Senin, 29 September 2025

Pilkada Serentak 2024

Wamendagri Bima Arya Bantah Tuduhan PDIP soal Intervensi PSU di Pilkada Tasikmalaya

Bima Arya mengungkapkan bahwa pihaknya terus berkeliling untuk memastikan dua hal, yakni anggaran dan netralitas ASN.

Penulis: Chaerul Umam
Editor: Hasanudin Aco
Tribunnews.com/Chaerul Umam
RAPAT DI DPR - Rapat pejabat Kemendagri dan penyelenggara pemilu di Komisi II DPR RI kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (5/5/2025). Rapat mengemuka soal PSU di Pilkada sejumlah daerah di Indonesia. 

Sebelumnya, Anggota Komisi II DPR RI Fraksi PDI Perjuangan (PDIP) Deddy Sitorus, menyampaikan keheranannya atas tindakan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang mengirimkan Inspektorat Jenderal (Irjen) untuk mengaudit seluruh perangkat daerah di Kabupaten Tasikmalaya sebelum pelaksanaan Pemungutan Suara Ulang (PSU) di daerah tersebut. 

Menurutnya, langkah tersebut janggal dan harus diklarifikasi agar tidak menimbulkan kesan intervensi dalam pelaksanaan PSU.

Hal itu disampaikannya dalam rapat kerja dengan Komisi II DPR pada Senin (5/5/2025).

“Saya beberapa waktu lalu banyak keanehan yang kami rasakan. Sebelum pelaksanaan PSU di Tasikmalaya itu, Irjen Kemendagri turun mengaudit semua OPD-OPD di sana. Bagi kami itu sebuah keanehan,” kata Deddy di Gedung DPR, Jakarta.

Ia meminta Kemendagri menjelaskan apakah audit tersebut merupakan inisiatif internal atau perintah langsung dari Menteri Dalam Negeri. 

Deddy juga mengingatkan agar tindakan serupa tidak kembali terjadi, kecuali memang berlaku secara merata di seluruh Indonesia.

“Ini saya minta tolong lah jangan diulang lagi. Masa ada dikirim lagi? Tapi kalau berlaku di seluruh Indonesia, silakan. Dalam konteks Pilkada, saya mohon sampaikan kepada Pak Menteri, ini jangan sampai terulang. Dan tolong diselidiki, ini apakah inisiatif sendiri atau perintah dari Mendagri,” ucapnya.

Deddy juga menyoroti penyebab terjadinya PSU yang menurutnya lebih banyak berasal dari kesalahan penyelenggara pemilu maupun peserta. 

Ia menyayangkan bahwa masyarakat dan anggaran negara, justru menjadi korban dari kesalahan administratif atau pelanggaran yang dilakukan segelintir orang.

“Kenapa yang dikorbanin masyarakat dan anggaran? Ini apa begini cara kita mengelola pemerintahan? Kalau begini yang rugi siapa? Misalnya soal administrasi, soal penyelenggara, apa nggak perlu kita perkuat aspek pidananya?” ujar Deddy.

Ia mencontohkan kasus di mana PSU harus diulang karena empat orang tidak berhak memilih namun tetap mencoblos. Akibatnya, pemungutan suara harus digelar ulang dan dana publik kembali dikuras.

“Yang jahat cuma 4 orang, yang korban anggaran lagi. Ini gimana ke depan kita menghindari seperti ini? Yang bikin salah penyelenggara dan peserta, yang menderita rakyat dan anggarannya. Saya bingung kalau kayak begini,” ucapnya.

 

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan