Selasa, 30 September 2025

Sritex Pailit

Sosok Iwan Lukminto, Bos Perusahaan Raksasa Tekstil Sritex yang Menangis di Hadapan Ribuan Karyawan

Iwan Setiawan Lukminto beberapa kali masuk dalam daftar 50 orang terkaya di Indonesia.

|
HO/dok Sritex
TANGISAN HARU - Iwan Kurniawan Lukminto menangis haru, Jumat (28/2/2025). Ia turun langsung menemui para karyawan yang selama ini menjadi bagian dari keluarga besar perusahaan 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Siapa Iwan Kurniawan Lukminto? Nama ini menjadi sorotan setelah PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) resmi dinyatakan pailit dan menutup seluruh operasionalnya per 1 Maret 2025.

Mengutip laman resmi Sritex, Iwan Setiawan Lukminto atau juga dikenal dengan Iwan Lukminto saat ini menjabat sebagai Komisaris Utama Sritex.

Pria kelahiran 24 Juni 1975 ini merupakan jebolan Business Administration Suffolk University, Amerika Serikat.

Ia juga tercatat merupakan alumni Lemhanas Angkatan 20.

Sebelum menjadi komisaris utama, Iwan Lukminto sempat menjadi Dirut Sritex cukup lama, yakni sejak 2014. 

Hingga pada 2023, tampuk kepemimpinan Sritex beralih ke adiknya, yakni Iwan Kurniawan Lukminto hingga saat ini.

Iwan Setiawan Lukminto bahkan beberapa kali masuk dalam daftar 50 orang terkaya di Indonesia.

Forbes pernah mencatat jumlah kekayaan pria yang saat ini berusia 49 tahun ini sebesar 515 juta dollar AS atau sekitar Rp 8,05 triliun.

Tangis pecah di depan ribuan karyawan

Suasana duka menyelimuti ribuan karyawan PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) setelah Pengadilan Negeri (PN) Semarang menolak upaya going concern yang telah diperjuangkan selama lebih dari lima bulan. 

Tangis haru dan kesedihan tidak bisa terbendung saat Komisaris Utama sekaligus Presiden Direktur Sritex, HM Lukminto, turun langsung menemui para karyawan yang selama ini menjadi bagian dari keluarga besar perusahaan.

“Kami berduka. Sritex berduka," kata Direktur Utama Sritex, Iwan Kurniawan Lukminto, dengan suara bergetar, Jumat (28/2/2025).

Di  di tengah lautan kesedihan para karyawan yang kehilangan pekerjaan, Wawan panggilan akrab Iwan Kurniawan meminta maaf.

"Kami mohon maaf karena tidak mampu memperjuangkan keinginan karyawan agar dapat tetap bekerja kembali di Sritex,” ungkapnya.

Kenapa Sritex bisa tutup?

Sritex dinyatakan pailit setelah salah satu kreditur melayangkan gugatan dan kemudian dikabulkan.

Sebabnya, perusahaan tekstil terbesar di Indonesia itu, tak mampu melunasi utang yang  jumlahnya bejibun.

Ditambah lagi pendapatan perusahaan anjlok. Beberapa tahun terakhir acap menanggung kerugian.

Hingga akhirnya, perusahaan terpaksa melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap 10.669 orang karyawannya.

Kemudian muncul pertanyaan, berapa utang Sritex sampai diputus pailit

Pendapatan yang payah selama beberapa tahun terakhir membuat perusahaan kesulitan membayar utang yang jumlahnya sangat besar.

Dikutip dari Kompas.com, perusahaan harus menanggung utang sebesar 1,597 miliar dollar AS atau dirupiahkan setara Rp 25 triliun (kurs Rp 15.600).

Jumlah utang tersebut lebih besar dari aset yang dimiliki Sritex, yakni hanya 617,33 juta dollar AS atau sekitar Rp 9,65 triliun.

Dengan kata lain, jumlah aset Sritex tak ada setengah dari jumlah utang perusahaan.

Kondisi ini semakin diperparah dengan kinerja penjualannya yang merosot.

Merujuk pada Laporan Keuangan Konsolidasi Interim 30 Juni 2024 yang dirilis di situs resmi perseroan, operasional Sritex pun boncos, karena beban lebih besar dibandingkan dengan total penjualannya.

Dalam laporan keuangan terbarunya, perusahaan hanya bisa mencatatkan penjualan sebesar 131,73 juta dollar AS pada semester I 2024, turun dibandingkan periode yang sama pada 2023 yakni 166,9 juta dollar AS.

Di sisi lain, beban penjualannya lebih besar yakni 150,24 juta dollar AS. Sepanjang paruh pertama 2024, Sritex praktis mencatat rugi sebesar 25,73 juta dollar AS atau setara dengan Rp 402,66 miliar.

Kerugian yang diderita Sritex bukan terjadi pada tahun 2024 saja.

Pada tahun 2023, Sritex juga menderita kerugian sangat besar yaitu 174,84 juta dollar AS atau sekitar Rp 2,73 triliun. 

Bahkan pada masa pandemi Covid-19, perusahaan mengalami kerugian sangat besar.

Mengutip Laporan Tahunan Sritex pada 2023, sepanjang tahun 2022 perusahaan menanggung rugi sebesar 391,56 juta dollar AS atau Rp 6,12 triliun. 

Kerugian yang diderita Sritex pada 2022 bahkan jauh lebih besar yakni 1,07 miliar dollar AS atau nilainya setara dengan Rp 16,81 triliun apabila menggunakan nilai kurs dollar saat ini. Berikutnya pada 2021 Sritex mencatat kerugian 1,06 miliar dollar AS.

Memang pada tahun 2020, di mana Sritex sempat mencatatkan laba sebesar 85,33 juta dollar AS. Masih mengutip laporan tahunan Sritex, aset perusahaan juga terus merosot dari tahun demi tahun.

Per Juni 2024, nilai aset perusahaan tercatat 617 juta dollar AS. Nilai aset Sritex ini mengalami penurunan dibanding pada 2023 yakni 648 juta dollar AS.

Pada 2022, aset Sritex tercatat lebih besar yakni 764,55 juta dollar AS.

Sementara pada 2021, aset Sritex masih berada di atas 1 miliar dollar AS, tepatnya 1,23 miliar dollar AS. 

Aset pada 2021 ini juga menurun dibanding aset Sritex pada 2020 yang tercatat 1,85 miliar dollar AS.

Setelah dinyatakan pailit, Sritex Group maupun beberapa anak usahanya harus menjual  semua aset perusahaan yang tersisa, untuk melunasi seluruh kewajiban perusahaan kepada para kreditur. 

Entitas yang dinyatakan pailit antara lain PT Sritex Sukoharjo, PT Primayudha Mandirijaya Boyolali, PT Sinar Pantja Djaja Semarang, dan PT Bitratex Industries Semarang.

Selanjutnya, berdasarkan Pasal 39 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, dalam perkara Sritex pailit pekerja yang bekerja pada debitor dapat memutuskan hubungan kerja dan sebaliknya kurator dapat memberhentikan dengan mengindahkan jangka waktu.

Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan