Ditengah Kerusuhan di India, Penduduk Muslim dan Hindu di Jafrabad Sebarkan Pesan Perdamaian
Penduduk Hindu dan Muslim di Jafrabad, New Delhi, India lakukan pawai damai pada Minggu (1/3/2020) kemarin untuk sebarkan pesan cinta dan persaudaraan
TRIBUNNEWS.COM - Jafrabad, merupakan satu di antara daerah yang paling terkena dampak di timur laut Ibu Kota India, New Delhi yang dilanda kerusuhan.
Kelompok di Jafrabad secara bertahap tertatih-tatih kembali ke keadaan normal, ketika warga Hindu dan Muslim melakukan pawai damai pada Minggu (1/3/2020) kemarin.
Para kelompok ini membawa spanduk untuk menyampaikan pesan seperti "Selamatkan Kemanusiaan", "Persatuan Hindu-Muslim Zindabad", "Agama tidak mengajarkan kebencian" dan "Hindustan Zindabad".
Hampir seminggu setelah kerusuhan pecah di timur laut New Delhi, toko-toko kembali dibuka di daerah Jafrabad dan Maujpur.
Baca: Tokoh Muda Golkar Sesalkan Kekerasan Terhadap Muslim di India
Baca: 5 Fakta Kapil Mishra, Sosok yang Dituding Provokator Pembantaian Umat Muslim di India
Ketua Komite Perlindungan Sipil India, Dr Faheem Baig, yang memimpin pawai mengatakan bahwa kerusuhan yang telah terjadi di New Delhi telah menyebabkan kerugian.
"Kekerasan yang terjadi di timur laut Delhi pekan lalu telah menyebabkan kerugian bagi kedua komunitas."
"Dalam 70 tahun terakhir, Delhi belum pernah melihat pemandangan seperti itu terutama di Yamunapar. Sebuah konspirasi ditetaskan untuk memprovokasi pidato yang menghasut dan upaya untuk memecah-belah umat Islam Hindu," ujar Dr Faheem Baig, seperti yang dikutip dari India Today.
Kamal dan Ravikant, yang juga bagian dari pawai mengatakan, acara ini merupakan sesuatu yang tepat bagi mereka untuk berdamai.
Baca: 19 Fakta Unik India yang Wajib Diketahui Sebelum Liburan ke India
Baca: BPIP : Kekerasan di India Harus Dihentikan
Mereka berdua juga menyebutkan pawai ini merupakan jawaban yang tepat kepada mereka yang telah menyebarkan kebencian.
Kamal dan Ravikant juga berharap agar pawai yang dilakukan oleh mereka dapat disaksikan di seluruh India dan tidak membuat kesalahan apapun.
"Sangat tepat bagi kami hari ini bahwa kami telah berkumpul untuk memberikan jawaban kepada mereka yang menyebarkan api," ujar Kamal dan Ravikant.
"Dan berharap bahwa 135 orang di seluruh negeri menyaksikan pawai perdamaian kami dan tidak membuat kesalahan apa pun," lanjut mereka.
Baca: Profil Kapil Mishra, Sosok yang Diduga Provokator Penyerangan Terhadap Umat Islam di India
Baca: Drama India Yeh Teri Galiyan di ANTV, Mengisahkan Dua Sahabat yang Saling Membenci
Sementara itu, kerusuhan yang telah terjadi di New Delhi, India pada pekan lalu, menjadi momen pahit tersendiri bagi negara tersebut.
Pasalnya, dalam kerusuhan yang terjadi pada Minggu 23 Februari 2020 lalu itu, telah menewaskan hingga 42 orang.

Ketegangan itu dipicu UU Kewarganegaraan kontroversial, Citizenship Amendment Act (CAA) yang disahkan oleh pemerintah pada 2019.
Dikutip dari Kompas.com melalui BBC, CAA atau juga dikenal sebagai Citizenship Amendment Bill (CAB) merupakan amendemen UU Kewarganegaraan lama India berusia 64 tahun.
Baca: KH Maruf Amin Tanggapi Pemerintah India yang Diskriminatif terhadap Muslim India
Baca: Soal Konflik di New Delhi, Dubes India Minta Media di Indonesia Rujuk Keterangan Otoritas Resmi
Pada dasarnya, undang-undang tersebut mendefinisikan, migran ilegal adalah mereka yang memasuki India tanpa dokumen resmi, atau tinggal lebih dari masa berlaku visa.
Seorang migran harus tinggal di India, atau bekerja bagi negara selama 11 tahun sebelum mereka bisa mengajukan proses menjadi warga negara.
Namun dalam CAA, terkandung pengecualian bagi mereka yang berasal dari enam komunitas keagamaan minoritas, yakni Hindu, Sikh, Buddha, Jain, Parsi, dan Kristen.
Mereka bisa mengajukan izin tinggal jika mereka bisa membuktikan diri berasal dari negara seperti Pakistan, Afghanistan, serta Bangladesh.
Mereka diharuskan untuk tinggal dan bekerja di Negeri "Bollywood" selama enam tahun sebelum bisa dinaturalisasi sebagai warga negara.
Baca: Menteri Agama Kecam Kekerasan Terhadap Muslim di India
Baca: Kecam Kekerasan atas Muslim India, Menag: Umat Agar Kedepankan Toleransi Beragama
Alasan aturan CAA ini menjadi kontroversial dikarenakan dianggap oleh kelompok kontra sebagai UU eksklusif dan melanggar prinsip sekularitas yang dilindungi konstitusi.
Konstitusi India dengan tegas melarang adanya diskriminasi agama, dan menganggap semua warga adalah sama di mata hukum.
Pengacara asal New Delhi, Gautam Bhatia, mengatakan UU tersebut jelas membagi warga negara menjadi Muslim dan non-Muslim.
Dia menuding UU itu secara eksplisit dan terang-terangan berusaha untuk memperkuat upaya adanya diskriminasi agama di sana.
Sejarawan Mukul Kesavan menuturkan, bahasa UU itu mungkin memang diajukan bagi warga asing.
Namun, sebenarnya untuk mendelegitimasi kewarganegaraan Muslim.
Kritik yang berembus menyatakan, jika memang ingin melindungi minoritas, UU tersebut seharusnya menyertakan Muslim yang dipersekusi di negaranya sendiri.
Baca: Politikus PKS Minta Indonesia Dorong Pemerintah India selesaikan konflik horizontal
Baca: 3 Orang Tewas dalam Aksi Protes UU Kewarganegaraan Tepat Sebelum Kedatangan Donald Trump di India
Seperti misalnya kaum Ahmadiyah di Pakistan serta Rohingya di Myanmar.
Kritik itu membuat politisi partai penguasa, Bharatiya Janata Party (BJP) angkat bicara.
Politisi senior BJP Ram Madhav menyatakan UU tersebut ditujukan untuk menangkal India dari migran ilegal yang hendak masuk.
Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Kerusuhan India: Upaya Menentang UU Kewarganegaraan Kontroversial yang Tewaskan 42 Orang
(Tribunnews.com/Whiesa) (Kompas.com/Ardi Priyatno Utomo)