Kamis, 2 Oktober 2025

Myanmar 'membuldoser' kuburan massal Rohingya untuk 'hilangkan bukti pembantaian'

Pemerintah Myanmar dituduh membuldoser kuburan massal warga minoritas Muslim Rohingya untuk 'menghancurkan bukti-bukti pembantaian yang dilakukan

Pemerintah Myanmar dituduh membuldoser kuburan massal warga minoritas Muslim Rohingya untuk 'menghancurkan bukti-bukti pembantaian yang dilakukan oleh militer pada 2017'.

Klaim ini dikeluarkan oleh organisasi pemantauan hak asasi manusia menyusul investigasi yang dilakukan kantor berita Reuters dan AP yang 'menemukan adanya bukti kuburan massal'.

Video yang diperoleh tim Arakan Project -yang menggunakan jaringan di lapangan untuk mendokumentasikan perlakuan buruk terhadap warga Muslim Rohingya di Rakhine- menunjukan lokasi kuburan sebelum dihancurkan.

Video yang ditunjukkan kepada koran Inggris, The Guardian, memperlihatkan kantong-kantong jenazah dari terpal yang setengah terkubur di tanah, salah satunya dengan jelas menunjukkan kaki manusia.

Chris Lewa, direktur Arakan Project, mengatakan buldoser dikerahkan 'untuk menyembunyikan bukti kuburan massal', setelah kuburan ini dimuat media.

"Dua kuburan massal yang ramai diberitakan media, salah satunya dibuldoser pada hari Kamis (15/02). Ini berarti bukti pembunuhan sedang dihilangkan," kata Lewa kepada The Guardian.

Menurut Lewa pembersihan dengan buldoser 'dilakukan oleh perusahaan dari Myanmar tengah, bukan dari Rakhine'.

"Ini jelas atas permintaan pemerintah," kata Lewa.

Lokasi kuburan massal ini dilaporkan berada di Maung Nu, di Buthidaung, Rakhine. Para pegiat HAM mengatakan tempat itu adalah lokasi pembantaian terhadap warga minoritas Muslim Rohingya, Agustus 2017.

Pengakuan militer Myanmar

Sejumlah saksi yang selamat kepada organisasi HAM Human Rights Watch (HRW) mengatakan bahwa militer 'memukul, melakukan serangan seksual, menikam, dan menembak warga desa setelah warga dikumpulkan'.

Puluhan orang diyakini tewas. Foto-foto satelit yang diperoleh HRW menunjukkan lokasi di Maung Nu rata dengan tanah setelah insiden ini.

Warga Rohingya
Getty Images
Hampir 700.000 warga Rohingya menyelamatkan diri ke Bangladesh setelah pecah krisis kemanusiaan pada Agustus 2017.

Minoritas Muslim Rohingya di Rakhine tidak diakui sebagai warga negara di Myanmar.

Para pegiat HAM mengatakan mereka menjadi korban persekusi secara sistematis selama beberapa dekade dan menjadi sasaran 'tiga pembersihan etnik sejak 2012'.

Tuduhan ini dibantah oleh para pejabat pemerintah.

Halaman
12
Sumber: BBC Indonesia
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved