Senin, 29 September 2025

Adopsinya Makin Meluas, Tata Kelola AI Jadi Faktor Penentu Keberlanjutan Bisnis

Untuk memaksimalkan potensi AI sekaligus memastikan keberlanjutan bisnis, penerapan tata kelola AI atau AI Governance menjadi faktor penentu.

Istimewa
TATA KELOLA AI - Managing Partner Governance Risk Control & Technology Consulting RSM Indonesia Angela Simatupang. Dia menegaskan, penerapan tata kelola AI atau AI Governance menjadi faktor penentu untuk memastikan keberlanjutan bisnis. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Di era transformasi digital yang kian pesat, kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) tidak lagi sekadar alat pendukung, tapi menjadi penggerak utama inovasi lintas industri. 

AI merupakan cabang teknologi yang memungkinkan mesin atau sistem komputer untuk meniru cara berpikir manusia—termasuk kemampuan untuk belajar, mengambil keputusan, dan memecahkan masalah berdasarkan data yang tersedia.

Untuk memaksimalkan potensi AI sekaligus memastikan keberlanjutan bisnis, penerapan tata kelola AI atau AI Governance menjadi faktor penentu.

Managing Partner Governance Risk Control & Technology Consulting RSM Indonesia Angela Simatupang, menekankan bahwa perusahaan yang membangun fondasi AI Governance yang kokoh akan memetik manfaat strategis. 

RSM Indonesia adalah bagian dari jaringan global RSM International, yang merupakan jaringan layanan profesional terbesar kelima di dunia dalam bidang audit, pajak, dan konsultasi bisnis

Baca juga:  Teknologi AI dan Platform No-code Dapat Diintegrasikan untuk Tingkatkan Efisiensi Bisnis

“Keuntungan strategis dari membangun fondasi AI governance yang kokoh adalah daya saing yang lebih kuat, inovasi berkelanjutan, kepercayaan stakeholder, dan akses ke pasar global,” ungkapnya, Selasa, 19 Agustus 2025. 

Mengacu pada Responsible AI Governance Framework, Angela menyebutkan tujuh pilar utama AI Governance yang efektif di antaranya etika dan nilai perusahaan, kepatuhan regulasi, keadilan dan bebas bias, konsistensi dan reliabilitas, perlindungan data dan privasi, keterjelasan dan transparansi, serta akuntabilitas dan keamanan.

“AI Governance bukan menghambat inovasi, justru menjadikannya berkelanjutan,” ungkapnya. 

Menurut Angela, tingkat adopsi AI Governance di Indonesia masih bervariasi. Sektor keuangan dan perusahaan multinasional relatif lebih maju dalam penerapannya. 

“Sektor keuangan dan perusahaan multinasional di Indonesia relatif lebih maju dalam penerapan AI Governance. Misalnya, beberapa bank besar telah membentuk komite internal untuk meninjau risiko bias dan kepatuhan dalam algoritma kredit," ujarnya.

Namun di sektor lain, implementasi masih parsial yakni seringkali fokus hanya pada keamanan data tanpa menyentuh aspek etika atau explainability. "Kabar baiknya, tren positif mulai terlihat seiring meningkatnya kesadaran manajemen puncak terhadap risiko dan peluang AI,” jelasnya

Angela menegaskan, keberhasilan AI Governance tidak bisa dilepaskan dari peran kepemimpinan puncak (top management).

Perannya mencakup menetapkan visi AI yang jelas, mengintegrasikannya ke strategi bisnis, menyediakan sumber daya, dan membangun budaya penggunaan AI yang bertanggung jawab di seluruh organisasi.

Selain itu, kolaborasi dengan swasta dan regulator juga membuka peluang terciptanya ekosistem AI yang aman dan etis di Indonesia, bentuknya bisa berupa panduan bersama, program literasi AI, forum berbagi praktik terbaik, dan pilot project bersama. 

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan