Kamis, 2 Oktober 2025

Ibadah Haji 2012

Nikmatnya Iman di Tanah Haram (2): Padang Arafah Jadi Lautan Tangis

Sebagian jamaah harus berdiri, menempuh perjalanan sekitar tiga jam, karena tak kebagian tempat duduk dalam bus yang disiapkan pemerintah

Penulis: Dahlan Dahi
Editor: Dewi Agustina
zoom-inlihat foto Nikmatnya Iman di Tanah Haram (2): Padang Arafah Jadi Lautan Tangis
TRIBUN BATAM/CANDRA P PUSPONEGORO
Umat Muslim memadati Kabah di Masjidil Haram, Mekkah, Arab Saudi, Jumat (3/8/2012).

Catatan Wartawan Tribun, Dahlan Dahi, dari Mekah

DENGAN pakaian ihram, kami bergerak bersama jamaah ONH Plus lainnya ke Padang Arafah untuk wukuf, Rabu (24/10/2012) sekitar pukul 21.00 malam.

Sebagian jamaah harus berdiri, menempuh perjalanan sekitar tiga jam, karena tak kebagian tempat duduk dalam bus yang disiapkan pemerintah Arab Saudi.

Di padang yang dikelilingi gunung berbatu itu, jamaah menginap di tenda-tenda. Karena haji plus (maksudnya biayanya lebih mahal dari jamaah reguler), tenda kami dilengkapi pendingin udara, matras yang cukup tebal untuk tidur, plus selimut.

Makanan, buah-buahan, teh, kopi, dan aneka soft drink tersedia 24 jam. Semua seperti baik-baik saja kecuali urusan kamar mandi dan toilet.

Anda bebas makan dan minum apa saja tapi ingat toilet. Hanya tersedia beberapa toilet yang bau menusuk hidung untuk belasan ribu jamaah.

Pagi hari adalah waktu yang berat. Untuk urusan buang air besar atau mandi, Anda harus antre berjam-jam. Ada yang membawa kursi ke depan pintu toilet karena kaki pegal berdiri.

Beberapa orang sedang “menikmati” buang hajat ketika pintu toilet digedor oleh pengantre yang tidak sabaran.

Urusan buang hajat tidak bisa ditawar, tidak demikian dengan mandi. Banyak jamaah memilih tidak mandi.

Ini tambahannya: selama berpakaian ihram, jamaah tidak boleh menggunakan bahan mandi yang wangi. Lengkap sudah. Tidak sikat gigi. Kalaupun mandi tidak pakai sabun. Keringat dan peluh berbaur.

Pada saat wukuf (setelah dzuhur hingga matahari terbenam), Padang Arafah menjadi lautan tangis. Jamaah menangis ketika berdoa memohon ampunan dan pertolongan Allah. Ini seperti konser air mata. Tapi air mata itu menetes, bahkan mengalir, bukan karena sedih melainkan karena nikmatnya berhubungan dengan Allah.

Ketika air mata kenikmatan spritual yang mengalir, suasana hati terasa tenang, damai, dan indah.

Baca Juga:

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved