Minggu, 5 Oktober 2025

Huawei: Kisah perjalanan perusahaan kontroversial yang dituduh sebagai mata-mata Cina

Perjalanan Huawei menjadi perusahaan perangkat telekomunikasi terbesar di dunia sangat panjang. Kini, keberadaannya ditentang AS yang menuduhnya

Ia meninggalkan dunia militer tahun 1983 ketika Cina mulai memperkecil jumlah pasukannya. Ia lantas terjun ke usaha elektonik.

Ren mengakui, ia bukan pengusaha hebat pada mulanya.

"Saya adalah orang yang bergelut di dunia militer sepanjang umur saya saat itu, saya terbiasa melakukan apa yang diperintahkan," tutur Ren.

"Tiba-tiba, saya mulai bekerja di tengah sistem ekonomi pasar. Saya benar-benar tersesat. Tentu saja saya juga merugi, saya juga dicurangi, dan saya dikhianati."

Kompleks kantor Huawei
BBC

Namun ia cepat belajar, dan menjadi pembelajar yang giat akan praktik bisnis dunia barat dan sejarah Eropa.

"Saya melakukan riset tentang apa sebenarnya yang dimaksud dengan ekonomi pasar," katanya. "Saya membaca buku tentang hukum, termasuk buku-buku hukum Eropa dan AS. Saat itu, hanya ada sedikit buku terkait hukum Cina, dan saya harus membaca itu di buku hukum Eropa dan AS."

Lima tahun kemudian, ia mendirikan Huawei - nama tersebut dapat diterjemahkan dengan frasa "pencapaian yang sangat baik" atau "Cina bisa" - untuk menjual perangkat telekomunikasi sederhana ke pasar pedalaman Cina.

Dalam beberapa tahun, Huawei lantas mengembangkan dan memproduksi perangkat mereka sendiri.

Sekitar awal tahun '90-an, Huawei memenangkan kontrak dari pemerintah untuk menyediakan perangkat telekomunikasi bagi Tentara Pembebasan Rakyat.

Hingga tahun 1995, perusahaan tersebut memperoleh pendapatan penjualan sekitar US$220.000 atau sekitar Rp3 miliar, sebagian besar berasal dari penjualan ke pasar pedalaman.

Pada tahun berikutnya, Huawei memperoleh status sebagai "juara nasional" Cina. Pada praktiknya, ini berarti pemerintah menutup pasar terhadap kompetisi asing.

Perekonomian Cina yang tumbuh dengan angka rata-rata 10% per tahun memberikan keuntungan yang tidak sedikit. Namun hanya ketika Huawei mulai merambah ke mancanegara pada tahun 2000, angka penjualannya membludak.

Tahun 2002, Huawei memperoleh US$552 juta atau Rp7 triliun dari penjualan pasar internasionalnya. Hingga akhirnya pada tahun 2005, kontrak pasar internasionalnya melampaui bisnis domestik mereka untuk pertama kalinya.

Masa-masa awal Ren berbisnis menanamkan dalam dirinya sebuah hasrat untuk melindungi perusahaannya dari godaan dan fantasi akan pasar saham. Huawei didirikan secara pribadi dan dimiliki oleh pegawainya.

Hal ini memberi Ren kekuatan untuk memutar lebih banyak uang untuk keperluan riset dan pengembangan (R&D). Setiap tahun, Huawei menghabiskan US$20 miliar atau sekitar Rp283 triliun untuk hal tersebut - salah satu pendanaan terbesar di dunia untuk keperluan R&D.

"Perusahaan-perusahaan publik harus sangat memerhatikan arus keluar-masuk keuangan mereka," ujarnya.

"Mereka tidak bisa terlalu banyak berinvestasi, jika tidak keuntungan akan anjlok, begitu juga harga saham mereka. Di Huawei, kami memperjuangkan idealisme kami. Kami tahu jika kami menyuburkan 'tanah' kami, maka keuntungan yang didapat akan lebih berlimpah. Begitulah cara kami berhasil unggul dan sukses."

Sebuah cerita di masa-masa awal berdirinya perusahaan mengisahkan bagaimana Ren memasak untuk karyawannya (ia suka memasak). Tiba-tiba ia keluar dari dapur dan mengumumkan ke seantero ruangan: "Huawei akan menjadi tiga pemain teratas dalam pasar komunikasi global 20 tahun dari sekarang!"

Dan itu lah yang persis terjadi. Faktanya, ambisi-ambisi tersebut bahkan terlampaui.

Kini, Huawei merupakan pedagang perangkat jaringan telekomunikasi terbesar di dunia.

Dari perusahaan rintisan hingga menjelma menjadi perusahaan seperti Apple, Huawei kini menjual lebih banyak telepon pintar dibandingkan Apple.

Akan tetapi, bayang-bayang terus meliputi kesuksesan internasional Huawei.

Hubungan Ren dan Huawei dengan Partai Komunis Cina telah memunculkan kecurigaan bahwa perusahaan tersebut berutang budi pada pemangku kekuasaan politik Cina atas keberhasilan mereka. Amerika Serikat menuduh Huawei sebagai alat pemerintah Cina.

Itu adalah tuduhan yang dibantah Ren.

"Tolong jangan menganggap kesuksesan Huawei saat ini karena kami memiliki hubungan khusus," tuturnya. "Bahkan badan usaha milik negara telah 100% gagal. Apakah hubungan khusus bisa menjamin kesuksesan? Kesuksesan Huawei sebagian besar berkat kerja keras kami."

Awal mula kasus Huawei mengemuka

Hari itu tanggal 1 Desember 2018. Presiden AS Donald Trump dan Presiden Cina Xi Jinping menikmati makan malam stik daging sirloin panggang yang ditutup dengan kue panekuk gulung karamel pada pertemuan G20 di Buenos Aires, Argentina.

Mereka harus mendiskusikan banyak hal. Amerika dan China tengah terlibat perang dagang - menerapkan bea terhadap komoditas masing-masing - dan pertumbuhan kedua negara diperkirakan rendah. Hal ini memupuk kekhawatiran akan melambatnya perekonomian global.

Dalam pertemuan tersebut, kedua pemimpin negara sepakat menerapkan 'gencatan senjata', di mana Trump kemudian mencuit di akun Twitternya bahwa "Hubungan dengan China mengalami lompatan kemajuan yang besar!"

Namun ribuan kilometer di utara Kanada, aksi penangkapan terjadi dan menimbulkan keraguan akan upaya pendekatan yang tengah dijalani.

Meng Wanzhou, kepala bidang keuangan Huawei sekaligus putri tertua Ren Zhengfei, ditahan aparat Kanada ketika berpindah penerbangan di Bandara Vancouver.

Penangkapan tersebut merupakan permintaan AS, yang menuduhnya melanggar sanksi terhadap Iran.

"Saat ia ditahan, sebagai ayahnya, hati saya hancur," ungkap Ren, emosional.

"Bagaimana mungkin saya tega melihat anak saya mengalami hal itu? Namun yang terjadi, sudah terjadi. Kami hanya bisa mengandalkan hukum untuk menyelesaikan masalah ini."

Masalah yang merundung Huawei itu baru permulaan. Hampir dua bulan kemudian, Departemen Kehakiman AS melayangkan dua tuduhan terhadap Huawei dan Meng.

Pada tuduhan pertama, Huawei dan Meng didakwa telah menyesatkan pihak bank dan pemerintah AS terkait bisnis Huawei di Iran.

Tuduhan kedua - terhadap Huawei - melibatkan tuduhan kriminal termasuk menghalangi upaya penegakkan hukum dan percobaan pencurian rahasia perdagangan.

Baik Huawei maupun Meng menyangkal kedua tuduhan tersebut.

Tuduhan pencurian rahasia perdagangan berpusar pada sebuah alat robotik - dikembangkan oleh T-Mobile - bernama Tappy.

Berdasarkan dokumen hukum, Huawei mencoba membeli Tappy, sebuah alat yang meniru jari tangan manusia dengan menyentuh layar telepon genggam secara cepat untuk menguji tingkat keresponsifan.

T-Mobile kala itu tengah menjalin kerja sama dengan Huawei, namun mereka menolak penawaran perusahaan China tersebut, karena khawatir Huawei akan menggunakan teknologi itu untuk menciptakan telepon bagi pesaing T-Mobile.

Diduga bahwa salah satu karyawan Huawei AS menyelundupkan lengan robotik Tappy ke dalam tasnya sehingga ia bisa mengirimkan rincian robot itu kepada rekannya di Cina.

Setelah dugaan pencurian tersebut terungkap, karyawan Huawei tersebut mengklaim bahwa lengan robotik itu tak sengaja jatuh dan masuk ke dalam tasnya.

Huawei mengklaim bahwa karyawan tersebut beraksi sendirian, dan kasus itu telah diselesaikan di pengadilan tahun 2014 lalu. Namun kasus terakhir menunjukkan adanya jejak email antara para manajer Huawei di Cina dan para karyawan Huawei di AS, menyeret manajemen Huawei ke dalam pusaran tuduhan pencurian.

Tuduhan itu juga merinci bukti adanya skema bonus dari tahun 2013, yang menawarkan pegawai Huawei hadiah uang bagi mereka yang bisa mencuri informasi rahasia dari para pesaing.

Huawei telah membantah terdapatnya skema itu.

Ini bukan kali pertama Huawei dituduh mencuri rahasia perdagangan. Selama bertahun-tahun, perusahaan seperti Cisco, Nortel dan Motorola telah menuduh Huawei atas kasus serupa.

Namun kekhawatiran AS akan Huawei lebih dari sekadar aksi mata-mata dalam ranah industri. Selama lebih dari satu dekade, pemerintah AS menganggap perusahaan itu sebagai perpanjangan tangan Partai Komunis Cina.

Kekhawatiran tersebut semakin menguat dengan hadirnya internet 5G atau internet "generasi kelima", yang menjanjikan kecepatan unduh 10 sampai 20 kali lebih cepat dibanding saat ini, serta konektivitas lebih mumpuni antar perangkat.

Sebagai penyedia infrastruktur telekomunikasi terbesar di dunia, Huawei merupakan salah satu perusahaan terbaik untuk membangun jaringan 5G. Namun AS telah memperingatkan sekutu intelijen mereka bahwa menjalin kontrak dengan Huawei sama saja dengan membiarkan Cina memata-matai mereka.

Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo baru-baru ini mengeluarkan peringatan terkait Huawei, di mana ia mengatakan, "Jika suatu negara mengadopsinya (Huawei) dan menanamnya dalam sistem informasi penting mereka, kami tak bisa berbagi informasi dengan negara tersebut."

AS, Jerman, dan Kanada tengah mengkaji apakah produk Huawei mengandung ancaman keamanan.

Australia mengambil langkah lebih awal dan lebih jauh tahun lalu, dan melarang penyedia perangkat mana pun "yang kemungkinan menjadi subjek yang dikendalikan secara ekstrayudisial oleh pemerintah asing."

Nama Huawei tidak disebut secara langsung, namun Danielle Cave dari Australian Strategic Policy Institute menyatakan bahwa perusahaan tersebut mengandung risiko kemanan nasional akibat hubungan mereka dengan pemerintah Cina.

Ia merujuk pada pasal dalam undang-undang Cina yang membuat sebuah perusahaan tidak mungkin menolak permintaan bantuan dari Partai Komunisa Cina dalam upaya pengumpulan informasi intelijen.

"Yang harus diakui, yang terlewat dari debat ini adalah bukti yang tak bisa dibantah ini," ujarnya.

"Bagi masyarakat umum yang memiliki ponsel Huawei, ini bukan masalah besar. Namun jika Anda adalah pemerintah negara barat yang harus melindungi keamanan nasionalnya - mengapa Anda harus mau membuka akses terhadap perusahaan yang dalam sistem politiknya mengijinkan pemerintah Cina ikut terlibat?"

Terkait hal ini, Ren mengatakan bahwa sumber daya Huawei tak pernah dan tak akan pernah digunakan untuk memata-matai bagi pemerintah Cina.

"Pemerintah Cina dengan jelas menyatakan bahwa mereka tak akan meminta perusahaan untuk memasang pintu belakang," paparnya.

"Pintu belakang" adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan titik masuk rahasia dalam suatu perangkat lunak atau sistem komputer yang memberikan akses kepada seseorang atau entitas tertentu yang memasangnya untuk masuk ke dalam sistem tersebut.

"Huawei juga tak akan melakukan itu," lanjutnya.

"Keuntungan penjualan kami saat ini mencapai ratusan miliar dolar. Kami tak akan membahayakan keburukan negara kami dan pelanggan kami di seluruh dunia hanya untuk itu. Kami bisa kehilangan bisnis kami. Saya tidak akan mengambil risiko itu."

China di bawah Xi Jinping

Zhou Daiqi adalah kepala bidang etika dan penyesuaian Huawei.

Ia telah bekerja di perusahaan itu selama 25 tahun, di sejumlah posisi - kepala teknisi, direktur departemen perangkat keras, juga kepala pusat penelitian di Xi'an, berdasarkan biografi yang tertulis di situs perusahaan itu.

Ia juga dikenal memadukan tugas-tugasnya sebagai seorang pejabat perusahaan kelas atas dengan peran lainnya - sekretaris partai untuk komite Partai Komunis Cina.

Seluruh perusahaan di Cina disyaratkan oleh undang-undang untuk memiliki komite Partai Komunis.

Profil Zhou Daiqi di situs Huawei
BBC
Profil Zhou Daiqi di situs Huawei

Kalimat resminya yaitu bahwa komite tersebut dibentuk untuk memastikan bahwa para pegawai perusahaan menjungjung tinggi moral bangsa dan nilai-nilai sosial. Perwakilan dari komite sendiri sering kali ditugasi membantu menyelesaikan masalah keuangan para pekerja.

Namun kritikus sistem satu-partai Cina menyatakan bahwa mereka membiarkan negara melakukan kontrol terhadap perusahaan China. Mereka juga mengatakan bahwa tingkat kontrol itu sendiri semakin meningkat beberapa tahun terakhir.

"(Presiden) Xi Jinping memberlakukan kontrol yang lebih luas terhadap komunitas bisnis di Cina," ujar Elliot Zaagman yang rutin memberikan masukan terhadap perusahaan-perusahaan China terkait strategi kehumasan mereka. "Sementara perusahaan-perusahaan ini semakin kuat dan berpengaruh di mancanegara, partai tak mau kehilangan kontrol terhadap mereka."

Ren, meski demikian, berkukuh bahwa peran komite Partai Komunis di Huawei jauh lebih tidak penting dibandingkan apa yang diyakini maysrakat barat.

"(Komite itu) hanya ada untuk mengedukasi pegawai," ujarnya. "Ia tidak terlibat dalam pembuatan keputusan bisnis."

Di China, kebanyakan pejabat perusahaan merupakan anggota Partai Komunis.

Setiap tahun, mereka dengan patuh hadir dalam Konferensi Konsultasi Politik Rakyat Cina (CPCC) yang digelar bersamaan dengan Kongres Rakyat Nasional (NPC).

NPC dihadiri masyarakat dan ketua nasional partai, pejabat dan pemimpin perusahaan. Namun CPCC adalah tempat di mana komunitas bisnis menunjukkan komitmen mereka terhadap partai.

Menjadi anggota partai membuka kesempatan berjejaring - seperti ketika seseorang ingin bergabung dengan suatu asosiasi bisnis.

Elliot Zaagman menyatakan bahwa ini merupakan sistem yang menuntut kesetiaan.

"Tak ada pemisah antara partai dan negara," ujarnya.

"Sistem di Cina mendorong kurangnya transparansi dalam perusahaan-perusahaan seperti Huawei."

Kekhawatirannya adalah bahwa hubungan dekat ini mengindikasikan jika Partai Komunis meminta suatu perusahaan untuk melakukan sesuatu, maka mereka tak punya pilihan kecuali untuk mematuhinya.

Dan jika perusahaan tersebut merupakan perusahaan yang terlibat dengan proyek infrastruktur telekomunikasi global yang sensitif, maka tak aneh masyarakat barat jadi khawatir.

Tak ada bukti untuk menunjukkan bahwa Huawei tengah diperintah oleh pemerintah Cina, atau bahwa Beijing memiliki rencana untuk mendikte rencana bisnis dan strategi Huawei - khususnya terkait upaya memata-matai.

Namun cara Partai Komunis Cina dengan kuat membela Huawei telah memunculkan berbagai pertanyaan terkait sebebas apa sebenarnya perusahaan itu dari pengaruh pemerintah.

Sebagai contoh, Beijing menyatakan bahwa penahanan Meng Wanzhou merupakan bentuk pelanggaran hak asasi manusia.

Dan sementara kasus ekstradisi Meng ke AS masih berjalan, Cina kini menahan dua warga Kanada dan menuduh mereka mencuri rahasia negara. Pengamat menilai penahanan itu terkait dengan penangkapan Meng.

Meski tak berkomentar terkait penahanan warga Kanada, Ren menyatakan bahwa pembelaan Cina terhadap Huawei dapat dipahami.

"Adalah kewajiban pemerintah Cina untuk melindungi warga negaranya," ujar Ren.

"Jika Amerika berusaha untuk unggul dengan menindas perusahaan teknologi tinggi terbaik Cina, maka tak heran jika pemerintah Cina, sebagai balasannya, melindungi perusahaan tersebut."

"Selama beberapa tahun terakhir, telah ada banyak pertanda adanya tekanan lebih besar dari pemerintah untuk membuat perusahaan-perusahaan swasta, khususnya perusahaan teknologi, untuk bekerjasama dengan peraturan partai - bahkan ketika mereka sangat menentangnya.

Masalah perusahaan jasa antar-jemput raksasa Cina, Didi Chuxing, merupakan contoh kesulitan yang dihadapi perusahaan-perusahaan Cina ketika mereka mencoba memperjuangkan kebebasan mereka di tengah tekanan pemerintah.

Perilaku Cina terkait pengumpulan data dan kerahasiaan data berbeda dengan yang berlaku di dunia barat - banyak orang tak peduli jika perusahaan memiliki akses terhadap data mereka, dengan alasan hal itu menambah kenyamanan mereka dalam menjalani hidup dan bekerja.

Maka tidaklah aneh ketika, setelah terjadi dua kasus pembunuhan penumpang oleh pengendara Didi, anggota dewan menggunakan skandal tersebut untuk memaksa Didi membagikan lebih banyak data perusahaan dengan pemerintah. Namun Didi menolak - dengan alasan privasi konsumen. Di bawah undang-undang Cina, mereka tak punya pilihan kecuali untuk patuh.

Ketika mereka melakukannya, mereka memberikan "tiga kotak berisi data dalam bentuk kertas, termasuk 95 salinan tercetak untuk diulas aparat."

Menurut Samm Sacks dari Center for Strategic and International Studies (CSIS), kasus itu menunjukkan bahwa "akses pemerintah terhadap data di Cina tidak sebebas yang banyak orang di luar Cina pikirkan."

Ia menyatakan bahwa hal ini menunjukkan bahwa ada "semacam aksi saling tarik menarik antara pemerintah dengan perusahaan-perusahaan terkait data."

Bagaimana ujung dari kasus tersebut akan menentukan bagaimana pemerintah asing melihat perusahaan Cina saat berbisnis mancanegara.

Perusahaan seperti Huawei telah tumbuh dalam sebuah sistem di mana agar bisa bertahan dan menang mereka memerlukan hubungan yang kuat dengan pemerintah Cina - tak ada pilihan lain. Namun hubungan semacam ini dapat menciderai reputasi mereka di kancah dunia.

"Ini merupakan dua sistem yang berbeda," ujar Zaagman. "Bayangkan ini seperti soket listrik. Steker Cina tidak cocok dengan soket yang ada di barat."

Apa yang dipertaruhkan?

"Pada dasarnya Anda ingin terhubung dengan segala sesuatu yang bisa dihubungkan."

Zhu Peiying, kepala laboratorium jaringan nirkabel 5G Huawei, tengah menunjukkan perangkat-perangkat yang bisa terhubung dengan teknologi baru tersebut. Mulai dari sikat gigi pintar yang mengumpulkan data tentang sebaik apa Anda menyikat gigi Anda, hingga gelas pintar yang mengingatkan Anda ketika Anda sebaiknya minum air, ini adalah dunia di mana segalanya bisa diukur dan dianalisa.

Paling canggih, segalanya yang ada di dalam kota bisa dihubungkan - mobil nirkemudi, temperatur bangunan, kecepatan transportasi publik - dan masih banyak lagi.

Huawei diperkirakan lebih unggul satu tahun dibanding para pesaingnya dalam hal keahlian teknologi dan apa yang bisa ditawarkan kepada masyarakat, menurut para pakar industri.

Diperkirakan bahwa perusahaan itu juga berani menawarkan harga yang 10% lebih murah dibandingkan para pesaingnya, meski para kritikus mengklaim bahwa hal itu karena adanya sokongan pemerintah.

Ren membantah hal itu. Ia menyatakan bahwa Huawei tidak menerima subsidi pemerintah.

Ia menyatakan bahwa alasan sebenarnya di balik resistensi AS terhadap Huawei adalah teknologi lebih ungguh yang dimiliki perusahaan itu.

"Tak mungkin AS bisa mengalahkan kami," ujarnya. "Dunia membutuhkan Huawei karena kami lebih canggih. Bahkan jika mereka membujuk lebih banyak negara untuk tidak menggunakan produk kami, untuk sementara kami bisa mengurangi volume sedikit."

Litbang di Cina
BBC

Banyak pakar menyatakan bahwa pengecualian Huawei dari jaringan AS sebenarnya dapat menyebabkan AS tertinggal dalam hal kemampuan 5G-nya.

"Ini bisa jadi berarti bahwa kita tidak akan bisa berpartisipasi dalam jaringan campuran (menggunakan Huawei) di Eropa dan Asia," ujar Samm Sacks dari CSIS. "Hal itu akan membuat kita sangat merugi."

Di dunia nyata, hal ini bisa berarti terciptanya dunia dengan dua internet - atau banyak pengamat menyebutnya "tirai baja digital" - memisahkan dunia ke dalam kelompok yang berbisnis dengan perusahaan-perusahaan China seperti Huawei, dan mereka yang tidak.

Akibat tekanan AS dan sekutunya, bagian hubungan masyarakat Huawei tengah gencar bergerak untuk melobi konsumen dan pihak pemerintahan asing.

Litbang di Cina
BBC

Baru-baru ini, boss Vodafone Nick Read meminta AS menunjukkan bukti yang mereka miliki terkait Huawei, sementara Andrus Ansip, wakil presiden Komisi Eropa untuk pasar digital tunggal, menyatakan dalam cuitannya bahwa ia telah menemui CEO harian Huawei untuk mendiskusikan pentingnya keterbukaan dan transparansi, selagi mereka menjajaki bentuk kerjasama.

Namun kecurigaan terhadap Huawei tetap ada.

Sebuah perusahaan keamanan melaporkan adanya lonjakan pertanyaan oleh klien mereka dari pihak pemerintahan di Asia terkait Huawei.

"Beberapa di antara mereka menanyakan kepada kami apakah kekhawatiran mereka terhadap Huawei beralasan," ujar seorang pengamat yang tak mau diketahui identitasnya, yang mengonsultasi sejumlah pemerintahan negara di Asia.

Ren optimistis terkait kekhawatiran tersebut.

"Bagi negara yang percaya mereka (yang mencurigai Huawei), kami akan menahan diri," tuturnya. "Bagi negara yang merasa Huawei dapat dipercaya, kami akan bergerak sedikit lebih cepat. Dunia itu sangat luas. Kami tak bisa menggapai semuanya."

Namun ini bukan hanya sekedar tentang satu perusahaan atau satu CEO dan keluarganya.

Semakin ke sini, hal ini dianggap sebagai pertarungan antara dua kekuasaan dunia, dan yang mana kah yang akan menguasai masa depan.

Pada masa-masa awal China mulai terbuka, presiden-presiden AS seperti George HW Bush mendukung manfaat terjalinnya kerjasama.

"Tak ada negara di planet bumi yang telah menemukan cara untuk mengimpor komoditas dan servis dari dunia sambil menghentikan gagasan asing di perbatasan," ujar Bush dalam pidatonya tahun 1991 lalu.

"Persis seperti gagasan demokrat yang telah mengubah banyak negeri di setiap benua, demikian juga, perubahan mau tak mau akan terjadi di Cina."

1989: George HW Bush di Beijing - ia mendorong kerjasama ekonomi dengan China
Getty Images
1989: George HW Bush di Beijing - ia mendorong kerjasama ekonomi dengan Cina.

Pemerintahan-pemerintahan AS sebelumnya meyakini bahwa kerjasama ekonomi dengan Cina akan membuat Cina mengikuti jalur yang lebih bebas, lebih liberal.

Tak ada yang menyangkal bahwa Cina membuat langkah luar biasa dalam 40 tahun terakhir. Pereknomian bertumbuh dengan angka tahunan rata-rata 10% selama tiga dekade, membantu mengangkat 800 juta warganya keluar dari jurang kemiskinan. Kini, Cina merupakan ekonomi terbesar kedua di dunia, di bawah AS.

Beberapa pengamat memperkirakan ekonomi China akan melampaui Amerika tahun 2030 mendatang.

Mereka mencapai hal itu sambil menjaga sistem satu-partai dan supermasi Partai Komunis di sana.

Namun kesuksesan mereka menciptakan kekhawatiran bahwa hal ini hanya bisa tercapai dengan kontrol pemerintah yang sangat besar terhadap perusahaan-perusahaan yang ada di sana. Yang ditakutkan, kontrol tersebut dapat digunakan untuk mewujudkan cita-cita Partai Komunis - yang belum jelas apa hingga saat ini.

"Ini adalah pedang bermata dua bagi Cina," ujar Danielle Cave. "(Berkat undang-undang yang ada) Partai Komunis Cina membuat sebenarnya tidak mungkin perusahaan-perusahaan Cina melebarkan sayap mereka tanpa mengundang kecuriagaan yang bisa dipahami."

Di samping itu, Cina kini menjadi lebih otoriter di bawah pemerintahan Xi Jinping.

Xi Jinping
Getty Images

"Xi secara sistemik merusak setiap sifat yang sebenarnya membuat Cina sangat berbeda dan membantunya sukses di masa lalu," tulis Jonathan Tepperman, pemimpin redaksi Foreign Policy.

"Upayanya mungkin bisa meningkatkan kekuasaan dan martabatnya dalam jangka pendek dan mengurangi beberapa bentuk korupsi. Sebaliknya, meski demikian, kampanye Xi akan mengakibatkan konsekuensi jangka panjang yang menghancurkan terhadap negaranya dan dunia."

Namun Ren menyangkal hal itu, dan berkukuh bahwa Cina kini lebih terbuka dibanding sebelumnya.

"Jika pertemuan ini terjadi 30 tahun lalu," ia merujuk pada wawancara ini, "tentu ini sangat berbahaya bagi saya. Kini, saya bisa jujur dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan sulit. Ini menunjukkan bahwa Cina memiliki lingkungan politik yang lebih terbuka."

Ren juga tetap optimistis dengan arah yang dituju Cina di masa depan.

Huawei
BBC

"Cina kurang lebih telah mencoba untuk menutup diri dari dunia luar selama 5.000 tahun," ujarnya.

"Namun kita justru miskin, tertinggal dari negara-negara lain. Hanya selama 30 tahun terakhir sejak Deng Xiaoping membuka pintu Cina ke dunia luar, Cina menjadi lebih sejahtera. Untuk itu, Cina harus terus bergerak maju di jalur reformasi dan keterbukaan."

Di salah satu sudut di kampus Huawei yang luas terbentang di kota Shenzen, terhampar sebuah danau buatan. Tampak berenang di sana dua ekor angsa hitam.

Ada kisah yang menceritakan bahwa Ren melepaskan burung-burung di sini untuk mengingatkan kejadian "angsa hitam" - bencana keuangan tak terduga dan amat menghancurkan yang tak mungkin dipersiapkan. Ia menyangkal hal itu dan menyebutnya sebagai mitos urban belaka, namun sulit untuk tidak memikirkan hal tersebut saat melihatnya.

Sumber: BBC Indonesia
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved