Minggu, 5 Oktober 2025

'Jakarta akan tetap macet, krisis air, udara buruk' walaupun ibu kota pindah ke Kalimantan Timur

Kepindahan ibu kota dinilai tidak akan menyelesaikan masalah Jakarta, mengingat kontribusi beban pemerintahan beserta para aparatur sipil negara

"Sekarang aja kalau keluar rumah, sudah mikir-mikir. Udaranya itu..."

Pendapat berbeda diutarakan Winna Wijaya. Pekerja di perusahaan swasta ini menyebut alasan kepindahan ibu kota hanyalah pemborosan anggaran.

"Biaya, kayak Indonesia kaya aja? Wong semua utang," ujarnya kesal.

Menurutnya, kondisi yang disebutkan Jokowi bahwa Jakarta sudah terlalu berat bebannya, bisa dicari solusi. Persoalan macet, perlahan ditangani dengan transportasi publik yang kian bagus.

"Kalau macet, masih bisa diselesaikan. Transportasi kita nggak kurang-kurang," tuturnya.

Hal lain yang dikritiknya yakni gedung-gedung pemerintahan dan kementerian yang bakal menganggur.

"Itu gedung-gedung yang sudah dibangun, kalau pindah mau diapakan? Makanya nggak matang pindah ibu kota ini."

Sementara itu, Rai Rahman Indra, pesimistis kemacetan akan berkurang drastis kalau ibu kota pindah. Paling-paling hanya 10%. Sebab, kata dia, sebagian besar yang tinggal di Jakarta yang berhubungan dengan bisnis, bukan pemerintahan.

Perantau dari Padang, Sumatera Barat, ini juga mengatakan tak puas atas penjelasan pemerintah atas pemindahan ibu kota.

"Nah itu. Kalau dibilang kajian, pemerintah belum merilis secara lengkap. Jadi agak terburu-buru sih. Biasanya kan heboh dulu atau minimal ada dialog di televisi. Ya mungkin tiga sampai enam bulan ada ruang membahas itu. Jadi orang-orang aware," tuturmnya.

Kendati begitu, Rai setuju saja dengan keputusan Jokowi untuk memboyong pemerintahan ke Kalimantan Timur karena Jakarta sudah tak layak dijadikan pusat pemerintahan.

"Karena macet makin parah. Setahun terakhir kayak disaster. Berbagai cara yang dilakukan seperti perluasan ganjil-genap, nggak mumpuni deh."

Beban pemerintahan hanya 10%

Pengamat perkotaan, Rendy A. Diningrat, kontribusi beban pemerintahan beserta para aparatur sipil negara di Jakarta sekitar 10%. Hitungan itu merujuk pada jumlah aparatur sipil negara yang sekitar 1,5 juta dari total warga Jabodetabek yang mencapai 20 juta jiwa.

Kalaupun para ASN berkontribusi pada masalah kemacetan dan polusi, jumlahnya tidak besar dan dapat teratasi dengan adanya transportasi publik.

Halaman
1234
Sumber: BBC Indonesia
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved