Ramadan 2020
Kepiluan Ramadan bagi Warga Palestina di Tengah Pandemi Corona, Banyak Pengangguran dan Masjid Sepi
Setiap tahunnya, Ramadan di Palestina selalu dihiasi lentera listrik yang digantung di jalanan Gaza, Tepi Barat dan Yerussalem Timur.
TRIBUNNEWS.COM - Setiap tahunnya, Ramadan di Palestina selalu dihiasi lentera listrik yang digantung di jalanan Gaza, Tepi Barat dan Yerussalem Timur.
Namun tidak untuk tahun ini, bersamaan dengan kekhawatiran pada pandemi Covid-19 dan meningkatnya kesengsaraan ekonomi.
Bulan suci Ramadan 1441 H dimulai pada Jumat (24/4/2020) ini.
Tetapi seperti halnya negara lain, pertemuan besar untuk berbuka puasa atau Tarawih ditangguhkan untuk menghindari penularan virus, sebagaimana dikabarkan Indian Express.
Baca: Tahanan Palestina di Penjara Israel Tewas Karena Tidak Dapat Perawatan Medis
Baca: Israel - Palestina Bekerja Sama Atasi Penyebaran Virus Corona
Di saat yang sama, penutupan nasional ini menekan perekonomian dan membuat depresi warga.
Sebelumnya, pemerintah Palestina memerintahkan penutupan sekolah, pernikahan, restoran, masjid dan puncaknya banyak orang yang menganggur.
Adanya dua kematian dan 335 infeksi, peraturan tentang corona yang berbeda diberlakukan oleh Hamas di Gaza dan Otoritas Palestina di Tepi Barat dan Israel di Yerussalem Timur.
Di sana otoritas agama telah memberhentikan ibadah jamaah di Dome of the Rock dan Al- Masjid Aqsa, tempat tersuci ketiga dalam Islam.
"Tidak ada jamaah, tidak ada orang, dan penutupan Masjid Al-Aqsa memiliki pengaruh besar pada orang-orang Palestina dan pada orang-orang Yerusalem pada khususnya," kata Ammar Bakir, seorang warga Yerusalem Timur.

Biasanya setiap tahunnya pada Ramadan, puluhan ribu jamaah memadari Masjid Al Aqsa.
Bahkan tidak jarang meningkat hingga ratusan ribu di hari-hari terakhir.
Namun kini, shalat akan disiarkan dari masjid saja.
"Keputusan seperti itu adalah yang pertama dalam 1.400 tahun, itu sulit, dan itu menyakitkan hati kita," kata Sheikh Omar Al-Kiswani, direktur Masjid Al-Aqsa.
Di Gaza, dengan tidak ada kasus virus corona yang dikonfirmasi di luar pusat karantina, Hamas mengatakan penutupan penuh belum diperlukan.
Masyarakat masih berduyun-duyun ke pasar dan toko-toko yang menata rapi kurma, keju, acar, kacang, dan makanan ringan favorit selama Ramadhan.
Tetapi sayangnya banyak orang yang harus menghemat uang selama pandemi ini.
Sehingga banyak di antaranya yang hanya berjalan-jalan di pasar saja.
"Orang akan sangat berhati-hati untuk mengunjungi satu sama lain karena krisis virus corona," kata pemilik restoran, Anas Qaterji.
"Orang-orang datang ke pasar untuk membuang waktu, mereka menghibur diri mereka sendiri setelah kafe-kafe tutup," kata Sameh Abu Shaban (57), seorang penjual kurma dan permen.
"Tidak ada yang membeli," tambahnya.
Sementara itu di Tepi Barat, otoritas Palestina sudah menyatakan darurat pandemi Covid-19.
Namun lockdown penuh mulai dilonggarkan.
Sehingga kini sudah ada beberapa bisnis yang melanjutkan kegiatannya.
Selama pandemi ini, pemerintah memprediksi akan terjadi 50 persen penurunan dalam pendapatan.
"Ini adalah Ramadhan yang menyedihkan," kata Maher al -Kurdi, pemilik supermarket di Hebron.
"Biasanya toko akan ramai dengan banyak orang. Dan masjid ditutup, yang akan merusak cita rasa Ramadhan," katanya.
Hingga Jumat (24/4/2020) jumlah kasus infeksi di Palestina berjumlah 480.
Ada 4 korban jiwa akibat pandemi ini dan 92 orang dinyatakan sembuh.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)