Selasa, 7 Oktober 2025

Kemenkeu Hemat Rp3,5 Triliun, Wujudkan Efisiensi Berkeadilan

Suahasil Nazara mengungkapkan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menghemat anggaran negara hingga Rp3,53 triliun sepanjang periode 2020-2025

istimewa
PERTUMBUHAN EKONOMI - Ilustrasi pertumbuhan ekonomi. Wakil Menteri Keuangan, Suahasil Nazara, mengungkapkan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menghemat anggaran negara hingga Rp3,53 triliun sepanjang periode 2020-2025. 

TRIBUNNEWS.COM - Wakil Menteri Keuangan, Suahasil Nazara, mengungkapkan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menghemat anggaran negara hingga Rp3,53 triliun sepanjang periode 2020-2025.

Penghematan ini, dicapai melalui proses perbandingan standar (benchmarking) dan penilaian ulang terhadap pengeluaran yang dianggap kurang esensial.

Menurut Suahasil, di bawah kepemimpinan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa, Kemenkeu berkomitmen untuk mempertahankan momentum efisiensi pada tahun 2026, khususnya di tingkat internal kementerian.

Langkah utama yang direncanakan meliputi pengawasan ketat terhadap biaya operasional birokrasi.

"Pada Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga (RKA-KL) 2026, kami akan memperluas kebijakan penghematan anggaran dengan strategi baru, seperti integrasi kegiatan kolaboratif antarunit, penerapan standar biaya yang lebih seragam, pengendalian pengeluaran birokrasi, serta pengembangan jaringan kantor layanan terintegrasi Kemenkeu di berbagai wilayah Indonesia," ujar Suahasil, dalam keterangannya, Senin (22/9/2025).

Lebih lanjut, ia menekankan, penguatan kebijakan efisiensi ini bertujuan memastikan dana negara dialokasikan secara optimal.

Estimasi penghematan sebesar Rp3,53 triliun dari 2020 hingga 2025 merupakan buah dari upaya benchmarking yang dimulai sejak lima tahun lalu, yang berhasil memangkas alokasi untuk item-item nonprioritas.

"Sejak 2020, kami telah melakukan analisis mendalam untuk mengidentifikasi dan mengurangi belanja yang tidak esensial. Hasilnya, total efisiensi keseluruhan periode tersebut mencapai Rp3,53 triliun," tambahnya.

Di sisi lain, Presiden Prabowo Subianto menyoroti peran krusial efisiensi anggaran daerah dalam mendorong peningkatan kualitas hidup masyarakat secara luas.

Ia menegaskan, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2026 dirancang untuk membangun fondasi Indonesia yang kuat, otonom, dan makmur, dengan penekanan pada ketahanan pangan, energi, ekonomi, serta pertahanan nasional.

Pemerataan pembangunan juga menjadi prioritas, mencakup seluruh pelosok dari Sabang sampai Merauke.

Baca juga: Menkeu Purbaya Bakal Kejar 200 Penunggak Pajak Senilai Rp 60 Triliun

"Sumber daya alam kita harus dimanfaatkan untuk kepentingan rakyat secara keseluruhan, bukan hanya untuk kelompok kecil. Kami akan memperluas hilirisasi industri, membuka peluang kerja baru, dan memaksimalkan nilai tambah ekonomi. Setiap warga negara berhak mendapatkan kesempatan yang sama. Akses pendidikan dan layanan kesehatan harus dibuat merata di mana pun," ungkap Presiden belum lama ini.

Upaya efisiensi anggaran ini telah menjadi bagian integral dari kebijakan pemerintah sejak era kepemimpinan Presiden Prabowo.

Menurutnya, prinsip ini bukan sekadar inisiatif sementara, melainkan mandat konstitusional yang tertuang dalam Undang-Undang Dasar 1945.

Secara spesifik, Prabowo merujuk pada Pasal 33 ayat (4) UUD 1945, yang menggariskan bahwa perekonomian nasional harus dijalankan atas dasar demokrasi ekonomi dengan prinsip-prinsip kebersamaan melalui gotong royong, efisiensi yang berkeadilan, keberlanjutan, kesadaran lingkungan, kemandirian, serta keseimbangan antara kemajuan dan persatuan ekonomi bangsa.

"Ini bukan keinginan pribadi saya sebagai presiden, tapi kewajiban kita semua sesuai konstitusi," katanya.

Karena itu, Presiden meminta para menterinya untuk memahami esensi di balik kebijakan ini.

Efisiensi bukanlah tentang pemotongan sembarangan, melainkan penyingkiran alokasi yang tidak produktif dan hasilnya ambigu bagi publik.

Bahkan, dana yang dihemat dapat dialihkan kembali jika muncul kebutuhan mendesak untuk program-program strategis dari instansi terkait.

Realisasi APBN

Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa menyatakan, realisasi Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) hingga 31 Agustus 2025 mengalami defisit sebesar Rp 321,6 triliun.

Defisit adalah pengeluaran atau biaya yang dikeluarkan lebih besar daripada pendapatan. Artinya belanja pemerintah lebih besar daripada penerimaan negara yang bersumber dari pajak maupun non-pajak.

"Defisit APBN Rp 321,6 triliun atau 1,35 persen dari PDB," kata Menkeu Purbaya saat Konferensi Pers APBN KiTa, di Kementerian Keuangan Jakarta Pusat, Senin (22/9/2025).

Baca juga: Menkeu Purbaya Tampil Perdana Beberkan Kondisi APBN Agustus 2025: Kita Perlu Waspada Kondisi Global

Berdasarkan paparannya, pendapatan negara hingga Agustus sebesar Rp 1.638,7 triliun. Penerimaan perpajakan senilai Rp 1.339,4 triliun, penerimaan pajak sebesar Rp 1.135,4 triliun dan penerimaan cukai Rp 194,9 triliun. Lalu penerimaan negara bukan pajak (PNBP) senilai Rp 306,8 triliun.

Kemudian, belanja negara senilai Rp 1.960,3 triliun, belanja pemerintah pusat sebesar Rp 1.1388,8 triliun, belanja kementerian Rp 686 triliun, belanja non kementerian Rp 702,8 triliun. Sementara transfer ke daerah senilai Rp 571,5 triliun.

Sedangkan keseimbangan primer tercatat Rp 22 triliun.

Menurut Purbaya, ini mengindikasikan belanja pemerintah belum menyerap membelanjakan lebih banyak anggaran belanja negara.

"Jadi kalau lihat dari sini sih harusnya kan negatif, keseimbangan primer sampai akhir tahun," tutur Purbaya.

"Jadi masih ada ini indikasinya adalah masih ada belanja pemerintah yang mesti dipercepat lagi supaya keseimbangan primernya sesuai dengan desain waktu kita buat anggaran untuk tahun 2025 ini," imbuh Purbaya.

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved