Senin, 29 September 2025

Kawasan Bipolo-Sabu-Rote di NTT Diusulkan Sentra Produksi Garam Nasional

Nusa Tenggara Timur jadi daerah sentra penghasil garam nasional karena kualitas bahan baku yang bagus didukung iklim panas dan kadar salinitas tinggi.

Editor: Choirul Arifin
dok. Kompas/Agus Susanto
PRODUKSI GARAM HALUS - Petani garam Nur Haini menjaga perapian untuk membuat garam halus di Desa Nangahale, Kecamatan Talibura, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur, Selasa (1/8/2017). Provinsi Nusa Tenggara Timur menyimpan potensi besar sebagai daerah sentra penghasil garam nasional karena memiliki kualitas bahan baku yang tinggi, didukung iklim panas dan kadar salinitas optimal. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Nusa Tenggara Timur (NTT) menyimpan potensi besar sebagai daerah sentra penghasil garam nasional karena memiliki kualitas bahan baku yang tinggi, didukung iklim panas dan kadar salinitas optimal.

Karena itu, Pemerintah menetapkan kawasan Salt Triangle yang meliputi Bipolo (Kupang), Sabu, dan Rote Ndao sebagai kawasan ekonomi khusus industri garam.

“Tiga kawasan ini memiliki kriteria yang sangat potensial untuk pencapaian swasembada garam nasional pada tahun 2027,” kata Direktur Eksekutif Indonesia Maritime Institute (IMI), Dr. Y. Paonganan dikutip Minggu, 28 September 2025.

Menurutnya, jika memenuhi syarat, kawasan salt triangle ini bahkan bisa ditingkatkan statusnya menjadi Free Trade Zone (zona perdagangan bebas) berbasis industri garam dan sektor maritim lainnya.

“Selain garam, industri maritim lain seperti perikanan, pariwisata bahari, hingga industri perkapalan juga bisa dikembangkan di kawasan tersebut,” tambah Ongen.

Dia menambahkan, NTT memiliki iklim yang sangat ideal untuk mengembangkan produksi garam dalam skala besar, menurutnya, karakteristik cuaca panas dengan intensitas sinar matahari tinggi, mirip dengan kawasan produsen garam premium di Australia. 

“Itu artinya tiga Kawasan itu memiliki potensi, sehingga pemerintah bisa segera menetapkan sebagai kawasan ekonomi khusus,” kata dia.

Meski peluangnya besar, ada sejumlah tantangan juga mengemuka, mulai dari infrastruktur jalan, listrik, dan pelabuhan, hingga persoalan sosial seperti kepemilikan lahan dan partisipasi masyarakat lokal.

“Selain itu, peningkatan kualitas produksi dan sertifikasi mutu garam menjadi kunci agar produk NTT mampu bersaing di pasar domestik maupun ekspor,” tegasnya.

Dia menekankan perlunya sinergi antara pemerintah pusat, daerah, investor, dan masyarakat lokal. Dengan demikian, manfaat pembangunan tidak hanya dinikmati korporasi besar, tetapi juga memberi nilai tambah bagi masyarakat pesisir di NTT.

Baca juga: Pemerintah Andalkan NTT dan Kulon Progo untuk Genjot Produksi Garam Dalam Negeri

“Dengan pengelolaan yang tepat, kawasan Salt Triangle Bipolo-Sabu-Rote berpeluang menjadi ikon baru industri garam nasional dan pintu masuk pengembangan sektor maritim lainnya." ujarnya.

"Langkah ini sekaligus mendukung target pemerintah mencapai swasembada garam pada 2027,” tandas pengamat jebolan doktor Ilmu Kelautan IPB ini.

Kelangkaan Pasokan Garam Dikeluhkan Dunia Usaha

Sebelumnya, sejak beberapa bulan lalu Gabungan Produsen Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI) mengkekhawatirkan kelangkaan garam industri.

Hal itu dirasakan beberapa perusahaan di sektor aneka pangan. Hal ini terjadi seiring dengan diberlakukannya larangan impor garam di awal 2025. 

Kementerian Kelautan dan Perikanan menyatakan, pemerintah telah merevisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 126 Tahun 2022. 

Baca juga: Pemerintah Anggarkan Rp750 Miliar Bangun Kawasan Sentra Industri Garam di NTT

Stok garam nasional untuk bahan baku industri aneka pangan diklaim masih mencukupi. Saat ini, total stok garam nasional mencapai 764.932 ton, terdiri dari 293.778 ton di PT Garam dan 471.154 ton dari garam rakyat.

Direktur Jenderal Pengelolaan Kelautan KKP, Koswara dalam siaran persnya Juli lalu bilang, pemerintah mengupayakan pembangunan Kawasan Sentra Industri Garam Nasional (K-SIGN) di Kabupaten Rote Ndao, Nusa Tenggara Timur

Kawasan K-SIGN akan dikembangkan dalam tiga tahap hingga tahun 2027 dengan total luas lahan ±13.000 hektare yang terbagi dalam 10 zona produksi.

Setiap zona akan dilengkapi fasilitas produksi, pabrik pengolahan, dan infrastruktur pendukung seperti dermaga distribusi dan jalan produksi. Pengembangan tahap pertama akan dimulai di Zona 1 seluas 1.192 hektar.'

Sebagian artikel ini dikutip dari Kontan

 

Sumber: Kontan
Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan