Minggu, 5 Oktober 2025

'Kremasi paksa' jenazah pasien Muslim Covid-19 di Sri Langka, 'tak ada martabat saat meninggal dunia'

Kremasi paksa yang dilakukan terhadap jenazah pasien Muslim penderita Covid-19 di Sri Lanka masih berlangsung, walaupun PBB telah menyerukan

Ia mengatakan kebijakan ini diambil setelah mendengarkan masukan dari para pakar kesehatan. Semua yang diduga meninggal akibat Covid-19, dari pemeluk agama mana pun, akan dikremasi.

"Sudah ada panduan dari WHO ... menjadi tanggung jawab kami untuk mengadaptasi [panduan itu] sesuai situasi di negara kami," kata Samaraweera.

Namun aktivis Muslim, pemuka masyarakat, dan politisi sudah mendesak pemerintah Sri Lanka untuk meninjau ulang kebijakan ini.

Ali Zahir Moulana, mantan menteri dan pemimpin senior Partai Kongres Muslim, mengatakan "komunitas Muslim akan menerima aturan ini jika ada dasar ilmiahnya".

Ia mempertanyakan apakah kebijakan itu memang didasarkan pada bukti ilmiah. Ia menuduh pemerintah menerapkan "agenda yang merugikan" komunitas Muslim.

Panduan sementara yang dikeluarkan WHO Maret lalu menyebutkan bahwa jenazah pasien Covid-19 "bisa dikubur atau dikremasi", namun tak menyebut sama sekali soal dampak negatif terhadap air tanah.

MA Sri Lanka
EPA
Mahkamah Agung Sri Lanka membahas petisi yang mendesak aturan kremasi terhadap jenazah Covid-19.

Ketika Fathima meninggal dunia, pada hari yang sama Abdul Hameed Mohamed Rafaideen, laki-laki berusia 64 tahun, juga tutup usia di Kolombo setelah sebelumnya mengaku mengalami sesak napas.

Anak bungsu Rafaideen, Naushad, kepada BBC mengatakan pada hari itu juga tetangga ayahnya, dari komunitas mayoritas Sinhala, meninggal.

Karena saat itu diberlakukan karantina wilayah, polisi meminta jenazah Rafaideen dan tetangganya dibawa ke rumah sakit.

Di kamar mayat, dokter mengatakan kepada Naushad bahwa ia tak boleh memegang jenazah ayahnya meski saat itu tidak jelas apakah kematian sang ayah disebabkan oleh virus corona.

Naushad, yang tidak bisa membaca, diminta membubuhkan tanda tangan pada dokumen kremasi.

Ia mengatakan tak tahu apa yang terjadi jika ia menolak menandatangani dokumen tersebut. Yang pasti, jika ia menolak, ia khawatir akan muncul kemarahan terhadap keluarganya dan komunitas Muslim.

Ia juga mengatakan jenazah dari komunitas Sinhala mendapatkan perlakuan yang sama sekali berbeda.

Pihak keluarga diberi kesempatan untuk memberikan penghormatan dan jenazah dikubur secara bermartabat, meski BBC sejauh ini belum bisa mengklarifikasi klaim ini.

Sumber: BBC Indonesia
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved