Sabtu, 4 Oktober 2025

Diboikot Parlemen, Hun Sen Tetap Berkuasa

Ia bersama anggota parlemen Kamoboja yang baru terpilh, diambil sumpah di hadapan Raja Kamboja

Dokumentasi JK/Dokumentasi JK
Perdana Menteri Kamboja Hun Sen usai menggunakan hak pilihnya di Tempat Pemungutan Suara (TPS), di Provinsi Kandal, Kamboja, Minggu (28/7/2013). Pemilu Kamboja yang diikuti 8 partai dan memperebutkan sekitar 120 kursi parlemen dipantau lembaga Centrist Asia Pacific Democrats International (CAPDI). (Dokumentasi JK) 

TRIBUNNEWS.COM, PHNOM PENH - Hun Sen (61), yang telah berkuasa selama 28 tahun, kembali dilantik menjadi Perdana Menteri Kamboja dalam kurun waktu lima tahun ke depan, setelah parlemen terpilih kembali menunjuknya, Selasa (24/9/2013).

Ia bersama anggota parlemen Kamoboja yang baru terpilh, diambil sumpah di hadapan Raja Kamboja, Norodom Sihamoni, di Royal Palace, dan kepala biksu Vong Tep dan Bour Kry.

Parlemen baru terdiri dari 68 anggota parlemen partai yang berkuasa, memilih Hun Sen sebagai perdana menteri pemerintahan baru meskipun oposisi memboikot sesi karena menolak untuk menerima hasil pemilihan 28 Juli.

Berdasarkan konstitusi Kamboja, pemerintahan baru dibentuk oleh 50 persen plus satu mayoritas, atau 63 anggota parlemen.

Hun Sen mengatakan parlemen dan pemerintah baru dibentuk sesuai dengan konstitusi meskipun boikot dari 55 anggota parlemen oposisi terpilih.

"Kita semua di sini tidak sandera dari kelompok manapun, kami menyelesaikan tugas kami sesuai dengan konstitusi Kamboja, " kata Hun Sen selama sesi parlemen dalam menanggapi komentar oleh kelompok oposisi bahwa parlemen baru telah melanggar konstitusi.

Rapat kabinet pertama, dijadwalkan akan diadakan di Peace Palace, pada hari Rabu besok.

Analis politik menilai boikot anggota parlemen oposisi bisa mempengaruhi posisi negara dalam masyarakat internasional karena legitimasi pemerintah baru bisa dipertanyakan.

"Tanpa partisipasi oposisi, legitimasi pemerintah baru akan dipertanyakan dan perannya dan citra di panggung internasional bisa diturunkan," ujar  Chheang Vannarith, peneliti senior dari Institut Kerjasama dan Perdamaian Kamboja, seperti dikutip dari Xinhua.

Dia memperingatkan perekonomian Kamboja akan menghadapi tantangan besar jika tidak ada stabilitas politik dalam negeri dan persatuan nasional. (xinhua)

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved