Iran Berencana Keluarkan 7 Tuntutan untuk Biden, Sebelum Kembali Bahas Kesepakatan Nuklir
Presiden Biden akan kembali membuat AS bergabung dengan JCPOA atau Kesepakatan Nuklir Iran setelah AS pernah menarik diri saat pemerintahan Trump.
Keempat, tidak ada anggota baru yang diizinkan untuk masuk ke dalam kesepakatan selain dari P5+1 yang ada, termasuk negara-negara Teluk Arab.
Kelima, keprihatinan terhadap negara-negara kawasan lainnya harus didiskusikan sebagai masalah terpisah, tidak termasuk dalam negosiasi pengayaan nuklir.
Poin berikutnya dikatakan bahwa meskipun tidak bersedia membahas sistem misilnya, Iran dapat menerima pembicaraan tentang pengendalian senjata di tingkat regional dengan pengawasan PBB.
Serta meningkatkan kekhawatiran khusus atas rudal Israel dan persediaan nuklir yang dipegang secara ilegal.
Baca juga: Joe Biden Ingin Perpanjang Perjanjian Senjata Nuklir AS dengan Rusia
Iran juga tidak akan mengizinkan solusi dua negara untuk Israel dan Palestina, dan menuntut referendum PBB yang mencakup masalah tanah antara Yahudi Israel dan Palestina.
Kendati demikian, tidak ada rincian lebih lanjut terkait konten referendum potensial yang disampaikan itu.
Rouhani pun dikabarkan akan secara langsung menyampaikan sederet syarat ini kepada pemerintahan Biden.
Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif mengatakan dalam sebuah artikel luar negeri pada hari Jumat lalu bahwa Iran tidak akan menerima tuntutan lebih lanjut, persyaratan, atau penandatangan negara yang ditambahkan ke kesepakatan asli yang sebelumnya diusulkan oleh AS pada 2015 lalu.
Zarif menegaskan, jika AS kembali memulai kesepakatan dengan memberlakukan penghapusan tanpa syarat namun dengan efek penuh, semua sanksi yang dijatuhkan kemudian diberlakukan kembali, atau diberi label ulang sejak Trump menjabat, Iran tentunya akan membalikkan langkah-langkah yang telah diambil sejak AS menarik tanda tangannya dari kesepakatan pada 2018.
Baca juga: Publik AS Heboh Pria Tua Duduk Sendirian Kedinginan Saat Pelantikan Presiden Biden, Siapa Dia?
Perlu diketahui, JCPOA, yang membatasi pengembangan uranium Iran dengan imbalan keringanan sanksi bagi negara itu, ditandatangani oleh Iran serta enam negara kekuatan dunia pada 2015.
Namun pada 2018, mantan Presiden Donald Trump menarik tanda tangan AS dari kesepakatan itu dan memberlakukan sanksi keras terhadap Iran.
AS mengklaim bahwa Iran tidak mematuhi ketentuannya, meskipun pengamat internasional dan Uni Eropa (UE) mengklaim bahwa Iran bertindak sesuai dengan perjanjian tersebut.