Minggu, 5 Oktober 2025

Termakan Isu Hoaks Penculikan di Grup WA, Warga Meksiko Bakar Hidup-hidup 2 Orang hingga Tewas

Rumor tersebut tidak benar, tetapi segerombolan orang membakar mati dua pria sebelum seorangpun memeriksa kebenarannya.

Editor: Hasanudin Aco
ENFOQUE
Penduduk mengacungkan telepon genggam untuk merekam saat Ricardo dan Alberto dibakar. 

Martinez, yang menyiarkan secara langsung adegan kekerasan tersebut, Castelan, yang meminta minyak tanah dan seorang pria yang disebut sebagai Manuel yang membunyikan lonceng. Mereka adalah tiga dari lima orang itu.

Dua orang yang diduga penghasut dan empat terduga pembunuh masih buron, kata polisi.

Kematian Ricardo dan Alberto Flores di kota kecil Meksiko bukanlah peristiwa sejenis satu-satunya. Rumor dan berita palsu di Facebook dan WhatsApp juga menyebabkan kekerasan mematikan di India, Myanmar dan Sri Lanka, selain negara-negara lain.

Di India, sama seperti Meksiko, teknologi membesarkan desas-desus tentang penculik anak di abad ke-21, membuat informasi lebih cepat dan lebih jauh penyebarannya dengan tingkat ketepatan yang lebih rendah.

WhatsApp yang dibeli Facebook senilai US$19 miliar atau Rp281 triliun pada tahun 2014, dikaitkan dengan serangkaian pembunuhan oleh kerumunan orang di India, yang sering kali dipicu berita palsu penculik anak.

Di negara bagian Assam pada bulan Juni, terjadi kejadian yang mirip dengan di Acatlán, dimana Abhijit Nath dan Nilotpal Das mati dipukuli 200 orang.

Baik WhatsApp maupun Facebook banyak digunakan untuk pemberitaan di Meksiko, menurut laporan Reuters Institute for the Study of Journalism tahun 2018.

Menurut laporan yang sama, 63% pengguna internet di Meksiko mengatakan mereka sangat khawatir atau benar-benar sangat khawatir terkait dengan penyebaran berita palsu.

"Platform digital dipakai sebagai kendaraan untuk menyalurkan yang terbaik dan terburuk dari kita, termasuk ketakutan dan prasangka," kata Manuel Guerrero, direktur School of Communication di Universidad Iberoamericana, Meksiko.

"Dan itu lebih terlihat jika pihak berwajib yang seharusnya dapat menjamin keamanan kita, tidak efektif bekerja," katanya.

Karena ketatnya enkripsi WhatsApp dari ujung ke ujung, asal-usul dari apapun yang dibagikan di app tersebut menjadi sulit dilacak. Perusahaan itu menolak desakan pemerintah India pada bulan Juli untuk membuka enkripsinya dan mengizinkan pemerintah melacak pesan.

WhatsApp telah mengambil sejumlah langkah untuk berusaha menghentikan gelombang ini, dengan menambahkan label pada pesan yang diteruskan dan membatasi jumlah pesan kelompok yang dapat diteruskan ke 20 pihak di dunia dan lima pihak di India.

"Kami percaya tantangan dalam menangani kekerasan kerumunan adalah dengan mewajibkan perusahaan teknologi, masyarakat madani dan pemerintah," kata perusahaan itu kepada BBC.

"Kami sudah meningkatkan pendidikan untuk pengguna terkait dengan informasi salah dan memberikan pelatihan bagi penegak hukum terkait dengan penggunaan WhatsApp sebagai sumber daya bagi masyarakat."

Halaman
1234
Sumber: BBC Indonesia
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved