Xi Jinping Abaikan Modus Operandi 'Ultimatum dan Ancaman' Trump
Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump telah melontarkan ancaman untuk menuntaskan konsesi dalam perang dagangnya
Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, CALIFORNIA - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump telah melontarkan ancaman untuk menuntaskan konsesi dalam perang dagangnya dengan Tiongkok.
Namun tampaknya Trump harus berusaha lebih keras karena Presiden Tiongkok Xi Jinping menolak untuk 'bermain' sesuai aturan AS.
Seperti yang disampaikan seorang Pengamat sekaligus Profesor Ekonomi Politik di Saint Mary's College of California kepada Russia Today.
"Modus Operandi Trump adalah mengeluarkan ultimatum, penghinaan dan bahkan ancaman untuk membuat lawannya bernegosiasi mengikuti permainan mereka secara psikologis," ujar Rasmus.
Ini juga sejak awal menjadi cara Trump untuk mendapatkan kontrol atas agenda perundingan.
Skenarionya, sang lawan, dalam hal ini Tiongkok akan merespons ultimatum Trump secara hiperbola dan pemimpin AS itu akan melakukan negosiasi pada momen tersebut.
Baca: Aksi 22 Mei Disebut Skenario Pemerintah, Moeldoko Geram: Nggak Logis!
Baca: Sekjen Sebut Menag Pasang Badan untuk Meloloskan Haris Hasanuddin Sebagai Kakanwil Kemenag Jatim
Baca: KPK Pasang Target Tuntaskan Kasus Korupsi Bank Century
Dikutip dari laman Russia Today, Rabu (12/6/2019), Trump berencana menerima sesuatu yang ia anggap kurang, namun dimulai dari sesuatu yang ekstrem.
"Saat Presiden AS berhasil memperoleh beberapa konsesi dari mitra asingnya, ia akan berbohong dan melebih-lebihkan apa yang telah dicapai, untuk membuat pemilih di dalam negeri terkesan," jelas Rasmus.
Rasmus menambahkan, Trump ingin menunjukkan bahwa di hadapan pemerintah asing, ia adalah sosok yang 'tangguh'.
"Itulah esensi nasionalisme ekonominya,".
Faktanya, sikap Trump terhadap kebijakan luar negeri dibentuk oleh 'neokonsen dan garis keras' pada timnya.
"Seperti Penasehat Keamanan Nasional AS John Bolton dan Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo yang 'meletakkan' gagasan tersebut pada telinga Trump,".
Trump berusaha menggunakan pembicaraan 'menekannya' yang biasa ia lakukan dalam perang dagang yang kini sedang berlangsung, namun Tiongkok tidak akan bermain sesuai aturan yang diinginkan Trump.
Perlu diketahui, Xi sejauh ini belum terkena 'umpan' yang disebar Trump.
Jika Presiden Tiongkok itu merespons sesuai yang diharapkan AS, maka Trump hanya akan mengintesifkan tuntutan dan ultimatumnya.
AS dan Tiongkok terlibat dalam perang dagang setelah Trump mengenakan tarif pada barang-barang Tiongkok dan menuduh negeri tirai bambu itu telah mengambil keuntungan dari ekonomi AS.
Pada kesempatan lainnya, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok Geng Shuang menyampaikan apa yang selama ini dilakukan negaranya untuk menghadapi AS.
"Tiongkok pun membalas AS menggunakan cara yang sama, namun lebih menekankan bahwa kami siap untuk melakukan perundingan dalam hal yang sama," kata Shuang, Senin waktu Tiongkok.
"Kami tidak menginginkan perang dagang, namun jika AS terus meningkatkan friksi perdagangan, maka kami akan menanggapi secara tegas dan berjuang sampai akhir,".
Pada Desember lalu, kedua belah pihak sepakat untuk tidak memberlakukan lebih banyak tarif dan membuka jalan untuk negosiasi.
Beberapa kali kedua negara telah melakukan pembicaraaan, namun tidak ada kesepakatan yang tercapai.
Trump pun gemas dan mengancam Tiongkok melalui rencana penerapan kenaikan tarif baru.
Kemudian pada Senin lalu waktu AS, Trump akhirnya melemparkan ancaman bahwa tarif akan segera dinaikkan jika Xi Jinping tidak menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 pada 28-29 Juni mendatang di Osaka, Jepang, dan bertemu dengannya untuk membicarakan perdagangan dengan AS.