Yunani Protes pada Turki Tak Menahan Pergerakan Migran ke Eropa, Erdogan: Akan Mencapai Jutaan
"Ratusan ribu (migran) sudah menyeberang, tak lama lagi akan mencapai jutaan," jelasnya mennggambarkan pengungsi dari Suriah menuju Yunani
TRIBUNNEWS.COM - Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, mengumumkan Turki tidak lagi bisa memenuhi kesepakatan dengan Uni Eropa untuk mencegah migran masuk ke Eropa.
Erdogan mengatakan, Turki tidak bisa mengatasi gelombang pengungsi baru setelah pecahnya perang Suriah.
Sebelumnya, seorang bocah laki-laki tewas karena kapalnya terbalik di Pulau Lesbos, Yunani Senin lalu.
Ini menjadi kasus kematian pertama sejak Turki membuka perbatasannya pekan lalu.
Sementara itu, seorang pejabat Turki menuduh pemerintah Yunani membunuh warga Suriah tersebut.
Dilansir BBC, bocah lelaki itu berusaha melewati perbatasan.
Namun, hal itu disangkal pemerintah Yunani di Athena.
Hampir satu juta warga Suriah melarikan diri ke perbatasan Suriah-Turki sejak Desember lalu.
Mereka kabur di tengah pecahnya perang sengit di wilayah Idlib, antara pemerintah Suriah dengan pasukan pemberotak yang didukung Turki.
Kini Turki sudah menampung sekitar 3,7 juta pengungsi asal Suriah, serta migran yang berasal dari Afghanistan.
Baca: Turki Tembak Jatuh 2 Jet Tempur Suriah di Idlib, Tidak Ada yang Terluka
Baca: 9 Orang Tewas di Turki Setelah Gempa Guncang Wilayah Perbatasan Iran
Pihak Turki melarang para migran ini untuk meninggalkan daerahnya menuju ke Eropa.
Erdogan pernah mengatakan, Uni Eropa tidak menawarkan bantuan untuk mengembalikan pengungsi Suriah ke zona aman di dalam Suriah.
Beberapa waktu lalu, Turki membuka perbatasannya agar para migran meninggalkan wilayahnya dan menuju ke Eropa.
Mendengar hal ini, para migran langsung berbondong-bondong meninggalkan Turki.
Mengenai hal ini Erdogan mengira akan semakin banyak migran yang memasuki perbatasan Turki-Yunani.
"Ratusan ribu (migran) sudah menyeberang, tak lama lagi akan mencapai jutaan," jelasnya.
Pemimpin Turki ini tidak memberikan jumlah pasti berapa migran yang tengah melintasi perbatasan ini.
Kendati demikian, Yunani mengklaim ada sekitar 1.000 migran yang sudah sampai di timur Pulau Aegean dari Turki, sejak Minggu pagi waktu Yunani.
Selain itu, Yunani sudah menghentikan 10.000 migran di perbatasannya dalam 24 jam pada Minggu lalu.
Sejumlah migran itu melemparkan batu dan batangan logam saat diberhentikan.
Sedangkan, pihak keamanan Yunani menembakkan gas air mata untuk melawan mereka.
Selain dari Suriah, banyak warga Afghanistan dan Afrika Barat diantara migran terebut.
Perilaku Turki dan Yunani ini dikecam oleh Pengawas Hak Asasi Manusia dari Dewan Uni Eropa.
Menurut mereka ini adalah krisis kemanusiaan yang belum pernah terjadi sebelumnya.
"Segala sesuatu harus dilakukan untuk mengurangi kekerasan di perbatasan."
"Termasuk dengan memastikan penegak hukum, menahan diri untuk tidak melakukan kekerasan secara berlebihan," bunyi pernyataan dari mereka.
Keputusan Yunani menangguhkan suaka bagi para migran ini disayangkan Erdogan.
Lantaran, Turki sendiri sudah merasa tidak mampu menampung para migran ini.
"Entah kita akan membawa orang-orang ini ke tanah kelahiran mereka, atau semua orang akan mendapat bagian untuk menanggung beban ini."
"Sekarang peiode pengorbanan sepihak sudah selesai," ujar Erdogan.
Baca: Turki Bersumpah Mengusir Pasukan Suriah Keluar dari Idlib
Baca: Konflik Suriah, 34 Tentara Turki Tewas dalam Serangan Udara Pasukan Koalisi
Sementara itu Yunani sudah memblokir akses suaka untuk bulan depan.
Menurut mereka, para migran dari Turki ini bersifat terkoordinasi dan masif.
Pihak Yunani pernah mengatakan, Turki tidak berusaha mencegah kepergian para migran ini.
Mereka juga menilai keputusan ini tidak berhubungan dengan hukum internasional.
"Relokasi untuk orang-orang ini tidak ada hubungannya dengan hukum internasional terkait hak suaka, dimana hal tersebut bergantung dengan kasus individual," jelas pihak Yunani.
Dewan Hak Asasi Manusia PBB mengatakan, Yunani tidak punya izin resmi untuk menunda prosedur hak suaka.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)