Jumat, 3 Oktober 2025

Pemerintah Tetapkan Harga Acuan Ayam Hidup Rp 18.000 Per Kilogram, Berlaku 19 Juni

Pemerintah menetapkan harga acuan ayam hidup di tingkat peternak sebesar Rp 18.000 per kilogram untuk semua ukuran

Editor: Sanusi
Tribunnews/JEPRIMA
HARGA AYAM - Pemerintah menetapkan harga acuan ayam hidup di tingkat peternak sebesar Rp18.000 per kilogram untuk semua ukuran bobot panen, berlaku nasional mulai 19 Juni 2025. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah menetapkan harga acuan ayam hidup di tingkat peternak sebesar Rp 18.000 per kilogram untuk semua ukuran bobot panen, berlaku nasional mulai 19 Juni 2025.

Harga acuan tersebut ditetapkan dalam Rapat Koordinasi Perunggasan Nasional. Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementan, Agung Suganda, menegaskan bahwa langkah ini merupakan bagian dari melindungi peternak kecil dan mandiri.

Baca juga: Harga Ayam Anjlok, Peternak Rugi Besar: Makan Bergizi Gratis Tak Bisa Diharapkan

"Seluruh pihak telah menyepakati harga livebird paling rendah Rp 18.000 per kilogram sebagai bentuk perlindungan terhadap peternak mandiri dan usaha kecil," ujar Agung di Jakarta, Jumat (20/6/2025).

Dia berharap semua pelaku usaha mematuhi harga kesepakatan karena sebagai hasil konsensus bersama untuk keberlangsungan industri perunggasan nasional yang sehat dan adil.

Agung menyampaikan bahwa berdasarkan data Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat (PINSAR) Indonesia per 16 Juni 2025, harga livebird di lapangan masih fluktuatif di kisaran Rp 15.000-Rp 17.000 per kilogram, padahal HPP peternak berada di kisaran Rp 16.935-Rp 17.646 per kilogram.

"Situasi ini tidak normal. Jika harga jual livebird terus berada di bawah HPP, maka akan mengancam keberlanjutan usaha peternak mandiri," tutur Agung.

Agung menjelaskan kondisi fluktuatif harga tersebut tidak hanya dipengaruhi oleh ketidakseimbangan pasokan dan permintaan, namun disebabkan juga oleh faktor nonteknis, seperti psikologi pasar dan praktik niaga yang tidak efisien.

Terdapat persoalan struktural dalam rantai pasok ayam hidup yang panjang dan didominasi oleh broker dengan margin perdagangan lebih dari 67 persen.

Kepala Satuan Tugas (Satgas) Pangan Polri, Brigjen Pol Helfi Assegaf mengungkapkan bahwa sebelumnya telah dilakukan pemantauan di pusat penjualan livebird perusahaan integrator di wilayah Banten dan Jawa Barat.

Hasil temuan di lapangan menunjukkan adanya indikasi manipulatif di pasar, termasuk dugaan persengkokolan antara oknum peternak dan broker yang sengaja membentuk harga di bawah HPP.

“Ini adalah anomali pasar yang tidak bisa dibiarkan. Harga jual livebird harus mencerminkan biaya produksi yang adil,” ungkap Helfi.

Baca juga: Jelang Akhir Tahun 2023, Harga Ayam Potong di Pasar Ciputat Melonjak Jadi Rp63.000 per Ekor

Dia memastikan Satgas Pangan Polri akan mengawal ketat implementasi kesepakatan harga livebird dan tidak segan menindak pelanggaran yang mengandung unsur pidana.

Pelaku usaha yang terbukti mengarahkan pembentukan harga rendah dan cenderung merugikan pihak lain dapat dikategorikan sebagai perilaku monopoli sehingga akan ditindak tegas secara hukum.

"Jika di kemudian hari ditemukan adanya pelanggaran atau perubahan harga secara sepihak yang mengandung unsur pidana, maka akan diambil langkah hukum, baik dalam bentuk sanksi pidana maupun administratif," tegasnya.

Deputi Bidang Ketersediaan dan Stabilisasi Pangan, Badan Pangan Nasional, I Gusti Ketut Astawa, menekankan pentingnya keseriusan pelaku usaha dalam menjaga kestabilan harga livebird. Ia menyoroti langkah stabilitas pasokan dan harga livebird tersebut dapat selaras dengan pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis (MBG).

"Dengan begitu, penyerapannya bisa lebih optimal, distribusi menjadi lebih merata, dan kesejahteraan peternak dapat meningkat secara berkelanjutan. Ini adalah momentum penting untuk menyinergikan kebijakan pangan dengan kepentingan peternak rakyat," terangnya.

Sebagai langkah panjang, Kementan mendorong implementasi Permentan Nomor 10 Tahun 2024 tentang proporsi distribusi DOC FS atau bibit ayam minimal 50 persen untuk peternak eksternal (mandiri) dan maksimal 50 persen untuk internal dan kemitraannya.

Peraturan ini diharapkan dapat dipatuhi oleh semua pelaku usaha. Pemerintah juga mendorong pembentukan koperasi peternak sebagai bentuk penguatan posisi tawar peternak dalam rantai tata niaga livebird.

Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved