Tidak Hanya Presiden dan Bulog, Semua Kementerian Didesak Turun Tangan Berantas Mafia Pangan
Ada 92 persen stok beras di Indonesia saat ini dikuasai pelaku usaha swasta. Sementara itu porsi yang di bawah kendali pemerintah hanya delapan persen
Penulis:
Erik S
Editor:
willy Widianto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pernyataan Presiden RI Prabowo Subianto dalam sidang tahunan MPR soal mafia pangan yang memanipulasi kehidupan rakyat melalui beras adalah alarm serius bagi seluruh pemangku kebijakan di negara ini.
Baca juga: Prabowo Geram Mafia Pangan Rugikan Negara Rp 100 Triliun: Ini Subversi Ekonomi
Prabowo juga menyatakan akan mewajibkan pengusaha penggilingan beras skala besar mendapatkan izin khusus dari pemerintah demi melindungi hak rakyat mendapatkan beras yang tepat, takaran sesuai, kualitas terjaga, dan harga terjangkau.
Usai pidato tersebut Perum Bulog mencatat ada 92 persen stok beras di Indonesia saat ini dikuasai pelaku usaha swasta. Sementara itu porsi yang di bawah kendali pemerintah hanya 8 persen atau 4 juta ton dari total produksi nasional yang mencapai 35 juta ton.
Terkait hal tersebut Pakar Ketahanan Pangan, Haidar Alwi mengatakan membongkar mafia pangan tidak cukup mengandalkan Presiden atau Bulog semata. Semua kementerian dan lembaga terkait harus terlibat.
Kementerian Pertanian (Kementan) menjaga produksi dari hulu, Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengatur distribusi dan impor, Kementerian BUMN memperkuat Bulog, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyiapkan anggaran, Kemenko Perekonomian mengkoordinasi strategi lintas sektor, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengawal stabilitas di daerah, dan Badan Pangan Nasional (Bapanas) bertugas sebagai komando utama cadangan serta distribusi pangan.
“Kalau semua bergerak serentak, mafia pangan akan kehilangan ruang, termasuk bagi oknum pejabat atau oknum aparat yang mencoba bermain di balik kebijakan,” ujar Haidar Alwi, Senin (18/8/2025).
Haidar Alwi menegaskan, mafia pangan sering bersembunyi dibalik dominasi pasar. Mereka tidak hanya dari kalangan pengusaha besar, tetapi juga kerap beririsan dengan oknum pejabat maupun oknum aparat. Praktik manipulasi data panen, izin impor yang diperdagangkan, hingga kebocoran stok Bulog ke tangan swasta menjadi pola klasik yang berulang.
“Jika Presiden Prabowo sudah menyoroti langsung, berarti ini bukan isu kecil. Mafia pangan adalah ancaman serius bagi kedaulatan bangsa,” tegas alumnus ITB tersebut.
Baca juga: Kementan, Polri dan Bapanas Ungkap Modus dan Langkah Penegakan Hukum Beras Oplosan
Baginya, cara lama tidak lagi cukup. Negara harus membangun sistem pangan modern berbasis teknologi sekaligus memperkuat peran rakyat. Ia mengusulkan Bank Data Pangan Nasional berbasis AI dan blockchain, agar setiap transaksi padi dan beras tercatat real time dan tak bisa dimanipulasi. Dengan sistem ini, ruang permainan oknum pejabat maupun pengusaha nakal bisa ditutup rapat.
Bulog juga harus bertransformasi menuju Bulog 4.0. Setiap karung beras diberi QR code yang menunjukkan asal gabah, lokasi penggilingan, hingga jalur distribusi. Dengan begitu, kebocoran stok atau penyelundupan lebih mudah dilacak.
“Kalau distribusi sudah transparan dan digital, mafia akan kehilangan senjata utamanya: bermain di area gelap,” ujar Haidar Alwi.
Namun teknologi saja tidak cukup. Petani tidak boleh terus menerus menjadi korban tengkulak. Menurut Haidar Alwi, koperasi pangan digital berbasis desa harus diperkuat agar petani dapat menjual hasil panennya langsung ke Bulog atau pasar tanpa perantara. Keuntungan petani meningkat, harga bagi konsumen lebih terjangkau, dan ruang mafia semakin sempit.
Haidar Alwi juga menekankan pentingnya Cadangan Beras Desa (CBD) Mandiri. Setiap desa perlu memiliki lumbung modern sebagai cadangan lokal. Saat harga melonjak atau panen gagal, desa bisa menggunakan stok ini tanpa menunggu pasokan pusat.
“Jika desa kuat dengan lumbung mandiri, mafia pangan tidak punya ruang untuk menekan rakyat,” ucap Haidar Alwi.
Dalam kerangka besar ketahanan pangan, Polri melalui program Presisi tidak berhenti pada tugas menjaga keamanan, melainkan hadir langsung di tengah rakyat untuk menjawab tantangan pangan.
Program penanaman jagung yang digerakkan di berbagai daerah telah menutupi ratusan ribu hektare lahan, menghasilkan jutaan ton panen, dan terbukti mendorong peningkatan produksi nasional hingga lebih dari sembilan persen.
Kesungguhan Kapolri dalam program ini patut diapresiasi oleh pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, karena sejalan dengan agenda kedaulatan pangan nasional yang dicanangkan pemerintah.
Baca juga: 21 Merek Beras Diduga Oplosan, DPR: Kita Harus Bersihkan Mafia Pangan dari Hulu ke Hilir
Lebih jauh, Haidar Alwi menilai langkah Polri ini bisa diperluas. Jika hari ini sukses di jagung, maka ke depan dapat masuk ke padi hingga menghasilkan beras yang langsung menyentuh kebutuhan pokok masyarakat.
Dengan begitu, Polri benar-benar hadir sebagai pelindung sekaligus penggerak ekonomi rakyat di sektor paling vital: pangan. Keterlibatan Polri di sektor beras juga dipandang mampu mempersempit ruang mafia beras yang selama ini menguasai distribusi dan memainkan harga.
“Dengan pengawasan ketat Polri, jalur distribusi beras bisa lebih transparan, permainan harga dapat diputus, dan rakyat kecil akan merasakan harga yang lebih wajar,” jelas Haidar Alwi.
Rangkaian capaian ini menunjukkan bahwa kepemimpinan Jenderal Listyo Sigit Prabowo membawa Polri ke level yang berbeda. Ia tidak hanya menjaga keamanan, tetapi juga memberi kontribusi nyata bagi hajat hidup rakyat.
Dari jagung hingga beras, dari program pangan hingga pemberantasan mafia distribusi, Polri tampil sebagai institusi yang dekat dengan rakyat. Itulah sebabnya Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo layak disebut sebagai Kapolri terbaik sepanjang masa versi Haidar Alwi Institute.
“Ketika Polri mampu menjaga keamanan sekaligus menggerakkan ekonomi pangan rakyat, maka itulah bukti nyata hadirnya polisi humanis yang bekerja untuk bangsa, bukan hanya institusi. Jenderal Listyo Sigit Prabowo telah memberi teladan itu,“ pungkas Haidar Alwi.
Diketahui guna memberangus mafia pangan, Satuan Tugas (Satgas) Pangan Polri sudah menetapkan enam tersangka dalam kasus dugaan produksi dan peredaran beras premium yang tidak sesuai dengan standar mutu atau beras oplosan. Pertama pada Jumat (1/8/2025),
Baca juga: Usai Dilantik, Wakapolri Komjen Dedi Diperintah Kapolri Ikut Awasi Satgas Pangan Hingga MBG
Satgas Pangan Polri telah menetapkan tiga orang tersangka dalam kasus beras yang tidak sesuai mutu standar pada klaim kemasan atau beras oplosan. Salah satunya adalah Karyawan Gunarso (KG), yang merupakan Direktur Utama PT Food Station. Sedangkan dua tersangka lainnya adalah RL selaku Direktur Operasional PT FS dan RP selaku Kepala Seksi Quality Control PT FS.
Ketiganya ditetapkan sebagai tersangka karena penyidik menemukan sejumlah barang bukti yang menyebutkan ketiganya dengan sengaja menurunkan kualitas mutu beras meski kemasan masih menyebutkan kualitas premium.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.