Jumat, 3 Oktober 2025

Aneka barang daur ulang meriahkan Karnaval Bunga Malang

Ratusan peserta mengikuti Karnaval Bunga Malang atau Malang Flower Carnival (MFC), pada Minggu (16/9).

Sejak siang, ribuan orang memadati pinggir Jalan Ijen, Kota Malang, Minggu (16/9). Ruas jalan sepanjang 800 meter itu telah disulap menjadi catwalk bagi 260 peserta Karnaval Bunga Malang atau Malang Flower Carnival (MFC) yang mengenakan kostum warna-warni dengan hiasan bunga Nusantara.

Pada MFC kedelapan ini, sejumlah peserta menggunakan bahan baku bekas yang didaur ulang.

Salah satu perancang busana, Tri Luminanti, memakai bekas gelas plastik minuman, pecahan kaca, dan sebagian kain perca.

Tak mudah untuk menghadirkan kostum dengan bahan baku daur ulang yang secara estetika menarik, glamor dan eksotis. Apalagi semuanya dikerjakan sendiri. Tri mengaku membutuhkan waktu selama sebulan untuk membuat kostum.

"Nyaris tak butuh biaya, cuma kain yang baru. Kalau kain bekas khawatir gatal di kulit," katanya, sebagaimana dilaporkan wartawan di Malang, Eko Widianto.

Untuk membuat kostum The Sun Flower Princess, Tri sengaja membentuk gelas plastik minuman seperti bunga matahari. Setelah rampung, dia mengenakan busana itu pada putrinya, Manika Cahaya Salsabila, siswa SD Ahmad Yani Kota Malang.

Penuh percaya diri, Manika berlenggak-lenggok bak model berjalan di Jalan Raya Ijen. Tabuhan perkusi mengiri setiap gerak para peserta MFC.

Menghadirkan elemen Nusantara

Berbeda dengan Tri, desainer dari Lembaga Kebudayaan Universitas Muhammadiyah Malang, Belinda Dewi Regina, menonjolkan tradisi dan budaya Nusantara.

Ia membuat dua kostum yakni Sumirat Surya Putri dan Beautiful Kidal Temple.

Kostum Sumirat Surya Putri merepresentasikan cahaya matahari atau Sang Surya. Kostum didominasi warna emas dengan ornamen bunga teratai, dilengkapi dengan topeng Panji Asrama Bangun—salah satu karakter topeng dalam budaya Panji.

Sedangkan Beautiful Kidal Temple didesain khusus terinspirasi dengan keindahan Candi Kidal, Kabupaten Malang.

Belinda bersama tiga temannya mengebut dalam mengerjakan kostum tersebut. Kostum dikerjakan di sela-sela mengajar. Ia sengaja mengangkat tradisi agar tampil berbeda sekaligus melestarikan budaya.

Setiap kostum menghabiskan Rp2 juta sampai Rp 3 juta. Selain itu, dia juga menggunakan sebagian bahan baku daur ulang mulai potongan kain, payet dan manik-manik.

Halaman
12
Sumber: BBC Indonesia
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved