerukan uji kelayakan sebelum anjing pelacak digunakan dalam kehidupan sehari-hari, seperti pada orang-orang yang menghadiri konser.

Ia menambahkan, "Kami sekarang membutuhkan tes di acara-acara tertentu."

Di Finlandia, anjing yang dilatih untuk mendeteksi virus corona baru mulai mengendus sampel penumpang di bandara Helsinki-Vantaa Finlandia September lalu.

03 Februari 2021, Lower Saxony, Hanover: Cocker Spaniel Joe mengendus mesin pelatihan untuk anjing pendeteksi Corona di University of Veterinary Medicine (TiHo). Anjing tersebut mampu mendeteksi sampel air liur dari orang yang terinfeksi SARS-CoV-2 dan dapat digunakan pada acara-acara di masa depan.
03 Februari 2021, Lower Saxony, Hanover: Cocker Spaniel Joe mengendus mesin pelatihan untuk anjing pendeteksi Corona di University of Veterinary Medicine (TiHo). Anjing tersebut mampu mendeteksi sampel air liur dari orang yang terinfeksi SARS-CoV-2 dan dapat digunakan pada acara-acara di masa depan. (Ole Spata / DPA / dpa Picture-Alliance via AFP)

Metode itu merupakan bagian dari sebuah proyek percontohan bersama pengujian umum di bandara.

Bandara internasional Santiago Chili juga menggunakan detektor anjing.

Di Rusia, anjing kecil mirip rubah yang disebut Shalaikas juga sedang dilatih untuk mendeteksi virus corona, The Moscow Times melaporkan sebelumnya.

Di Inggris, dalam sebuah percobaan yang didukung oleh dana pemerintah £ 500.000, sedang mencari tahu apakah anjing dapat dilatih untuk mengendus virus.

Penelitian itu melibatkan ilmuwan dari London School of Hygiene & Tropical Medicine dan Durham University.

Alternatif Tes Deteksi Covid-19, Menristek Kembangkan Pemeriksaan Sampel Air Liur

Pemerintah melalui Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Riset dan Inovasi Nasional (Kemenristek/BRIN) terus berupaya menghasilkan teknologi inovasi yang mampu menangani dan mendeteksi virus corona (Covid-19).

Sebelumnya, Konsorsium Riset dan Inovasi Covid-19 yang berada di bawah koordinasi Kemenristek/BRIN telah menghasilkan sejumlah inovasi terkait Covid-19, yang terbaru adalah alat screening Covid-19 'GeNose C19' yang dikembangkan tim pengembang dari Universitas Gadjah Mada (UGM).

Saat ini, konsorsium yang mengusung konsep triple helix ini berupaya menghasilkan inovasi alat tes berbasis air liur (saliva).

Baca juga: Kemenristek Siapkan Inovasi Pencegahan Bencana

Menristek/BRIN Bambang Brodjonegoro mengatakan konsorsium tengah mencoba menciptakan inovasi alat tes Covid-19 yang tidak menggunakan pemeriksaan swab (usap).

"Kami sedang berupaya untuk mencoba mencari alternatif pemeriksaan usap, yaitu pemeriksaan dengan menggunakan air liur atau saliva," ujar Bambang, dalam Rapat Koordinasi Riset dan Inovasi 2021 di Puspiptek Serpong dan ditayangkan melalui kanal Youtube resmi, Rabu (27/1/2021).

Menurut Bambang, pengambilan sampel menggunakan air liur ini dinilai akan lebih banyak dipilih dibandingkan pengambilan sampel melalui swab.

Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (Menristek/Kepala BRIN) Bambang Brodjonegoro, dalam Rapat Koordinasi Riset dan Inovasi 2021 di Puspiptek Serpong dan ditayangkan melalui kanal Youtube resmi, Rabu (27/1/2021).
Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (Menristek/Kepala BRIN) Bambang Brodjonegoro, dalam Rapat Koordinasi Riset dan Inovasi 2021 di Puspiptek Serpong dan ditayangkan melalui kanal Youtube resmi, Rabu (27/1/2021). (tangkapan layar)

"Tentunya, ini lebih nyaman bagi orang yang diambil sampelnya," kata Bambang.

Sebelumnya, pemerintah terus mendorong kemandirian dalam berbagai sektor, termasuk Alat Kesehatan (Alkes) melalui inovasi teknologi.

Di masa pandemi virus corona (Covid-19) ini, sejumlah alkes karya anak bangsa pun telah 'dilahirkan'.

Satu inovasi terbaru yang dihasilkan Konsorsium Riset dan Inovasi Covid-19 adalah alat screening buatan tim pengembang dari Universitas Gadjah Mada (UGM) yang disebut GeNose C19.

Baca juga: Menristek Perkirakan Maret 2021 Bibit Vaksin Merah Putih Diberikan ke Bio Farma

Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (Menristek/BRIN) Bambang Brodjonegoro mengatakan inovasi ini merupakan harapan baru Indonesia dalam upaya mengurangi ketergantungan pada produk impor.

"GeNose itu bagi kami adalah suatu inovasi untuk bisa mengurangi ketergantungan kita terhadap alat screening yang berasal dari luar negeri," ujar Bambang, dalam Webinar bertajuk 'Inovasi Teknologi Kemandirian Alat Kesehatan Anak Bangsa', Jumat (15/1/2021) sore.

Ia menjelaskan bahwa saat memasuki awal pandemi, Indonesia banyak mengimpor alat rapid test dari banyak negara, bahkan alat-alat tersebut tidak memiliki standard yang sesuai, sehingga hasil screening yang keluar pun dinilai kurang akurat.

"Kita ingat di masa awal pandemi, Indonesia dibanjiri dengan rapid test antibodi yang diimpor dari berbagai negara dan tanpa standard yang jelas, akhirnya terjadi kesalahan di lapangan karena kurang akuratnya tes tersebut," jelas Bambang.

Hal itu yang akhirnya mendorong pembentukan Konsorsium Inovasi Covid-19 di bawah koordinasi Kemenristek/BRIN.

Pada akhirnya konsorsium ini menghasilkan rapid test antibodi yang diinisiasi oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).

"Tentunya kita berupaya membuat alat tes ini, sehingga melalui Konsorsium Inovasi Covid-19, berhasil melahirkan alat rapid test antibodi yang diinisiasi oleh BPPT," kata Bambang.

Selanjutnya, lahir pula rapid test antigen yang dikembangkan tim peneliti dari Universitas Padjadjaran (Unpad) yang disebut rapid test antigen CePAD.

"Dan kemudian muncul pula rapid test antigen yang diinisiasi oleh Universitas Padjadjaran," papar Bambang.

Kemudian muncul juga GeNose C19 yang dinilai sebagai terobosan karena proses screeningnya menggunakan hembusan nafas, bukan antibodi maupun antigen.

"Namun tentunya GeNose adalah produk terobosan, karena sifat screeningnya tidak berbasis antibodi atau antigen tetapi berbasis pada hembusan nafas," tutur Bambang.

Bambang menyebut dalam alat screening ini, terdapat senyawa yang mampu membedakan mana orang yang terpapar maupun tidak terpapar Covid-19.

"Di mana dalam hembusan nafas tersebut, ada senyawa yang bisa membedakan mana orang yang terpapar virus Covid-19 dan mana yang tidak, atau mana yang positif, mana yang negatif," pungkas Bambang.

Saat alat screening ini diproduksi massal, maka strategi pemerintah untuk menerapkan konsep triple helix yang melibatkan sinergi pemerintah, akademisi serta pebisnis tentunya akan berjalan sukses.

(Tribunnews.com, Tiara Shelavie/Fitri Wulandari)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved