Oscar 2019: Kisah tentang pembalut di India yang memenangi penghargaan
Film dokumenter pendek yang mengisahkan bagaimana desa kecil di India melawan hal-hal tabu tentang menstruasi berhasil memenangi penghargaan
"Ketika saya minta izin ibu, dia berkata, 'tanya ayahmu'. Di keluarga kami, semua keputusan penting harus diputuskan oleh seorang pria."
- Gara-gara patung tertinggi di dunia, kaum petani India marah
- Menteri India: Orang India adalah penemu internet dan teknologi satelit
- Para orang suci transgender dalam prosesi Hindu di India
Dia sangat malu ketika harus memberitahu ayahnya bahwa dia akan bekerja membuat pembalut, jadi dia mengatakan kepada ayahnya bahwa dia akan membuat popok bayi.
"Baru dua bulan kemudian, ibu memberitahu ayah saya bahwa saya membuat pembalut," ujarnya sambil tertawa.
Dan ayahnya berujar,"Tak apa, pekerjaan adalah pekerjaan."
Kini, sebanyak tujuh perempuan, antara 18 hingga 31 tahun, bekerja di unit ini. Mereka bekerja dari pukul 9 pagi hingga 5 sore selama enam hari dalam seminggu dan mendapat gajii sebesar 2,500 rupee, atau hampir Rp500 ribu tiap bulannya. Pabrik ini menghasilkan 600 pembalut tiap harinya dan produk itu dijual dengan merk Fly.


"Masalah terbesar yang kita hadapi adalah pemadaman listrik. Terkadang kami harus kembali pada malam hari untuk bekerja ketika listrik menyala untuk memenuhi target produksi," kata Sneh.
Bisnis kecil ini yang dijalankan dari rumah dengan dua kamar di desa, telah membantu meningkatkan kebersihan perempuan. Sebelum didirikan, sebagian besar perempuan di desa itu menggunakan potongan kain yang dipotong dari sari tua atau seprai ketika mereka mengalami menstruasi, sekarang 70% menggunakan pembalut.
Produk ini juga menghilangkan stigma tentang menstruasi dan mengubah sikap masyarakat konservatif dengan cara yang tidak terbayangkan beberapa tahun yang lalu.
Sneh mengatakan menstruasi sekarang dibahas secara terbuka di kalangan perempuan. Tapi, katanya, ini bukan perjalanan yang mudah.
"Awalnya sulit. Saya harus membantu ibu saya mengerjakan pekerjaan rumah, saya harus belajar dan melakukan pekerjaan ini. Kadang-kadang selama ujian saya, ketika tekanannya terlalu banyak, ibu saya menggantikan saya bekerja," katanya .
Ayahnya, Rajendra Singh Tanwar, mengatakan dia "sangat bangga" terhadap putrinya. "Jika pekerjaannya bermanfaat bagi masyarakat, terutama perempuan, maka saya merasa senang karenanya."


Pada awalnya, para perempuan menghadapi keberatan dari beberapa penduduk desa yang curiga dengan apa yang terjadi di pabrik itu. Dan ketika kru film tiba di desa itu, mereka terus menanyakan apa yang sedang dilakukan oleh para kru.
Dan beberapa di antara mereka, seperti Sushima Devi yang berusia 31 tahun, masih harus menghadapi perjuangan di rumahnya.
Ibu dari dua orang anak ini mengatakan suaminya menyetujui dirinya bekera di pabrik itu setelah ibu Sneh minta izinnya. Suaminya juga bersikeras bahw dia harus menuntaskan pekerjaan rumahnya terlebih dulu sebelum bekerja di pabrik.