Inilah Reaksi Masyarakat Terkait Pemindahan Ibu Kota ke Kalimantan Timur
Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara di Provinsi Kalimantan Timur telah ditetapkan sebagai lokasi ibu kota baru. Reaksi…
Presiden Republik Indonesia Joko Wiododo telah resmi umumkan bahwa Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur, menjadi lokasi baru ibu kota negara. Kedua wilayah tersebut akan menggantikan Jakarta yang dinilai sudah terlalu berat menanggung beban sebagai pusat pemerintahan, pusat bisnis, pusat keuangan, pusat perdagangan, dan pusat jasa.
Sebagian warga di Kalimantan Timur pun antusias mendengar pengumuman tersebut, namun ada juga yang khawatir bahwa rencana pemindahan ibu kota akan membawa masalah baru di tempat tinggal mereka.
Hexsa Apiyanto (26), warga asli Penajam Paser Utara, mengaku sangat senang menyaksikan detik-detik Presiden Jokowi mengumumkan daerah tempat tinggalnya serta Kutai Kartanegara sebagai lokasi baru ibu kota. Menurutnya, masyarakat asli di sana sangat bangga karena kabupaten yang baru resmi didirikan tahun 2002 silam tersebut, sudah dianggap layak menjadi ibu kota baru menggantikan Jakarta.
"Menurut saya sebagai warga asli orang Penajam Paser Utara sangat senang karena dengan berpindahnya ibu kota ke Penajam Paser Utara pasti meningkatkan pemerataan di Kalimantan, dari sektor pendapat masyarakat dan teknologi di Kalimantan, bisa sama dengan di Jawa,” ungkap Hexsa saat dihubungi DW Indonesia.
Ia pun menambahkan bahwa masyarakat Penajam Paser Utara sejauh ini mendukung keputusan pemerintah. "Sejauh ini belum ada info mereka menolak untuk ibu kota pindah ke Penajam, malahan mereka senang karena kabupaten yang masih dibilang baru ini cepat berkembang,” papar Hexsa.
Khawatir berdampak bagi lingkungan
Taufiq (38), pegawai salah satu anak perusahaan milik negara di Balikpapan, menilai keputusan pemerintah terkait pemindahan ibu kota merupakan keputusan yang prematur. Ia khawatir akan dampak lingkungan yang muncul dari proses pemindahan ibu kota. Pria yang juga lahir dan besar di Balikapapan ini berpendapat bahwa pemerintah seharusnya menata ulang ruang terbuka hijau terlebih dahulu di kedua wilayah sebelum melakukan pembangunan.
"Jangan bicara jauh soal pemindahan ibu kota, kita bicara tentang orang bangun perumahan. Katanya punya AMDAL, tapi nyatanya sebagian besar hutan atau tanaman yang tadinya melindungi dari erosi karena hujan terus dipapas jadi perumahan akhirnya menyebabkan banjir. Sistem perumahan skala kecil saja seperti itu, bagaimana kalau ibu kota?” ujar Taufiq kepada DW Indonesia.
"Daerah-daerah masih punya hutan lindung, kalau kita lihat burung-burung yang langka di Jawa masih ada di Kalimantan, hewan-hewan seperti payau, kijang, kucing hutan, masih terlihat. Nanti itu seperti apa relokasinya kalau sudah jadi wilayah pemerintahan baru?” Taufiq menambahkan.
Lebih lanjut ia juga menyoroti keadaan infrastruktur jalan di Kecamatan Samboja, Kabupaten Kutai Kartanegara, yang menurutnya kerap kali diterjang banjir saat hujan tiba akibat dampak aktivitas pertambangan batubara di wilayah tersebut.
Senada dengan Taufiq, Vajri (27), warga asli Samarinda, menuturkan bahwa kondisi sejumlah infrastruktur di Kalimantan Timur masih belum siap sebagai ibu kota baru negara. Ia berharap seiring dengan pembangunan yang akan berjalan pada tahun 2020 mendatang, masalah-masalah tersebut dapat segera diatasi.
"Secara pemberitaan sih sepertinya siap, tapi saya yang tinggal di sini yang merasakan kondisinya, memang benar di Kaltim itu ada dua bandara besar di Balikpapan dan di Samarinda. Cuma masalah sekarang ini untuk akses ke bandara besar masih belum bagus karena kondisinya yang menuju bandara Samarinda, kemarin habis lebaran sempat hujan deras dan langsung akses ke bandara terputus karena banjir,” jelas Vajri.
"Mungkin di Kaltim sudah biasa dengan daerah tambang dan kelapa sawit cuma jangan lagi ditambah dengan pengrusakan lingkungan lagi dengan adanya rencana pemindahan ibu kota,” Vajri menambahkan.
Seperti Hexsa, terlepas dari kekhawatiran yang ada, Taufik dan Vajri pun berharap rencana pemindahan ibu kota dapat meningkatkan pemerataan di Kalimantan, khususnya di Kalimantan Timur hinga tidak ada lagi ketimpangan antara Jawa dan luar Jawa.
Bagaimana dengan Jakarta?
Kepada DW Indonesia, Hani (29) warga Jakarta, mendukung keputusan pemerintah untuk memindahkan ibu kota dan pusat pemerintahan dari Jakarta. Ia pun mengaku tidak keberatan dengan berpindahnya ‘label' ibu kota ke wilayah lain, dikarenakan kondisi Jakarta yang saat ini mengharuskan adanya pemindahan tersebut. Ia pun meyakini pemindahan ibu kota tidak akan mengganggu jalannya aktivitas warga Jakarta.