Forum Konsumen Berdaya Indonesia Tolak Aturan Co-Payment, Respons AAJI dan Pertimbangan OJK
Tulus Abadi mengatakan, aturan baru itu tidak adil, sebab terlalu berpihak pada industri asuransi dan sebaliknya mereduksi hak konsumen
Penulis:
Lita Febriani
Editor:
Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengeluarkan Surat Edaran OJK Nomor 7 tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Produk Asuransi Kesehatan.
Aturan baru ini mewajibkan produk asuransi kesehatan menerapkan pembagian risiko atau co-payment yang ditanggung oleh pemegang polis.
Melalui SE tersebut, pemegang polis wajib menanggung paling tidak 10 persen dari total pengajuan klaim. Di mana untuk rawat jalan batas maksimumnya Rp 300.000 dan rawat inap senilai Rp 3 juta untuk setiap pengajuan klaim.
Baca juga: OJK Catat Kredit Perbankan April 2025 Senilai Rp7.960 Triliun, Tumbuh 8,88 Persen
Ketua Forum Konsumen Berdaya Indonesia Tulus Abadi mengatakan, aturan baru tersebut tidak adil, sebab terlalu berpihak pada industri asuransi dan sebaliknya mereduksi hak konsumen sebagai pemegang polis asuransi.
"Kami menduga dalam proses pembuatan SEOJK No.7/2025 tersebut tidak melibatkan representasi (lembaga) konsumen dan sebaliknya hanya melibatkan kalangan industri asuransi saja," ungkap Tulus melalui keterangan, Kamis (5/6/2025).
Tulus menyebut, jika ketentuan itu diklaim sebagai upaya untuk mengurangi perilaku moral hazard konsumen, yang diklaim sering melakukan over utilitas, jelas klaim yang absurd alias menggelikan.
"Justru yang sering melakukan dugaan tindakan moral hazard adalah industri asuransi itu sendiri, yakni seringnya menolak hak konsumen yang mengajukan klaim, dengan berbagai macam dalih yang disampaikan. Dalih tersebut umumnya diselundupkan dalam kontrak perjanjian/polis, dalam wujud klausula baku. Padahal praktik klausula baku adalah dilarang dan merupakan tindakan kriminalitas, berdasar UU No.8 Tahun 1999 ttg Perlindungan Konsumen," jelasnya.
Ia menilai, praktik klausula baku itulah yang seharusnya direformasi oleh OJK, karena sebagai bentuk konkrit moral hazard oleh industri asuransi.
"Seharusnya OJK mereformasi total format polis asuransi untuk memitigasi adanya klausula baku yang diselundupkan dalam polis asuransi tersebut. Bukan malah membuat regulasi yang justru mereduksi dan menyudutkan hak hak konsumen asuransi," imbuh Tulus.
Dari sisi bisnis dan literasi berasuransi masyarakat konsumen, SEOJK No. 07/2025 justru berpotensi untuk mereduksi minat masyarakat untuk berasuransi dan artinya menggerus ratio asuransi di Indonesia.
Apalagi wajah industri asuransi dimata publik sedang mengalami down grade karena kasus-kasus besar, seperti gagal bayar pada konsumen, bahkan kasus korupsi.
"Oleh sebab itu, FKBI menolak keras SEOJK tersebut dan mendesak agar OJK segera membatalkan/mencabut SEOJK yang justru anti terhadap perlindungan konsumen jasa asuransi dan juga kontra produktif terhadap keberlanjutan industri asuransi. SEOJK No.7/2025 juga kontra produktif thd tupoksi (tugas pokok dan fungsi) OJK yang secara historis-normatif untuk melindungi konsumen jasa keuangan di Indonesia," ucap Tulus.
Pertimbangan OJK
Plt Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan, dan Komunikasi OJK Ismail Riyadi mengatakan, tujuan diterbitkannya SEOJK 7/2025 sebagai langkah penguatan ekosistem, tata kelola, dan pelindungan konsumen dalam industri asuransi kesehatan.
"Melalui ketentuan itu, OJK mendorong efisiensi pembiayaan layanan kesehatan jangka panjang di tengah tren inflasi medis yang terus meningkat secara global," ucap Ismail dalam keterangan resmi, Kamis (5/6/2025).
Mengintip Ruang Kerja Anggota DPR yang Diduga Menggunakan Uang CSR untuk Bangun Showroom & Restoran |
![]() |
---|
OJK: Nilai Tabungan Pelajar Indonesia Rp 32 Triliun |
![]() |
---|
Kritik Payment ID, FKBI: Berpotensi Langgar Hak Warga Negara |
![]() |
---|
13 Perusahaan Masuk Pipeline IPO, OJK: Nilainya Tembus Rp 16,65 Triliun |
![]() |
---|
KPK Bidik Sebagian Besar Anggota Komisi XI DPR, Diduga Turut Nikmati Dana CSR dari BI dan OJK |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.