Virus Corona
Melalui WHO, Indonesia Upayakan Dapat Hak Paten Produksi Vaksin Covid-19
Pemerintah saat ini sedang mengupayakan agar Indonesia bisa memperoleh Hak Paten untuk memproduksi vaksin virus corona (Covid-19)
Padahal jika negara miskin dan berkembang diizinkan memproduksi obat yang cukup murah, tentu ini bisa dijangkau banyak negara miskin di dunia.
Namun faktanya adalah saat ini negara dari dunia ketiga harus membeli obat yang diproduksi dari perusahaan farmasi yang berasal dari negara kategori 'Dunia Pertama'.
Bahkan seringkali obat tersebut ditawarkan dengan harga yang sama dengan pembeli yang berasal dari sesama negara maju yang masuk dalam kategori Dunia Pertama.
Meningkatkan Produksi
Pada akhir Mei lalu, Presiden Afrika Selatan (Afsel) Cyril Ramaphosa sempat menggelar konferensi pers dengan Presiden Prancis Emmanuel Macron.
Ia mengatakan bahwa Afrika tidak bisa diam saja dan hanya menunggu giliran 'paling belakang' dalam upaya mendapatkan vaksin Covid-19.
Karena mereka terus berpacu dengan waktu saat setiap harinya ada banyak nyawa yang harus dipertaruhkan.
"Vaksin baru saja mengalir ke Afrika, kita tidak bisa terus menunggu di bagian belakang antrian. Semakin lama kita menunggu, semakin banyak nyawa yang kita pertaruhkan," tegas Cyril.
Perlu diketahui, sejauh ini Afsel baru melakukan vaksinasi pada 5 persen dari 59 juta populasinya.
Mirisnya, di seluruh benua Afrika, hanya kurang dari 2 persen orang Afrika yang telah divaksinasi terhadap virus tersebut.
Sementara itu, ada banyak negara yang telah menerima vaksin hasil sumbangan dari negara lain melalui program COVAX yang diinisiasi oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), namun langsung kehabisan stok.
Mereka terus 'membunyikan alarm' pada bulan lalu dan menyatakan lebih dari separuh jumlah negara yang didukung fasilitas COVAX saat ini berada dalam risiko kehabisan dosis.
Afsel sudah sangat bergantung pada Pfizer untuk program vaksinasinya dan telah membayar untuk 40 juta dosis.
Negara itu juga telah memproduksi vaksin Johnson & Johnson di fasilitas Aspen Pharmacare di Durban, namun terpaksa membuang lebih dari 300.000 dosis J&J pada bulan lalu karena khawatir adanya kontaminasi yang berasal dari kesalahan manufaktur di fasilitas lain di kota Baltimore, AS.
Tujuan Afsel saat ini adalah melakukan vaksinasi pada dua pertiga dari populasinya pada Februari 2022.