Kim Jong-un: Bukan 'putra mahkota' tapi akhirnya menjadi pemimpin Korea Utara
Kim Jong-un bukan anak tertua Kim Jong-il, ia juga tak disiapkan untuk menjadi pemimpin Korea Utara. Bagaimana ia naik ke puncak kekuasaan?
"Adalah tidak mungkin baginya untuk tumbuh sebagai manusia biasa karena orang-orang di sekitar memperlakukannya seperti itu," kata Ko.
Beberapa tahun kemudian, Ko Yong-suk ditugaskan untuk mendampingi Kim Jong-un ketika ayahnya memasukkannya ke sekolah swasta di Swiss.

Ko Yong-suk menggambarkan Kim sebagai seorang remaja yang mudah marah dan sombong.
"Dia bukan orang yang suka bikin masalah, tetapi dia mudah marah dan tidak toleran. Ketika ibunya marah karena ia terlalu banyak bermain dan kurang belajar, dia tidak menjawab, tetapi dia akan protes dengan melakukan mogok makan."
Lewat peristiwa-peristiwa kecil seperti inilah kita mengetahui masa kecil Kim Jong-un. Memang tidak terlalu banyak untuk bisa mengetahui gambaran tentang dirinya dan mengapa dia dipilih menggantikan ayahnya, bukannya kakak laki-lakinya Kim Jong-chol dan kakak tirinya Kim Jong-nam.
Orang pertama yang meramalkan bahwa Kim Jong-un kelak akan menjadi pemimpin Korea Utara adalah chef atau juru masak sushi Jepang yang dikenal dengan nama samaran Kenji Fujimoto.
Pada 1990-an, tiba-tiba saja Fujimoto masuk ke lingkaran dalam Kim. Dia mendapat tugas memasak makanan Jepang untuk Kim Jong-il. Fujimoto menggambarkan Kim Jong-un kecil sebagai 'teman bermainnya'.
Tahun 2001, Fujimoto kembali ke Jepang dan menerbitkan kisahnya berada di keluarga penguasa Korea Utara. Di dalam buku itu dia menceritakan pertemuan pertama dengan Kim Jong-un dan kakak laki-lakinya, Kim Jong-chol.
"Pertama kali saya bertemu kedua pangeran muda, mereka mengenakan seragam militer. Mereka berjabat tangan dengan para staf. Tetapi ketika menyalami tangan saya, Pangeran Kim Jong-un menatap dingin. Sepertinya dia mengatakan, 'Kami benci orang Jepang seperti kamu'. Saya tidak akan pernah melupakan tatapan tajamnya. Saat itu, dia berumur tujuh tahun."
Di buku keduanya, yang terbit pada 2003, Fujimoto menulis:
"(Orang-orang mengatakan) Kim Jong-chol besar kemungkinan akan menjadi pengganti (Kim Jong-il). Tetapi saya sangat meragukan pandangan itu. Kim Jong-il sering mengatakan, 'Jong-chol tidak bagus, dia seperti anak perempuan'. Jong-un, pangeran kedua, adalah anak kesayangan Kim Jong-il. Jong-un sangat mirip ayahnya. Badannya mirip bapaknya."
Fujimoto juga menulis, meski semua isyarat menunjukkan Kim Jong-un disiapkan menjadi pemimpin masa depan, sang ayah tak pernah mengirim sinyal ini secara terbuka ke rakyat Korea Utara.
Ini adalah sebuah ramalan yang menakjubkan. Saat itu Kim Jong-un belum diperkenalkan ke rakyat Korea Utara, apalagi ke dunia. Sebagian besar kehidupan masa kecilnya masih dirahasiakan.
Pertarungan dalam dinasti
Ketika Choi Min-jun berumur 14 tahun, dia terpilih untuk bergabung ke unit paling elite di tubuh militer Korea Utara, Komando Pengawal Tertinggi. Sekarang dia tinggal di di Korea Selatan dengan nama palsu setelah memutuskan untuk membelot dan meninggalkan Korea Utara.