Virus Corona
Museum Jepang Kumpulkan Masker & Catatan tentang Wabah, untuk Kenang Sejarah Pandemi Corona
Sejumlah museum di Jepang mulai mengumpulkan benda sehari-hari yang wajib dipakai selama pandemi Covid-19 berlangsung.
TRIBUNNEWS.COM - Sejumlah museum di Jepang mulai mengumpulkan benda sehari-hari yang wajib dipakai selama pandemi Covid-19 berlangsung.
Barang-barang itu antara lain berupa masker, selebaran berisi himbauan mengenai Covid-19, hingga buku diary atau catatan selama wabah, dikutip dari Japan Times.
Benda-benda tersebut dikumpulkan untuk mengenang pandemi dan mewariskannya kepada generasi selanjutnya.
Ide ini muncul tatkala pihak museum sadar tidak punya catatan apapun mengenai Flu Spanyol.
Baca: Museum Buffalo Soldiers Alami Aksi Vandalisme dari Orang yang Tidak Bertanggung Jawab
Baca: Pemerintah Distribusikan Masker Kain Buatan Fukushima untuk Rakyat Jepang

Padahal pandemi itu membunuh sekitar 20 hingga 50 juta jiwa di seluruh dunia pada 100 tahun silam.
Di Kota Urahoro, Hokkaido, penduduk menyumbang sekitar 200 barang ke museum daerah setelah pihak museum Februari lalu meminta demikian.
Terdapat selebaran informasi pembatalan festival, kupon pesan antar makanan dan masker yang diberikan pemerintah.
"Kehidupan kita sehari-hari akan menjadi bagian dari sejarah."
"Kami ingin mengumpulkan barang sebanyak mungkin sebelum dibuang," kata Makoto Mochida, kurator berusia 47 tahun di museum kota.
"Ketika kita melihat kembali era ini di masa depan, materi-materi itu akan membantu kita memeriksanya secara objektif," katanya.
Di kota Suita, Prefektur Osaka, sebuah museum memajang APD dan pelindung wajah yang digunakan paramedis untuk melindungi diri dari paparan virus.
Museum itu juga memajang foto antrian panjang orang-orang di depan apotek untuk membeli masker.
"Kami ingin mencatat apa yang terjadi (selama pandemi) dan menyediakan cara bagi generasi mendatang untuk belajar tentang era saat ini," kata Kenji Saotome, kurator berusia 46 tahun di Museum Kota Suita.
Baca: Keidanren Jepang Ajak Pengusaha Asing Ikut Program Challenge Zero
Sementara itu, National Diet Library di Tokyo mengarsipkan data daring terkait kantor-kantor publik yang berhubungan dengan virus.
The Tsubouchi Memorial Theatre Museum di Universitas Waseda di Tokyo meminta teater dan aktor drama menyumbangkan selebaran dan naskah drama yang batal karena pandemi.
Pengelola Museum Prefektur Yamanashi, Akihiro Morihara (54) turut mengumpulkan benda-benda yang berkaitan dengan pandemi.
"Jika ada catatan flu Spanyol di tingkat akar rumput, mereka mungkin telah memberikan petunjuk bagaimana cara memerangi infeksi saat ini," jelasnya.
"Bencana dan epidemi berulang kali terjadi, tetapi orang-orang segera melupakannya."
"Kami ingin menciptakan peluang untuk melihat kembali era saat ini melalui pameran," katanya.
Pandemi flu 1918, juga dikenal sebagai flu Spanyol adalah pandemi influenza mematikan yang luar biasa yang disebabkan oleh virus influenza A H1N1.
Pademi ini berlangsung dari Februari 1918 hingga April 1920, menginfeksi 500 juta orang atau kurang lebih sekitar sepertiga populasi dunia saat itu dalam empat gelombang berturut-turut.

Baca: Restoran dan Karaoke Diminta Memperpendek Jam Operasional, Pemda Tokyo Jepang Subsidi 8 Miliar Yen
Baca: Seven & i Holdings Jepang akan Jadi Nomor 3 Terbesar di Dunia dalam Transaksi Penjualan
Jumlah korban diperkirakan sekitar 17 juta hingga 50 juta, menjadikannya salah satu pandemi paling mematikan dalam sejarah manusia.
Flu Spanyol 1918 adalah yang pertama dari dua pandemi yang disebabkan oleh virus influenza A H1N.
Adapun yang kedua adalah pandemi flu babi 2009.
Worldometers pada Selasa (4/8/2020), dunia mencatat 18.434.883 kasus infeksi Covid-19.
Adapun wabah ini telah membunuh sebanyak 696.817 orang di dunia.
Tercatat sebanyak 11.665.666 orang telah pulih dari wabah ini.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)