Hukuman kebiri kimia pertama untuk pemerkosa anak belum bisa diterapkan tanpa petunjuk teknis
Juru bicara Kejaksaan Agung, Mukri, menyebut vonis kebiri kimia Muh Aris, kasus pertama di Indonesia, belum bisa diterapkan karena tak ada petunjuk
Akan tetapi, efek dari pemberian suntikan itu, kehidupan orang tersebut secara keseluruhan akan terganggu.
"Misalnya yang ringan, dia bertambah gemuk, lemak makin banyak, otot berkurang. Kemudian tulang keropos. Kalau diteruskan akan terjadi kurang darah. Fungsi kognitif terganggu. Hidupnya jadi tidak bagus," jelas Wimpie Pangkahila kepada BBC Indonesia.
Agar betul-betul hormon testosteron tersebut menurun atau hilang, kata Wimpie, penyuntikkan dilakukan berkali-kali. Biaya yang dikeluarkan pun, bervariatif.
"Tergantung jenis obatnya, ada yang murah atau terjangkau. Kalau pakai obat yang harga terjangkau, mungkin lima kali (suntik) mulai terasa."
Tapi, ia mewanti-wanti bahwa seseorang yang telah disuntik kebiri bisa kembali normal.
"Kalau misalnya orang itu ke dokter terus dokter tidak tahu dia sedang dihukum (kebiri), dia lalu minta pertolongan maka dokter itu bisa mengembalikan hormon itu asal belum terlalu buruk," jelasnya.
"Jadi kalau dikembalikan, kembali lagi dia."
Kejaksaan disarankan minta fatwa ke MA
Pakar hukum pidana Universitas Indonesia, Eva Ahyani Djulfa, mengatakan hukuman kebiri kimia terancam kandas jika tidak ada dokter yang mau melaksanakan.
"Saya tidak bisa bayangkan jika pidana ini dijatuhkan tapi tidak bisa dieksekusi. Karena kan tidak mungkin selain dokter yang melakukan. Tidak mungkin bidan atau perawat," ujar Eva Ahyani kepada BBC Indonesia.
Menurutnya untuk menengahi persoalan ini Kejaksaan Agung bisa meminta fatwa ke Mahkamah Agung (MA) untuk memberikan pendapatnya atas kebiri kimia.
"Mahkamah Agung bisa memberikan pandangan atas perspektif yang berbeda tadi, tentang pemaknaan kebiri kimia. Yaitu bukan hukuman atau rehabilitasi," sambungnya.
"Jika dianggap bahwa kebiri bukan pidana tambahan tapi tindakan filosofisnya diubah, bukan mempidana tapi mengobati. Dalam perspektif itu, harusnya tidak bertentangan dengan sumpah jabatan (dokter)."
Lebih jauh Eva menilai, hukuman kebiri kimia sudah sepatutnya tidak diberlakukan di era modern saat ini. Dimana konsep "jera" terhadap pelaku kejahatan sudah berubah dari yang sifatnya retributif atau pembalasan ke rehabilitatif atau pemulihan.
"Ini (kebiri) pemikiran yang sangat klasik dan dipertanyakan efektivitasnya."