Jumat, 3 Oktober 2025

Pemerintah Diminta Pastikan Investasi di RI Mampu Mendorong Pertumbuhan Ekonomi dan Lapangan Kerja

Meski secara total investasi meningkat, Penanaman Modal Asing (PMA) justru mengalami kontraksi 6,9% dibanding periode yang sama tahun lalu.

handout
KUALITAS INVESTASI - Research Director di Prasasti Center for Policy Studies, Gundy Cahyadi. Total investasi sepanjang semester I 2025 sebesar Rp942,9 triliun, Indonesia telah mencapai hampir 50?ri target tahunan sebesar Rp1.905,6 triliun. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat realisasi investasi Indonesia pada Triwulan II 2025 mencapai Rp477,7 triliun, naik 2,7 persen dari triwulan sebelumnya yang sebesar Rp465,2 triliun.

Dengan total investasi sepanjang semester I 2025 sebesar Rp942,9 triliun, Indonesia telah mencapai hampir 50?ri target tahunan sebesar Rp1.905,6 triliun.

Adapun target investasi nasional sebesar Rp13.000 triliun dalam lima tahun ke depan sebagaimana ditetapkan Bappenas untuk mendukung pertumbuhan ekonomi menuju 8% per tahun.

Research Director Prasasti Center for Policy Studies, Gundy Cahyadi, mengatakan, data ini menunjukkan daya tahan ekonomi nasional yang semakin solid.

Baca juga: Indeks Manufaktur Indonesia Juli 2025 Tetap Kontraksi, Penurunan Produksi Jadi Pemicu

“Momentum investasi tetap terjaga. Di tengah dinamika global yang menantang, fakta bahwa Indonesia mampu mempertahankan arus investasi ini mencerminkan keyakinan investor terhadap prospek jangka panjang ekonomi kita,” ujar Gundy dikutip Sabtu (2/8/2025).

Prasasti Center for Policy Studies adalah lembaga think tank independen dengan tujuan menjadi jembatan antara pembuat kebijakan, dunia usaha, dan masyarakat, dengan pendekatan berbasis data dan analisis kebijakan

Secara sektoral, industri logam dasar menjadi penyumbang terbesar dengan nilai investasi mencapai Rp67,1 triliun atau 14,1?ri total, terutama berkat keberlanjutan kebijakan hilirisasi mineral.

Sektor pertambangan juga mengalami peningkatan signifikan dengan total Rp53,6 triliun, didorong oleh permintaan global terhadap nikel dan mineral strategis lainnya.

Sementara itu, sektor transportasi, pergudangan, dan telekomunikasi tercatat turun menjadi Rp44,2 triliun.

Menariknya, sektor perdagangan dan reparasi untuk pertama kalinya masuk dalam lima besar penerima investasi dengan capaian Rp40 triliun.

“Tren ini menunjukkan bahwa transformasi struktur ekonomi sedang berlangsung. Hilirisasi tetap menjadi magnet utama, namun munculnya sektor-sektor baru seperti perdagangan menunjukkan dinamika positif di lapangan,” tambah Gundy.

Meski secara total investasi meningkat, Penanaman Modal Asing (PMA) justru mengalami kontraksi 6,9% dibanding periode yang sama tahun lalu.

PMA pada Triwulan II tercatat sebesar Rp202 triliun atau 42,3?ri total investasi langsung.

Ini merupakan penurunan tahunan pertama sejak Triwulan III 2021, yang mencerminkan meningkatnya kehati-hatian investor global akibat ketidakpastian eksternal, termasuk potensi keberlanjutan kebijakan tarif era Trump di Amerika Serikat.

Meski demikian, proyeksi PMA tahun ini masih mengarah pada angka Rp900 triliun, lebih dari dua kali lipat rata-rata tahunan pra-pandemi.

“Investor tengah bersikap lebih hati-hati dalam jangka pendek, namun mereka tetap melihat Indonesia sebagai destinasi strategis. Fundamental ekonomi dan arah kebijakan struktural kita masih menjadi daya tarik besar,” jelas Gundy.

Dari sisi ketenagakerjaan, investasi pada triwulan ini menciptakan 665.764 lapangan kerja baru, naik 12% dibandingkan Triwulan I. Hampir separuh di antaranya tercipta di luar Pulau Jawa, mencerminkan kemajuan dalam agenda pemerataan pembangunan.

“Tantangan struktural masih perlu diwaspadai. Pekerjaan formal masih terkonsentrasi di wilayah perkotaan, belum mampu mengimbangi pertumbuhan angkatan kerja yang mencapai 3,5 hingga 4 juta orang per tahun. Keterbatasan perlindungan sosial di sektor informal juga mempersempit pilihan kerja dan memperbesar ketimpangan,” ujarnya.

Dia juga menekankan pentingnya memperhatikan risiko jangka menengah, seperti otomatisasi.

“Sekitar 30% pekerjaan di sektor manufaktur dan pertanian berisiko tergantikan otomatisasi dalam 10–20 tahun ke depan. Di saat yang sama, 22–23% anak muda Indonesia tidak sedang bekerja, sekolah, maupun menjalani pelatihan. Ini adalah peringatan serius bagi agenda pembangunan kita,” ujarnya.

Menurutnya, Indonesia tidak kekurangan modal, namun perlu memastikan investasi mengalir ke sektor-sektor yang mampu menciptakan pertumbuhan berkualitas dan lapangan kerja yang tangguh serta inklusif.

“Kita sudah memiliki momentum dan dasar yang kuat. Yang dibutuhkan sekarang adalah kombinasi kebijakan yang tepat—penguatan SDM, kepastian hukum bagi investor, dan pemerataan pembangunan antarwilayah. Fondasinya sudah ada. Tinggal bagaimana kita membangunnya dengan benar,” kata Gundy.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of

asia sustainability impact consortium

Follow our mission at www.esgpositiveimpactconsortium.asia

Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved