Kisah Intel Susupi Al Qaeda
Omar Nasiri Mendengar Rekaman Dramatis Detik-detik Serbuan Pembajak Pesawat Air France 8969 (2)
Omar Nasiri mengetahui rencana aksi pembajakan pesawat Air France dari Aljazair tujuan Paris. Pelakunya teman dan saudara dekat Omar Nasiri.

Tidak ke Paris, melainkan ke Marseilles. Mereka mengantisipasi kemungkinan pembajak menabrakkan pesawat ke Eiffel, simbol penting negara itu.
Sebelum pesawat yang dibajak terbang, pasukan komando GIGN meninggalkan Palma de Mallorca, mendahului pendaratan di Bandara Marseilles.
Nasiri memahami peristiwa itu sebagai aksi yak tak bisa diterima. GIA melakukan kekejaman tiada tara di Aljazair. Tak hanya ke rezim berkuasa, rakyat sipil jadi korban. Bahkan ternak mereka juga.
Pesawat yang dibajak tak hanya berisi warga Prancis. Banyak juga imigran Aljazair, muslim, yang menumpang untuk tujuan mengunjungi keluarga atau pulang setelah menengok kampung halamannya.
Omar Nasiri Tahu Kelompok Pembajak Ada di Rumahnya
Di rumahnya, Nasiri menyaksikan Amin, Yasin, Tarek, dan Hakim begitu riang membicarakan kabar aksi pembajakan itu. Mereka menginginkan pembantaian ini dilihat dunia.
Tiba di Marseilles, pasukan komando GIGN bertindak cpat. Pesawat diserbu lewat tiga jurusan secara bergelombang. Pertempuran sengit pecah diwarnai rentetan tembakan dan granat yang berledakan.
Setelah 35 menit berlalu, empat pembajak tewas di kabin dan kokpit. Semua penumpang dan kru pesawat selamat. Belasan prajurit GIGN terluka dalam pertempuran singkat itu.
Belakangan Nasiri tahu, para pembajak telah menyelundupkan banyak dinamit ke pesawat. Mereka berencana meledakkan pesawat di atas Paris, sebuah bom api yang ingin dipamerkan ke dunia.
Rencana lain, mereka ingin mengambilalih pesawat. Tapi ternyata mereka mengandalkan pilot Air France, yang menjalankan perintah mereka.
Bertahun kemudian, Nasiri sadar, Al Qaeda belajar dari aksi ini. Mereka lalu berusaha mendaftarkan anggota-anggota pilihan mereka belajar di sekolah penerbangan.
Inilah panen yang dituai Amerika Serikat, ketika para pembajak merebut empat pesawat komersial di sejumlah bandara AS, lalu menggunakannya sebagai peluru terbang pada 11 September 2001.
Sehari setelah pembajakan berakhir, Nasiri ikut meriung di meja makan bersama Amin, Yasin, Tarek, dan Hakim. Mereka memuji-muji para pembajak, dan mengutuki pemerintah Prancis.
“Mereka memberitahuku, para pembajak itu tidak mati, melainkan hidup di surga, dibuai perawan suci sebagai ganjaran atas perjuangan mereka,” kata Nasiri. Ia mual mendengarnya.
Sehari kemudian, Nasiri kembali mendapat kejutan. Di ruang tamu, Amin dan Yasin memutar rekaman suara di kabin pesawat yang dibajak. Durasinya lebih dari dua jam.