Riset Industri Asuransi: Orang Indonesia Cenderung Menunda Perawatan Kesehatan karena Alasan Biaya
Kesadaran masyarakat mengalokasikan sebagian penghasilan untuk membeli polis asuransi kesehatan keluarga perlu terus diakselerasi
Penulis:
Choirul Arifin
Editor:
Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kesadaran masyarakat Indonesia dalam mengalokasikan sebagian penghasilan untuk membeli polis asuransi kesehatan keluarga perlu terus diakselerasi.
Hal ini dibuktikan dari hasil riset terbaru Economist Impact dengan Prudential Indonesia dan Prudential Syariah bertajuk "Suara Pasien Indonesia: Terhimpit di antara Kebutuhan Perawatan, Biaya, dan Kejelasan Informasi" yang dipublikasikan di Jakarta baru-baru ini.
Baca juga: Manfaatkan Teknologi Analisis Data, Industri Asuransi Sepakati Kerjasama dengan Kemenkes
Riset ini merupakan bagian dari riset regional dengan topik serupa yang dilakukan di Hong Kong, Singapura, Malaysia, dan Indonesia dengan melibatkan lebih dari 4.200 responden.
Di Indonesia, survei ini mendapati temuan mengejutkan di mana 9 dari 10 responden atau hampir 93 persen mengaku menunda perawatan atau mencari layanan kesehatan.
Sementara, hampir setengah responden atau 44 persen menyatakan mereka berulang kali menunda pengobatan. Penundaan tersebut dilatarbelakangi tiga alasan.
Pertama, kurangnya informasi kesehatan yang jelas di mana lebih dari setengah responden menyatakan tidak memiliki informasi medis yang mereka butuhkan, sehingga ragu atau tidak tahu ke mana harus mencari opini kedua maupun informasi medis.
Kedua, biaya sebagai sumber stres di mana satu dari lima responden menyebut ketidakpastian mengenai bagaimana biaya perawatan akan ditanggung sebagai kekhawatiran utama, ditambah dengan biaya tak terduga yang harus dibayar sendiri.
Untuk menutupi biaya medis, 56 persen responden mengandalkan jaring pengaman sosial, termasuk keluarga, mencari pinjaman, mengandalkan lembaga amal dan crowdfunding.
Ketiga, menjadikan keluarga sebagai prioritas utama. Banyak pasien menempatkan tanggung jawab rumah tangga di atas kesehatan pribadi. Sebanyak 20 persen menunda perawatan demi memenuhi kebutuhan finansial keluarga, sementara 18 persen memprioritaskan pengasuhan anak dibanding perawatan diri.
Bagi banyak masyarakat Indonesia, akses terhadap layanan kesehatan masih menjadi tantangan. Sepertiga responden mengaku ketenangan pikiran saat mencari layanan kesehatan sangat tergantung pada kondisi sehari-hari, sementara 17 persen menilai waktu tunggu yang panjang sebagai hambatan besar.
Sementara 77 persen responden melaporkan kesulitan membuat janji temu, antrean panjang, atau masalah akses lainnya, gangguan yang tidak hanya menunda perawatan tetapi juga mengganggu pekerjaan, rutinitas rumah tangga, dan tanggung jawab keluarga.
"Meski akses kesehatan di Indonesia telah meningkat signifikan, pasien masih menghadapi tantangan yang menghambat mereka mendapatkan perawatan yang dibutuhkan," kata Yosie William Iroth, Chief Health Officer Prudential Indonesia, dalam paparan risetnya di Jakarta, baru-baru ini.
Baca juga: IAS 2025 Kupas Profil Risiko Asuransi Kredit Hingga Fraud Klaim oleh Nasabah Nakal
Yosie juga menekankan perlunya sistem layanan kesehatan yang dapat meminimalkan gangguan pada kehidupan sehari-hari, memberikan kepastian biaya sejak awal, serta menyediakan informasi yang andal dan mudah dipahami agar pasien merasa percaya diri untuk segera mencari perawatan ketika dibutuhkan.
Menurut dia, kondisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan dengan distribusi dokter yang belum merata juga menjadi tantangan tersendiri.
Salah satu dampak yang paling nyata dari ketidakmerataan ini adalah 77 persen responden riset ini yang merasa tidak mudah untuk menemui dokter, mulai dari sulitnya membuat janji temu, antrean panjang, hingga hambatan akses lainnya.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya
A member of

Follow our mission at www.esgpositiveimpactconsortium.asia
Industri Asuransi Garap Peluang Bisnis di Olahraga Padel |
![]() |
---|
Dorong Pertumbuhan Bisnis Berkelanjutan, Tugu Insurance Perkuat Strategi Perusahaan |
![]() |
---|
Banyak Badai PHK, Industri Asuransi Dinilai Lebih Stabil Dibanding Industri Lain |
![]() |
---|
Prudential Raup Premi Rp 20,8 Triliun di 2024, Laba Bersih Lini Asuransi Syariah Rp 264,3 Miliar |
![]() |
---|
Asuransi Syariah Tumbuh 4 Persen di 2024, Industri Hadapi Tantangan Pelemahan Daya Beli |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.