Kamis, 2 Oktober 2025

Gapasdap Soal Diskon Tarif 50 Persen: Dampaknya Bagus ke Masyarakat, Berat untuk Jasa Penyeberangan

Penyesuaian tarif seharusnya berlaku sejak 1 Oktober 2024, akan tetapi sampai saat ini masih tertunda tanpa adanya kejelasan yang pasti.

Tribun Lombok/Robyan Abel Ramdhon
DISKON PENYEBERANGAN - Kapal ferry penyeberangan berlabuh di Pelabuhan Lembar, Lombok, Nus Tenggara Barat. Pengusaha jasa angkutan penyeberangan menghadapi situasi dilema dalam menyikapi rencana pemerintah memberikan stimulus tarif transportasi, termasuk diskon 50 persen tarif angkutan laut dan penyeberangan mulai awal Juni hingga akhir Juli 2025. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Para pengusaha jasa angkutan penyeberangan kini menghadapi situasi dilema menyikapi rencana pemerintah memberikan stimulus tarif transportasi, termasuk diskon 50 persen tarif angkutan laut dan penyeberangan mulai awal Juni hingga akhir Juli 2025. 

Hal ini karena kondisi tarif angkutan laut penyeberangan di Indonesia berdasarkan perhitungan resmi Tim Tarif Kementerian Perhubungan tahun 2019, terdapat kekurangan sebesar 31,81 persen dari Harga Pokok Produksi (HPP).

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan (Gapasdap) Khoiri Soetomo mengatakan sebagai asosiasi yang menaungi pelaku usaha angkutan laut penyeberangan, pihaknya dapat memahami semangat pemerintah dalam mendorong mobilitas masyarakat dan pertumbuhan ekonomi melalui stimulus tarif transportasi, termasuk diskon 50 persen tiket angkutan laut.

Baca juga: Mulai 5 Juni, ASDP Beri Diskon Tarif Kepelabuhanan di Tujuh Lintasan Komersial

"Kami memahami bahwa kebijakan ini bertujuan mulia. Namun, kami perlu menyampaikan beberapa catatan penting agar implementasinya tidak mengorbankan keberlanjutan sektor angkutan laut penyeberangan Indonesia," katanya dikutip Kamis, 5 Juni 2025.

Dia menjelaskan, tarif angkutan laut penyeberangan saat ini masih berada di bawah biaya operasional yang wajar karena  terdapat kekurangan hingga 31,81 persen dari Harga Pokok Produksi (HPP). "Perhitungan ini masih merujuk kepada formula tarif tahun 2019, dengan asumsi biaya UMR dan kurs rupiah yang jauh lebih rendah dari kondisi saat ini," katanya.

Sesuai regulasi, katanya, penyesuaian tarif seharusnya berlaku sejak 1 Oktober 2024. Akan tetapi sampai saat ini masih tertunda tanpa adanya kejelasan yang pasti kapan akan diimplementasikan.

Hal ini secara tidak langsung menunjukkan jika operator kapal angkutan laut penyeberangan sudah memberikan “diskon tarif” kepada masyarakat dan menanggung beban biaya operasional yang berat.

Khoiri menjelaskan yang lebih memberatkan dari kondisi saat ini bagi operator angkutan laut penyeberangan adalah turunnya hari operasi kapal hingga menjadi di bawah 50% per bulan yang terjadi pada sebagian besar lintas penyeberangan utama di Indonesia.

Salah satu contoh nyata adalah di lintasan penyeberangan Merak–Bakauheni yang menghubungkan pulau Jawa dan Sumatra, di mana banyak kapal-kapal penyeberangan yang hanya mendapat jadwal operasi selama 12 hari dalam sebulan akibat terlalu banyak kapal yang memperoleh izin operasi.

"Kapal hanya menghasilkan pendapatan selama 12 hari, tetapi harus menanggung biaya tetap selama 30 hari seperti biaya bahan bakar untuk genset yang wajib hidup 24 jam meskipun kapal tidak beroperasi. Biaya kru jaga (ABK) yang wajib stand-by 24 jam sesuai regulasi keselamatan pelayaran dan biaya pelabuhan, docking, asuransi, PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak), dan lainnya," katanya.

Gapasdap menilai pemberian izin kapal yang berlebihan telah menciptakan overcapacity dan menurunkan kemampuan menanggung biaya operasional sehingga perusahaan beroperasi dalam keadaan yang tidak sehat sehingga mengancam keberlangsungan usaha angkutan laut penyeberangan.

Padahal, lintasan-lintasan penyeberangan utama antarpulau telah dinyatakan dalam status moratorium perizinan oleh pemerintah sendiri. "Kenyataannya, izin tambahan masih terus dikeluarkan, dan ini melanggar prinsip keteraturan, keselamatan, dan kesinambungan usaha," ujarnya.

Gapasdap Keluhkan Pendapatan Turun

Gapasdap menegaskan jika kebijakan diskoun tarif sebesar 50 persen diberlakukannya pada masa peak season, pihaknya kuatir akan menimbulkan masalah usaha dikarenakan pendapatan operator angkutan laut penyeberangan akan menurun, sementara pada saat yang sama, biaya operasional maupun biaya tetap akan meningkat, tapi jadwal operasional kapal sangat terbatas.

Atas kondisi itu, Gapasdap mengusulkan kepada Pemerintah untuk memastikan dan menegaknan kebijakan moratorium perizinan kapal di lintasan utama dengan jangan lagi menambah izin kapal yang nantinya semakin memperburuk daya saing dan keselamatan.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved