Stok Langka, Harga Makin Tinggi, Pemerintah Diminta Moratorium Ekspor Kelapa Enam Bulan
HIPKI meminta pemerintah memberlakukan moratorium atau penghentian sementara ekspor kelapa selama enam bulan.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Himpunan Industri Pengolahan Kelapa Indonesia (HIPKI) meminta pemerintah memberlakukan moratorium atau penghentian sementara ekspor kelapa selama enam bulan.
Permintaan ini diajukan menyusul lonjakan harga dan kelangkaan kelapa di pasar dalam negeri.
Ketua Harian HIPKI Rudy Handiwidjaja menjelaskan bahwa tingginya permintaan global menjadi penyebab utama meningkatnya ekspor kelapa dari Indonesia.
Hal itu berdampak pada pasokan dalam negeri yang semakin menipis, sekaligus mendorong harga kelapa melonjak tajam.
"Demand terhadap produk olahan kelapa itu memang lagi trendnya positif. Jadi banyak kelapa yang memang diekspor. Demand produk olahan kelapa meningkat di seluruh dunia. Jadi diekspor kelapa ke China dan Malaysia," kata Rudy kepada Tribunnews, Senin (21/4/2025).
Selain faktor ekspor, ia juga mengungkap bahwa menurunnya produksi kelapa akibat kemarau panjang akhir tahun lalu turut memperburuk kondisi.
Produksi kelapa, kata Rudy, turun hingga 60 persen, yang menyebabkan harga di pasar tradisional kini mencapai Rp 20 ribu hingga Rp 25 ribu per butir.
Baca juga: Harga Kelapa di Pasaran Mahal karena Banyak Diekspor
Rudy pun mengusulkan moratorium ekspor kelapa selama enam bulan ke depan kepada pemerintah. Ia yakin ini bisa memulihkan produksi dan mengembalikan ketersediaan stok di dalam negeri.
"Dalam 6 bulan itu kami perkirakan kelapa sudah berbunga lagi. Sekarang yang dipanen itu kelapanya belum benar-benar matang, sudah dipetik untuk mereka ekspor," ucap Rudy.
"Jadi kami mengharapkan 6 bulan, harapannya pohon kelapa mulai berbunga agar bisa menjadi buah," jelasnya.
Moratorium ini juga dinilai bisa membantu industri pengolahan kelapa di dalam negeri yang kini kesulitan mendapatkan bahan baku.
Menurut Rudy, perkirakan produksi bisa mulai membaik lagi pada akhir tahun, sekitar September hingga Desember.
"Perkiraan membaiknya sekitar di akhir tahun. September, Oktober, November, mungkin Desember itu mulai membaiknya," katanya.
Ia menyebut telah menyampaikan usulan moratorium kepada Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, dan Kementerian Pertanian.
Rudy menyebut pemerintah memberikan respons positif, tetapi mereka tetap perlu melakukan kajian lebih lanjut.
"Sejauh ini mereka di depan kami ya oke, setuju untuk melakukan moratorium, tapi kan mereka juga perlu ada kajian lebih lanjut. Itu yang mereka sampaikan. Dia bilang kajian perlu proses. Kami industri kan hanya bisa memohon aja kepada pemerintah," ujar Rudy.
pengusaha pemilih ekspor
Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso mengungkap alasan harga kelapa di pasaran mahal dan stoknya langka.
Menurut dia, saat ini pengusaha memilih mengekspor kelapa karena permintaan dari global sedang meningkat, terutama dari China.
Dengan permintaan global sedang meningkat, sedangkan harga jual di dalam negeri murah, pengusaha akhirnya memilih menjualnya ke luar negeri.
"Itu kelapa naik harganya karena ekspor. Ekspor ke China, jadi harganya naik. Sementara industri dalam negeri kan belinya dengan harga murah, sehingga eksportir kan lebih suka berjual. Jadinya langka gitu kan. Nah sekarang kami mau cari solusinya," kata Budi kepada wartawan di Jakarta, dikutip Senin (21/4/2025).
Politikus Partai Amanat Nasional (PAN) itu mengatakan sudah mempertemukan eksportir dengan pelaku usaha industri.
Dalam pertemuan tersebut, moratorium ekspor menjadi satu dari sekian pembahasan. Budi mengatakan pemerintah dan pengusaha tengah mencari solusi terbaik.
"Kami ketemu dulu biar tahu maunya seperti apa. Jangan sampai nanti salah satu dirugikan. Kemarin sudah [bertemu], tetapi belum ada kesepakatan. Nanti kami cari solusi yang terbaik," ujar Budi.
Pungutan
Kementerian Perindustrian menegaskan komitmennya untuk mendukung industri pengolahan kelapa di Indonesia, khususnya dalam menghadapi tantangan kelangkaan bahan baku.
Hal ini diungkapkan oleh Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin, Putu Juli Ardika sebagai respons terhadap masalah pasokan bahan baku yang dihadapi industri pengolahan kelapa di dalam negeri yang menyebabkan penurunan produktivitas dan utilitas.
“Kebijakan tata kelola kelapa harus segera ditetapkan, mengingat kelangkaan bahan baku telah berdampak pada keberlangsungan aktivitas industri dan pengurangan tenaga kerja. Pada rapat-rapat koordinasi bersama kementerian/lembaga, kami mengusulkan penerapan moratorium ekspor kelapa bulat sebagai solusi jangka pendek (3-6 bulan) guna menstabilkan pasokan domestik,” kata Putu beberapa waktu lalu.
Kebijakan lain yang diusulkan oleh Kemenperin, antara lain pengenaan Pungutan Ekspor kelapa bulat dan produk turunannya, serta penetapan standar harga bahan baku yang remuneratif bagi petani dan industri.
“Langkah mitigasi tersebut diharapkan akan dapat meningkatkan ketersediaan bahan baku dan kembali menormalisasi harga kelapa yang telah semakin melambung di dalam negeri,” ungkap Putu.
Kemenperin juga mengusulkan agar dana hasil Pungutan Ekspor kelapa dikelola oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) yang manfaatnya dikembalikan kepada petani untuk menjaga kesejahteraan petani.
“Bentuk pengembaliannya dalam bentuk program peningkatan produktivitas tanaman kelapa, penguatan kegiatan usaha tani, pemberdayaan usaha pengolahan kelapa rakyat, dan pengembangan ekosistem industri pengolahan kelapa terpadu,” sebut Putu.
Berikutnya, Kemenperin mengajak semua pihak terkait untuk bersinergi dalam mengimplementasikan kebijakan yang memberikan manfaat bagi pelaku industri, petani dan tenaga kerja industri. “Kami akan terus berkoordinasi dengan semua pemangku kepentingan untuk menjamin pelaksanaan kebijakan yang cepat, efektif, dan melakukan evaluasi secara berkala,” pungkas Putu.
Harga kelapa
Belakangan ini, kenaikan harga kelapa sedang menjadi sorotan. Di Pasar Kejambon, Tegal, Jawa Tengah, harga kelapa parut melambung tinggi hingga Rp 40 ribu per kg.
"Mahal banget, padahal ini buat jualan. Satu kilogram harganya Rp 40 ribu, padahal biasanya Rp 7.000- Rp 8.000," kata Kasmini, warga Mejasem Tegal, kepada tribunjateng.com, Selasa (15/4/2025).
Pedagang kelapa parut, Somirin (70) mengungkapkan, kelapa hingga saat ini masih langka.
Ia sendiri kekurangan stok. Dari yang biasanya sebulan bisa menstok sampai 1.000 butir, kini pengiriman per 200 butir jika ada.
"Malah lebih mahal sekarang. Saya lebaran jual Rp 35 ribu per kilogram, sekarang Rp 40 ribu per kilogram. Untuk yang per butir harganya Rp 20 ribu," ungkapnya.
Somirin mengatakan, kenaikan harga ini sudah bertahan dua bulan sejak sebelum Ramadan.
Saat normal harga kelapa parut per kilogramnya hanya Rp 20 ribu.
Kemudian yang dijual per butir hanya sekira Rp 8.500- Rp 9.000.
"Penjualan di masyarakat juga menurun. Saya biasanya jual 100 butir per hari, kini hanya sekira 70 butir," jelasnya.
Sementara itu, di Purwakarta, Jawa Barat, kelapa parut biasanya dijual seharga Rp8 ribu per butir, kini kelapa parut ukuran besar menembus angka Rp25 ribu per butir.
Kenaikan harga ini tak hanya dikeluhkan pembeli, tapi juga pedagang yang mengalami penurunan omzet drastis hingga 50 persen.
Pantauan Tribunjabar.id di Pasar Rebo, Rabu (16/42025), menunjukkan lonjakan harga yang sudah mulai terasa sejak menjelang Lebaran, namun kini kian tak terkendali.
Pembeli, terutama pelaku UMKM seperti penjual kue tradisional, kelimpungan karena tak bisa mengurangi penggunaan kelapa demi menjaga kualitas rasa.
"Mau tidak mau tetap beli meski mahal. Kalau takaran dikurangi, rasa kue bisa berubah dan pelanggan kecewa," ujar Yayah, salah satu penjual kue di Purwakarta, Rabu (16/4/2025).
Menurut pedagang, mahalnya harga kelapa parut disebabkan oleh minimnya pasokan.
Mereka harus bersaing dengan sesama pedagang, bandar, hingga pabrik pengolahan yang juga membutuhkan kelapa dalam jumlah besar.
Saat ini, kelapa ukuran kecil dijual Rp15 ribu per butir, sementara ukuran besar tembus Rp25 ribu.
"Biasanya bisa jual sampai 700 butir per hari, sekarang maksimal cuma 400. Omset turun hampir setengahnya," kata Sopyan, pedagang kelapa di Pasar Rebo.
Baik pedagang maupun pembeli berharap harga kelapa segera kembali stabil agar roda usaha dan konsumsi masyarakat tidak terganggu lebih lama.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.