Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan bersumpah melanjutkan operasi militer di Suriah utara
Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, bersumpah melanjutkan operasi militer di Suriah utara sampai terwujud apa yang ia sebut sebagai "zona
Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, bersumpah melanjutkan operasi militer di Suriah utara sampai terwujud apa yang ia sebut sebagai "zona aman".
Tentara Turki dan pemberontak Suriah melancarkan operasi untuk menumpas milisi Kurdi dari kawasan perbatasan sejak pekan lalu setelah tentara Amerika Serikat ditarik.
Pemerintah Turki menganggap milisi Kurdi sebagai kelompok teroris.
"Operasi ini berlanjut sampai kami bergerak di garis sepanjang 30-35 kilometer dari Manbij ke perbatasan Irak, seperti yang kami telah sampaikan. Tak akan ada keraguan ... tak ada kemungkinan lain (dari rencana kami)," kata Presiden Erdogan, saat berpidato di parlemen di Ankara, hari Rabu (16/10).
Presiden Erdogan juga mengatakan ia akan bertemu dengan wakil presiden Amerika Serikat, Mike Pence, hari Kamis (17/10), meski tadinya mengatakan tak akan menemuinya.
Dalam wawancara dengan Sky News hari Rabu, Erdogan mengatakan, "Saya berdiri tegak. Saya tak akan menemui mereka (Wapres Pence dan Menlu Mike Pompeo). Saya hanya berbicara jika Trump datang."
- Penarikan pasukan Amerika Serikat atas perintah Trump mengubah bentuk perang Suriah
- Serangan Turki di Suriah, jumlah korban meninggal dan pengungsi melonjak
- Apakah aksi militer Turki di Suriah akan membangkitkan ISIS?
AS menjatuhkan sanksi terhadap dua kementerian Turki dan tiga pejabat senior pemerintah sebagai respons atas serangan militer ke Suriah utara.
Menteri Keuangan AS, Steven Mnuchin, mengatakan sanksi-sanksi yang diberikan "sangat kuat" dan punya dampak berat terhadap ekonomi Turki.
Menurut Wapres Pence, Presiden Trump telah menelepon Presiden Erdogan guna mendesak gencatan senjata sesegera mungkin.

Pada perkembangan lain, Rusia menyatakan tidak akan membiarkan bentrokan antara pasukan Turki dan Suriah, tatkala Turki melancarkan serangan di Suriah utara.
"Ini tidak bisa diterima ... dan karena itu kita tidak akan membiarkannya, tentu saja," kata utusan khusus Moskow untuk Suriah, Alexander Lavrentyev.
Penarikan pasukan AS dari wilayah, yang diumumkan pada pekan lalu, memberi Turki "lampu hijau", kritik para pengamat.
Rusia adalah sekutu militer utama pemimpin Suriah Bashar al-Assad.
Kementerian pertahanan Rusia mengatakan pasukannya, yang telah dikerahkan di Suriah sejak 2015, berpatroli di sepanjang "garis kontak" antara pasukan Suriah dan Turki.