Sabtu, 4 Oktober 2025

Konflik Iran Vs Israel

Indonesia Harus Bersiap Hadapi 3 Krisis Sekaligus, Kata Ekonom Bisa Lebih Parah dari Gejolak 2008 

Timur Tengah bisa berubah menjadi ladang api tak terkendali dan diketahui saat kawasan itu terbakar, dunia ikut panas. 

|
RNTV/TangkapLayar
SERANGAN AMERIKA - Asap hitam mengepul dari lokasi di sebuah fasilitas pengayaan nuklir Iran setelah diserang pesawat tempur Amerika Serikat (AS), Minggu (22/6/2025) dini hari. Imbas serangan ini, membuat Iran berencana menutup Selat Hormuz. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Iran berencana menutup Selat Hormuz setelah Amerika Serikat (AS) menyerang tiga fasilitas nuklir di negara tersebut pada Minggu (22/6/2025).

Diketahui, Selat Hormuz yang terletak antara Iran dan Oman sangat strategis bagi jalur minyak, menghubungkan Teluk di Timur Tengah di utara dengan Teluk Oman di sebelah selatan dan Laut Arab di seberangnya.

SELAT HORMUZ - Tangkapan layar Google Maps, Minggu (15/6/2025) memperlihatkan Selat Hormuz (lingkaran merah), jalur air energi terpenting di dunia yang terletak di antara Oman dan Iran.
SELAT HORMUZ - Tangkapan layar Google Maps, Minggu (15/6/2025) memperlihatkan Selat Hormuz (lingkaran merah), jalur air energi terpenting di dunia yang terletak di antara Oman dan Iran. (Google Maps)

Selat tersebut hanya memiliki lebar 33 kilometer di titik tersempitnya, sedangkan jalur kapal hanya sekitar 3 km di kedua arah.

Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta,  Achmad Nur Hidayat mengatakan, konflik bersenjata antara AS, Israel, dan Iran akan mengakibatkan lebih dari sekadar korban jiwa serta reruntuhan. 

Baca juga: Enam Pangkalan Militer AS yang Berpeluang Diserang Iran Kapan Saja, dari Bahrain Hingga UEA

Dampak paling langsung adalah melonjaknya harga minyak dunia, di mana Iran merupakan produsen minyak terbesar keempat OPEC dan penjaga jalur kritis yakni Selat Hormuz. 

"Sekitar 20 persen suplai minyak global melewati selat ini," ucap Achmad kepada Tribunnews, Senin (23/6/2025). 

Ia menyampaikan, sejak kabar serangan udara dikonfirmasi, pasar berjangka minyak mentah melonjak tajam. 

Dalam waktu singkat, harga minyak menyentuh 80 dolar AS per barel dari sebelumnya menyentuh 78 dolar AS per barel. Diprediksi dalam 1 minggu ke depan bila ketegangan berlanjut bisa mencapai 110 USD/barel

Bahkan, kata Achmad, jika Iran benar-benar memblokir Selat Hormuz, harga bisa menembus 150–170 dolar AS per barel. 

"Efek domino dari ini sangat luas, inflasi global, biaya logistik yang membengkak, tekanan fiskal bagi negara berkembang, dan tentu saja, ancaman resesi. Negara-negara pengimpor energi seperti Indonesia akan sangat terpukul," papar Achmad.

SERANG SITUS NUKLIR - Amerika Serikat, melalui pernyataan Presiden AS Donald Trump pada Sabtu (21/6/2025), mengumumkan bahwa Amerika Serikat telah menyelesaikan “serangan yang sangat berhasil” terhadap situs nuklir di Iran. Seperti situs nuklir Iran di Fordow, Natanz, dan Isfahan. Trump mengklaim militer Amerika serang Iran dan berhasil menargetkan tiga situs nuklir di Iran tersebut. WARTA KOTA/GHALIH
SERANG SITUS NUKLIR - Amerika Serikat, melalui pernyataan Presiden AS Donald Trump pada Sabtu (21/6/2025), mengumumkan bahwa Amerika Serikat telah menyelesaikan “serangan yang sangat berhasil” terhadap situs nuklir di Iran. Seperti situs nuklir Iran di Fordow, Natanz, dan Isfahan. Trump mengklaim militer Amerika serang Iran dan berhasil menargetkan tiga situs nuklir di Iran tersebut. WARTA KOTA/GHALIH (Warta Kota)

Krisis Lebih Besar dari 2008 Menghantui

Achmad menyampaikan, kawasan Timur Tengah akibat serangan Amerika akan memperluas lingkaran konflik. 

Ia melihat, Houthi di Yaman sudah memperingatkan akan menyerang kapal perang AS di Laut Merah. Hizbullah di Lebanon diprediksi akan meningkatkan serangan ke utara Israel

Milisi Syiah di Irak, Afghanistan, bahkan Suriah bisa bangkit dan melakukan serangan balasan.

"Dengan kata lain, kita tidak lagi bicara tentang perang bilateral, tapi potensi perang regional penuh," ucapnya.

Menurutnya, Timur Tengah bisa berubah menjadi ladang api tak terkendali dan diketahui saat kawasan itu terbakar, dunia ikut panas. 

Pasar modal global akan terguncang, investor akan mengalihkan dana ke aset aman seperti emas dan dolar AS, yang pada akhirnya menciptakan ketidakseimbangan baru di pasar global.

"Tak hanya itu, gangguan terhadap pasokan logistik dari Terusan Suez hingga jalur pelayaran Asia-Timur Tengah-Afrika akan memperparah krisis rantai pasok global," paparnya.

"Situasi ini akan mengulang krisis keuangan 2007/2008 , tetapi dalam skala yang jauh lebih parah. Harga pangan, pupuk, dan kebutuhan pokok akan meroket, memperparah krisis kelaparan di Afrika dan menambah tekanan sosial di negara-negara miskin," sambungnya.

Indonesia Bisa Terperangkap 3 Krisis 

Bagi Indonesia, konsekuensi serangan ini tidak bisa dianggap enteng. RI akan terkena imbas dalam tiga level yakni fiskal, moneter, dan sosial.

Pertama, lonjakan harga energi akan membuat APBN tertekan. Subsidi BBM, listrik, dan LPG akan meningkat tajam. 

"Jika tidak diimbangi dengan penerimaan baru, defisit akan melebar," katanya.

Kedua, inflasi akibat kenaikan harga impor energi dan pangan akan menggerus nilai tukar rupiah. 

"Bank Indonesia kemungkinan akan dipaksa menaikkan suku bunga, memperlambat pertumbuhan dan memperberat dunia usaha," ucap Achmad.

Ketiga, tekanan sosial dari kenaikan harga kebutuhan pokok akan memicu keresahan publik. 

Ia menyebut, masyarakat kelas menengah ke bawah akan kembali menjadi korban dari konflik yang sama sekali bukan urusan mereka.

Sehingga, Achmad meminta Indonesia tidak boleh pasif. Pemerintah harus segera merumuskan respons diplomatik dan kebijakan ekonomi yang antisipatif. 

"Ketergantungan pada minyak impor harus dikurangi, dan sumber energi alternatif harus digenjot. Tapi yang terpenting, Indonesia harus bersuara di forum internasional untuk menghentikan eskalasi konflik ini," tutur Achmad.

Hal yang sama pun diungkapkan Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira.

Bhima mengungkapkan, memanasnya konflik di Timur Tengah bisa berdampak langsung pada distribusi energi dan bahan baku global, khususnya melalui Selat Hormuz yang menjadi jalur penting migas dunia.

“Ini baru pertama kalinya AS serang Iran langsung sehingga timbul kekhawatiran eskalasi konflik akan meluas di Timur Tengah. Kondisinya akan menyebabkan terganggunya distribusi migas dan berbagai bahan baku melalui Selat Hormuz,” ujar Bhima.

Dampak terhadap Indonesia tidak bisa dianggap remeh. Bhima mengingatkan, menambahkan harga minyak akan melemahkan posisi neraca perdagangan dan menekan daya beli masyarakat.

“Yang harus diperhatikan pemerintah adalah mengumumkan biaya impor BBM akan menyebabkan inflasi harga yang diatur pemerintah melonjak, tapi di saat daya beli lesu. Ini bukan inflasi yang baik,” jelasnya.

Kenaikan harga BBM, lanjut Bhima, akan berdampak pada pelaku usaha dan konsumen, sehingga konsumsi rumah tangga pun ikut melambat.

“Begitu harga BBM naik, dimiringkan ke pelaku usaha dan konsumen, membuat pertumbuhan konsumsi rumah tangga melambat. Proyeksinya jika perang berlangsung lebih lama, perekonomian Indonesia hanya akan tumbuh 4,5 persen year on year tahun ini,” ucapnya.

Target pertumbuhan ekonomi 8 persen pun dinilai semakin jauh dari jangkauan.

“Makin berat mencapai target pertumbuhan ekonomi 8 persen karena situasi eksternalnya terlalu berat, ditambah adanya efisiensi anggaran pemerintah,” tambah Bhima.

 

Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved