Jumat, 3 Oktober 2025

Pejabat AS Akui Ingin Lemahkan Rusia di Suriah, Misi Lawan ISIS Sudah Usai

Utusan Khusus AS untuk Suriah, James Jeffrey, mengaku tugas AS mengalahkan ISIS di Suriah sudah selesai.

Editor: Tiara Shelavie
Thomas SJOERUP / Ritzau Scanpix / AFP
Menteri Luar Negeri Denmark Jeppe Kofoed (kiri) dan Utusan Khusus Amerika Serikat James Jeffrey menghadiri pertemuan Koalisi Global melawan kelompok Negara Islam (IS) di Kementerian Luar Negeri di Kopenhagen, pada 29 Januari 2020. 

TRIBUNNNEWS.COM, BEIRUT – Utusan Khusus AS untuk Suriah, James Jeffrey, mengaku tugas AS mengalahkan ISIS di Suriah sudah selesai.

Kini mereka tetap hadir di negara itu untuk menciptakan Vietnam atau Afghanistan baru untuk Rusia.

Pengakuan Jeffrey disampaikan lewat telewicara di Institut Hudson, Selasa (12/5/2020). Pernyatannya dikutip Russia Today, Rabu (13/5/2020).

"Kehadiran militer kami, walaupun kecil, penting untuk perhitungan keseluruhan. Jadi kami mendesak Kongres, rakyat Amerika, Presiden untuk tetap mempertahankan pasukan ini,” kata Jeffrey.

“Tapi sekali lagi ini bukan Afghanistan, ini bukan Vietnam, ini bukan sebuah rawa," imbuhnya. “ Pekerjaan saya adalah membuatnya menjadi rawa bagi Rusia,” lanjut Jeffrey.

Menteri Luar Negeri Denmark Jeppe Kofoed (kiri) dan Utusan Khusus Amerika Serikat James Jeffrey menghadiri pertemuan Koalisi Global melawan kelompok Negara Islam (IS) di Kementerian Luar Negeri di Kopenhagen, pada 29 Januari 2020.
Menteri Luar Negeri Denmark Jeppe Kofoed (kiri) dan Utusan Khusus Amerika Serikat James Jeffrey menghadiri pertemuan Koalisi Global melawan kelompok Negara Islam (IS) di Kementerian Luar Negeri di Kopenhagen, pada 29 Januari 2020. (Thomas SJOERUP / Ritzau Scanpix / AFP)

Frasa itu jadi kiasan dan bahasa politik lama AS ketika Uni Soviet menyerbu dan menduduki Afghanistan.

AS menggunakan kelompok-kelompok militant dan mujahidin Afghanistan untuk mengganggu dan pada akhirnya merepotkan pasukan Soviet.

Kedatangan pasukan ekspedisi Rusia pada akhir 2015, menyusul undangan dari Damaskus, mengubah gelombang perang di Suriah.

Dengan bantuan mereka, pasukan pemerintah menggulung kembali teroris Negara Islam (ISIS) dan militan lainnya.

Koalisi pasukan Suriah, Rusia, Hezbollah Lebanon, pasukan Al Quds Garda Republik Iran, termasuk paramiliter Palestina di Suriah, menghantam kelompok bersenjata yang didukung AS, Turki, dan Arab.

Perubahan besar itu benar-benar mengubah skenario AS yang berusaha mendongkel Presiden Bashar Assad di Damaskus.

Jeffrey enggan mengakui militer Rusia telah berhasil di Suriah, tetapi berpendapat mereka tidak memiliki jalan keluar politik dari masalah mereka.

Sebaliknya, AS punya tujuan menawarkan jalan ke depan melalui PBB, mungkin merujuk pada Resolusi 2254, yang sejak lama ditafsirkan Washington Bashar Assad harus pergi.

Pengakuan itu adalah langkah di luar sambutannya pada awal Maret, ketika ia mengatakan kepada wartawan, AS bertujuan membuat sangat sulit Rusia.

Presiden AS Donald Trump berulang kali menolak campur tangan pembangunan kembali di Suriah, dan berusaha menarik pasukan AS dari Suriah, Irak, dan Afghanistan.

Ia telah berulang kali menghadapi perlawanan dari Departemen Luar Negeri dan Pentagon, yang masih menetapkan strategi pemerintahan sebelumnya yaitu: perubahan rezim di Negara yang tak disukainya.

Penyebutan Jeffrey tentang "rawa" seperti Afghanistan sangat tidak menyenangkan, mengingat persis apa yang dilakukan pemerintahan Carter pada 1978,yang diam-diam mendukung gerilyawan Islam di Afghanistan.

Mereka memprovokasi intervensi Soviet.

Menurut penasihat keamanan nasional Carter, Zbigniew Brzezinski, ini dilakukan untuk memikat Uni Soviet ke dalam perang mereka yang mahal dan tak berkesudahan seperti yang dialami AS di Vietnam.

Brzezinski menyombongkan perannya sendiri dalam upaya-upaya itu.

Ia menampik dampak terorisme yang dihasilkan sebagai tidak relevan dibandingkan dengan kemenangan AS dalam Perang Dingin.

Itu diungkapkan  sesaat sebelum serangan 11 September 2001 yang melahirkan agresi dan pendudukan AS di Afghanistan selama hamper dua dekade.

Pasukan AS dalam jumlah tidak terlalu banyak saat ini bercokol d wilayah utara Suriah, terutama di Al Hasakeh, yang dekat dengan perbatasan Irak.

Daerah itu kantong etnis Kurdistan, wilayah yang sangat kaya minyak.

AS menguasasi sebagian wilayah udara di daerah itu, dan leluasa menerbangkan armada udaranya.

Secara rutin, meski beberapa kali mendapat perlawanan lokal, pasukan AS menggelar patrol ke daerah-daerah tambang minyak itu bersama paramiliter Kurdistan.

(Tribunnews.com/ Setya Krisna Sumarga) 

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved