Sabtu, 4 Oktober 2025

Dari Lampu Pelita ke Layar HP, Mama-mama Sumba Tunjukkan Semangat Belajar Berjualan Online

Toko daring Sari Jahe Jerayu Manis Sumba menjadi harapan agar ke depannya lahir toko-toko daring lainnya dari Desa Mata Wee Lima.

|
Penulis: Anniza Kemala
Editor: Content Writer
ISTIMEWA
PELATIHAN UMKM - Kristina Koni Bulu mengikuti mengikuti pelatihan calon UMKM baru dan pengenalan bisnis daring dari yang diselenggarakan Shopee Indonesia. Pelatihan UMKM dan pengenalan platform eCommerce ini digelar oleh Tim Shopee di Balai Desa Mata Wee Lima, Sumba Barat Daya. 

TRIBUNNEWS.COM - Sekelompok ibu rumah tangga dari Kelompok Sari Jahe terlihat antusias mengikuti pelatihan UMKM dan pengenalan  platform eCommerce sebagai sarana produktif baru. Melalui pelatihan yang bertempat di Balai Desa Mata Wee Lima, Sumba Barat Daya tersebut, untuk pertama kalinya mereka belajar cara memasarkan hasil kebun sendiri secara daring—sesuatu yang dulu terasa jauh sulit digapai.

Keterbatasan jaringan telekomunikasi atau sinyal tak menghalangi keseriusan para mama  ketika mendengarkan setiap materi yang disampaikan dari tim Shopee.

Regina Theedens, atau yang akrab disapa Mama Nona, bercerita bahwa sebagian besar ibu dan keluarga di Desa Mata Wee Lima bekerja sebagai petani. Setiap hari, mereka berkebun.

“Kalau ada sisa hasil kebun, kami jual. Biasanya, (uang hasil berkebun) kami buat sekolah dan pesta (acara syukuran di Desa),” kata Mama Nona menceritakan kesehariannya bersama  mama-mama lain di Desa.

Selama pelatihan berlangsung, para mama mulai menyadari bahwa hasil kebun mereka bukan hanya bisa memenuhi keperluan makan sehari-hari, tapi dapat dibawa lebih jauh, dijual ke luar desa.

Baca juga: Kisah Sukses Berkarya Sebelum 30: Kembangkan Makaroni SOS dari Nol Bersama Shopee

“Kalau kami mau jual ke pengepul yang datang dari sana (luar desa), dia ambilnya paling rendah. Kalau nanti dijualnya, dia dapat uangnya lebih banyak daripada kita,” kata Mama Len yang memiliki nama lengkap Kristina Koni Bulu.

Meski pengetahuan soal jualan online masih terbatas, para mama sepakat: harus ada yang  memulai. Maka lahirlah toko daring pertama mereka, Sari Jahe Jerayu Manis Sumba—dengan harapan akan lahir toko-toko lainnya dari desa ini.

Tim Shopee menjelaskan bahwa produk bisa dilirik pembeli jika penulisannya dan fotonya menarik. Para mama pun menyimak dengan serius, beberapa mencatat setiap bagian materi  yang disampaikan.

Setelah memahami cara memasarkan produk, mereka mulai dikenalkan dengan langkah-langkah  praktis untuk berjualan aplikasi eCommerce. Di tahapan ini, para mama mengeluarkan ponsel masing-masing untuk mencoba.

“Jadi kendala waktu pelatihan tadi waktu mengisi aplikasi (membuat akun) itu jaringan, jadi  sampai menunggu itu adalah pekerjaan yang paling membosankan untuk semua orang,” ucap  perempuan berusia 52 tahun ini.

“Datang kakak-kakak dari Shopee dua hari ini, di desa langsung hujan. Semoga berkat  melimpah buat kita semua. Sudah 1 bulan lebih tidak hujan,” sambung Mama Len.

Baca juga: Perdana di Indonesia, Shopee Hadirkan Reality Show ‘Jagoan UMKM’ untuk Buktikan Keahlian UMKM

pelatihan umkm mama-mama dari Desa Mata Wee Lima
Elisabet Veronica Bessu atau akrab disapa Mama Gio sedang mencatat materi untuk menjadi UMKM baru yang disampaikan oleh trainer Shopee Indonesia. Sebanyak 15 mama-mama dari Desa Mata Wee Lima, Sumba Barat Daya, turut berpartisipasi dalam pelatihan ini.

Semangat Berkarya Meski Sinyal Tak Sampai

Internet memang bisa terbilang ‘barang langka’ di sejumlah Desa, Kabupaten Sumba Barat Daya, Nusa Tenggara Timur. Setidaknya tergambar dari wilayah Weetabula ke Desa Mata Wee Lima, ketimpangan akses internet terlihat, dari dua wilayah yang hanya berjarak kurang lebih 30  kilometer itu.

“Setengah mati sinyal kami di sini. Jadi saya kalau mau telepon keluarga saja yang ada di  Weetebula sana, saya harus pergi ke Dusun 1 (tempat tinggi) yang sinyalnya agak bagus  sedikit. Apalagi internet,” ucap Kristina

Selain sinyal yang masih sulit diandalkan, listrik pun baru hadir di Desa Mata Wee Lima pada  Agustus tahun lalu. Warga sekitar kini mengandalkan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) yang  dibangun oleh UNDP dan perusahaan asal Korea Selatan, dengan daya 450 watt untuk setiap rumah.

Sebelumnya, malam-malam mereka hanya diterangi lampu pelita. Begitu juga dengan air —warga setiap harinya harus berjalan lebih dari dua kilometer ke mata air terdekat untuk  mendapatkannya.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved