Sabtu, 4 Oktober 2025

POPULER Internasional: Aksi Protes di Thailand | Mertua Bunuh Menantu di Kedai Kopi

Berikut rangkuman berita populer Tribunnews di kanal Internasional, termasuk Warga Thailand menggelar aksi protes besar-besaran

Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Sri Juliati
Kolase Tribunnews
POPULER Internasional: Aksi Protes di Thailand | Mertua Bunuh Menantu di Kedai Kopi 

TRIBUNNEWS.COM - Berikut rangkuman berita populer Tribunnews di kanal Internasional dalam 24 jam terakhir.

Warga Thailand menggelar aksi protes besar-besaran menuntut demokrasi.

Sementara Taiwan menyebut akan menyerang balik China jika diserang terlebih dahulu.

Di Filipina, Presiden Duterte mengecam para kritikus yang menuduh pemerintahannya tidak melakukan cukup banyak hal untuk menekan wabah Covid-19.

Sementara di Singapura, mertua bunuh menantu di kedai kopi karena anaknya diselingkuhi.

1. Aksi Protes di Thailand: Plakat Menentang Raja Dicopot, Demonstran yang Memasangnya Akan Dihukum

Plakat yang dipasang oleh para demonstran di Thailand telah dicopot, Senin (21/9/2020).

Plakat itu bertuliskan, "Thailand adalah milik rakyat, bukan milik raja."

Dilansir BBC, plakat itu baru dipasang satu hari.

Plakat dicopot karena dipandang sebagai tindakan berani yang mengkritik monarki.

Demonstran yang memasang plakat itu kini berpotensi dikenai hukuman penjara maupun denda.

Polisi mengatakan, mereka sedang menyelidiki plakat yang hilang itu.

Wakil kepala polisi Bangkok, Piya Tawichai juga memperingatkan, mereka mungkin akan menuntut para pengunjuk rasa yang memasang plakat itu, menurut Reuters.

Baca: Banyak Turis Tinggalkan Sampah, Thailand Bakal Kembalikan Sampah yang Dibuang Wisatawan

Baca: Aksi Unjuk Rasa Terbesar di Thailand Tuntut Reformasi Kerajaan dan Copot Perdana Menteri

Foto kombinasi yang dibuat pada 21 September 2020 ini menunjukkan plakat peringatan yang ditempatkan oleh para pemimpin protes pro-demokrasi pada 20 September 2020 (kiri) dan ruang kosong setelah plakat dicopot pada 21 September 2020.
Foto kombinasi yang dibuat pada 21 September 2020 ini menunjukkan plakat peringatan yang ditempatkan oleh para pemimpin protes pro-demokrasi pada 20 September 2020 (kiri) dan ruang kosong setelah plakat dicopot pada 21 September 2020. (Lillian SUWANRUMPHA, Jack TAYLOR / AFP)

Pada hari Sabtu, aksi protes besar-besaran terjadi di dekat Grand Palace, Bangkok.

Ribuan orang menentang pihak berwenang untuk menuntut perubahan.

Plakat "Thailand adalah milik rakyat, bukan milik raja" dipasang di lapangan Sanam Luang yang bersejarah diiringi suara sorak-sorai pada Minggu (20/9/2020) pagi.

BACA SELENGKAPNYA >>>

2.  Militer Taiwan: Kami Punya Hak untuk Serang Balik Ketika Ada Ancaman China

Pesawat jet tempur China buatan Rusia, Su-30, dilaporkan berada di antara pesawat yang terbang di atas barat daya Taiwan pada hari Kamis.
Pesawat jet tempur China buatan Rusia, Su-30, dilaporkan berada di antara pesawat yang terbang di atas barat daya Taiwan pada hari Kamis. (Liu Jin/AFP)

Taiwan mengatakan angkatan bersenjatanya memiliki hak untuk membela diri dan membalas serangan di tengah "pelecehan dan ancaman" China.

Hal ini sebagai peringatan kepada China, yang pekan lalu mengirim sejumlah pesawat tempurnya melintasi wilayah udara Taiwan.

Ketegangan meningkat tajam dalam beberapa bulan terakhir antara Taipei dan Beijing, yang mengklaim Taiwan sebagai wilayah kekuasaannya.

Pesawat China memasuki zona pertahanan udara Taiwan pada Jumat dan Sabtu pekan lalu.

Hal ini mendorong Taiwan untuk mengirimkan pesawat jet tempur untuk mencegat pesawat China.

Presiden Taiwan, Tsai Ing-wen menyebut China sebagai ancaman regional.

Baca: Taiwan Siapkan Baterai Rudal Saat Rombongan Jet Tempur China Dekati Teritorial Mereka

Kementerian pertahanan Taiwan mengatakan telah "mengikuti" prosedur yang benar menghadapi intimidasi dan ancaman dari China.

Dikatakan Taiwan memiliki hak untuk "membela diri dan untuk menyerang balik."

"Taiwan tidak akan memprovokasi, tetapi juga "tidak takut pada musuh," tegas Kementerian Pertahanan Taiwan dalam pernyataannya.

Pemerintah China mengklaim Taiwan sebagai bagian dari negaranya.

BACA SELENGKAPNYA >>>

3. Dituduh Tak Becus Tangani Wabah, Presiden Filipina Geram: Semprot Pestisida untuk Bunuh Semua

Presiden Filipina Rodrigo Duterte mengecam para kritikus yang menuduh pemerintahannya tidak melakukan cukup banyak hal untuk menekan wabah Covid-19.

Kecaman itu ia lontarkan kala mengumumkan memperpanjang keadaan darurat akibat Covid-19 di seluruh Filipina hingga setahun mendatang.

Dalam sambutannya pada Senin (21/9/2020) malam, Duterte menegaskan pemerintahannya telah menyiapkan berbagai hal untuk menekan wabah.

Termasuk ketersediaan rumah sakit, tempat tidur hingga rumah duka.

Presiden Filipina Rodrigo Duterte menegaskan tidak akan mengizinkan sekolah dibuka bila vaksin Covid-19 belum ditemukan.
Presiden Filipina Rodrigo Duterte menegaskan tidak akan mengizinkan sekolah dibuka bila vaksin Covid-19 belum ditemukan. (AFP Photo)

Baca: Perkembangan Covid-19 di Asia Tenggara, Kasus Positif Tertinggi di Filipina, Disusul Indonesia

"Apa yang 'cukup' yang Anda inginkan? Ada rumah sakit, tempat tidur dan rumah duka."

"Semuanya ada di sana," kata Duterte, seraya menunjuk Wakil Presiden Leni Robredo, yang memimpin oposisi.

"Kamu tahu Leni, jika kamu mau, jika kamu benar-benar ingin membasmi Covid, mari kita semprot Filipina atau Manila dengan pestisida untuk membunuh semua."

"Satu-satunya hal yang bisa kita lakukan, adalah memakai masker. Hanya itu dan menunggu vaksinnya," tegasnya, dikutip dari SCMP, Selasa (22/9/2020).

Paramedis di Filipina Gunakan APD Warna-Warni bak Teletubies Ceriakan Pasien Corona
Paramedis di Filipina Gunakan APD Warna-Warni bak Teletubies Ceriakan Pasien Corona (Adrian Pe via News Abs)

Baca: Mulai Hari Ini, Malaysia Larang WNI Juga Warga India dan Filipina Masuk Negaranya

Kondisi bencana darurat yang berlaku hingga September 2021 akan digunakan untuk menarik dana darurat dengan cepat guna memerangi pandemi Covid-19.

Negara tersebut juga memanfaatkan polisi dan militer untuk menjaga keamanan dan ketertiban.

BACA SELENGKAPNYA >>>

4.  Mertua Bunuh Menantu di Kedai Kopi, Begini Kronologi dan Motifnya

STOMP SINGAPORE Tan Nam Seng terlihat berdiri tenang di depan mayat menantunya Spencer Tuppani di sebuah kedai kopi di Jalan Boon Tat, kawasan bisnis Singapura. Tan membunuh Tuppani pada siang bolong, 10 Juli 2017
STOMP SINGAPORE Tan Nam Seng terlihat berdiri tenang di depan mayat menantunya Spencer Tuppani di sebuah kedai kopi di Jalan Boon Tat, kawasan bisnis Singapura. Tan membunuh Tuppani pada siang bolong, 10 Juli 2017 (Istimewa)

Warga Singapura digegerkan oleh pembunuhan pada siang bolong di pusat distrik bisnis.

Pembunuhan yang terjadi tiga tahun silam tepatnya 10 Juli 2017 akhirnya mencapai babak akhir dengan dijatuhkannya vonis kepada pelaku pembunuhan.

Tan Nam Seng divonis hukuman 8,5 tahun penjara oleh Pengadilan Tinggi Singapura, demikian The Straits Times melaporkan, Senin (21/9/2020).

Pebisnis berusia 72 tahun itu terbukti secara sah dan meyakinkan membunuh Spencer Tuppani (39) di luar sebuah kedai kopi di Jalan Telok Ayer pada pukul 13.20 siang waktu setempat.

Perbuatan kriminal ini tidak sesederhana seperti yang dibayangkan. Investigasi Kepolisian mendapati bahwa Tan adalah mertua Tuppani.

Tan rupanya sudah lama memendam kemarahan mengenai perlakuan Tuppani terhadap putri tercintanya Shyller Tan yang adalah istri Tuppani.

Baca: Untuk Tingkatkan Pariwisata, Singapura Bagikan Voucher Wisata untuk Warganya

Pelaku menyebut Tuppani yang sudah dianggapnya sebagai putra sendiri telah mengkhianatinya.

Persidangan menyatakan keluarga Tuppani termasuk ibu dan adiknya tinggal di rumah Tan.

Tuppani bahkan mempekerjakan mereka di perusahaan yang dipimpin mertuanya. Tan tidak keberatan dan mengizinkannya.

BACA SELENGKAPNYA >>>

(Tribunnews.com)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved