Kamis, 2 Oktober 2025

Virus Corona

Melalui WHO, Indonesia Upayakan Dapat Hak Paten Produksi Vaksin Covid-19

Pemerintah saat ini sedang mengupayakan agar Indonesia bisa memperoleh Hak Paten untuk memproduksi vaksin virus corona (Covid-19)

Foto:capture zoom meeting
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, dalam konferensi pers virtual bertajuk 'Update Penanganan Covid-19', Senin (2/8/2021). 

Sebelumnya, Pfizer dan pemerintah Afsel telah berseberangan dalam perdebatan mengenai penghapusan perlindungan IP untuk vaksin Covid-19 selama pandemi, dalam upaya memudahkan vaksinasi massal di negara miskin dan berkembang.

Baca juga: Kembangkan Vaksin Covid-19 Berteknologi Nucleic Acid, Menkes: Sedang Tahap Finalisasi dengan WHO

Sementara itu, Pfizer mengatakan dalam pernyataan resminya pada Rabu lalu bahwa pihaknya akan mulai memproduksi vaksin Covid-19 di fasilitas Biovac di Cape Town, Afrika Selatan, pada 2022.

"Ini untuk memfasilitasi keterlibatan Biovac dalam proses, transfer teknis, dan pengembangan di tempat. Kegiatan pemasangan peralatan itu pun akan segera dimulai," kata Pfizer dalam pernyataan tersebut.

Pada kapasitas operasional penuh, kata Pfizer, produksi tahunan diperkirakan mencapai lebih dari 100 juta dosis jadi setiap tahunnya.

"Semua dosis akan didistribusikan secara eksklusif di dalam 55 negara anggota yang membentuk Uni Afrika," jelas Pfizer.

Namun, bahan kimia yang digunakan dalam vaksin itu sendiri tidak akan diproduksi di dalam negeri.

Karena bahan kimianya akan dikirim dari tempat lain dan diproses menjadi vaksin akhir untuk didistribusikan di Afrika Selatan, sebuah proses yang disebut 'pengisian dan perampungan'.

Dikutip dari laman Sputnik News, Jumat (23/7/2021), kerja sama ini pun diapreasiasi CEO Biovac Dr. Morena Makhoana dalam pernyataan resminya.

"Kami sangat senang dapat berkolaborasi dengan Pfizer dan BioNTech untuk memproduksi dan mendistribusikan vaksin Covid-19 Pfizer-BioNTech di Afrika. Ini adalah bukti hubungan jangka panjang yang kami miliki dengan Pfizer melalui vaksin Prevenar 13, yang melindungi dari pneumonia pneumokokus," kata Dr. Makhoana.

Menurutnya, ini merupakan langkah maju yang penting dalam memperkuat akses berkelanjutan terhadap vaksin dalam memerangi krisis pandemi di seluruh dunia.

"Kami percaya, kolaborasi ini akan menciptakan peluang untuk mendistribusikan dosis vaksin secara lebih luas kepada orang-orang di komunitas yang lebih sulit dijangkau, terutama di benua Afrika," tegas Dr. Makhoana.

'Tidak Cukup' untuk Kemandirian Vaksin

Sementara itu, Lara Dovifat dari Médecins Sans Frontières mengatakan bahwa kesepakatan tersebut memang menjadi 'langkah pertama' titik terang pengadaan vaksin di benua itu.

Namun ia mencatat bahwa kerja sama ini 'jelas tidak cukup untuk mencapai kemandirian vaksin di benua Afrika', karena Pfizer dan BioNTech masih belum setuju untuk berbagi teknologi yang cukup untuk membiarkan Afsel membuat vaksinnya secara mandiri.

Sejauh ini, Afsel dan India telah memimpin gerakan lebih dari 80 negara dalam meyakinkan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) untuk mengabaikan perjanjian Aspek Terkait Hak Kekayaan Intelektual (TRIPS), yang mencegah versi obat generik dibuat di negara miskin dan berkembang.

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved