Sabtu, 4 Oktober 2025

Kebijakan Wajib Pungut akan Dievaluasi untuk Turunkan Harga Minyakita

Apabila distribusi dilakukan melalui BUMN Pangan, penyaluran Minyakita ke konsumen bisa lebih cepat.

dok. Kompas/Miftahul Huda
Kementerian Perdagangan tidak akan memangkas rantai distribusi minyak goreng Minyakita untuk menurunkan harga di pasaran. 

 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Perdagangan Budi Santoso menegaskan bahwa pihaknya tidak akan memangkas rantai distribusi minyak goreng Minyakita untuk menurunkan harga di pasaran.

Namun, ia menyebut kebijakan wajib pungut perlu dievaluasi guna menjaga harga Minyakita tetap stabil sesuai Harga Eceran Tertinggi (HET) sebesar Rp 15.700 per liter.

Menurut Budi, distribusi Minyakita yang dilakukan melalui BUMN Pangan seperti Bulog dan ID Food dari produsen minyak goreng terkendala oleh kebijakan wajib pungut.

Padahal, apabila distribusi dilakukan melalui BUMN Pangan, penyalurannya ke konsumen bisa lebih cepat.

Kebijakan wajib pungut mengharuskan produsen minyak goreng untuk membayar sejumlah pungutan terlebih dahulu ke BUMN Pangan, yang kemudian dapat diklaim kembali ke pemerintah di kemudian hari.

Podusen sebenarnya sudah diberikan insentif bila menyalurkan minyak goreng melalui BUMN Pangan, tetapi mereka enggan melakukannya karena wajib pungut ini.

"Di Permendag (Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 18 Tahun 2024) itu, untuk Minyakita yang menyalurkan melalui BUMN Pangan seperti Bulog, ID Food, itu kan si produsen mendapat insetif, tapi ini kan ada proses bisnis antara BUMN dengan produsen yang namanya wajib pungut," kata Budi di Jakarta Barat, Rabu (15/1/2025).

"Wajib pungut itu langsung dipungut oleh BUMN, sehingga perusahaannya kan harus bayar dulu, baru nanti bisa ditagih lagi ke pemerintah. Agak ribet, sehingga kadang-kadang produsen enggan walaupun dikasih insetif," lanjutnya.

Budi menegaskan rantai distribusi yang ada akan tetap dipertahankan, tetapi yang akan dievaluasi adalah mekanisme wajib pungut.

Adapun mekanisme distribusi Minyakita sebenarnya memungkinkan produsen menyalurkan minyak goreng melalui pihak swasta yang berperan sebagai distributor pertama/D1. 

Baca juga: Harga Minyakita Mahal, Kemendag: Distribusi Panjang dan Ulah Pengusaha

Namun, jika melalui distributor swasta, produsen baru bisa mendapatkan hak untuk mengekspor minyak goreng pada saat penyaluran sudah sampai di distributor kedua/D2. Walhasil, untuk sampai ke pengecer, membutuhkan rantai distribusi yang panjang. 

Berbeda lagi jika disalurkan melalui distributor BUMN Pangan, yang mana perusahaan plat merah di sini berperan sebagai D1. 

Apabila produsen menyalurkan minyak goreng langsung ke BUMN Pangan, dapat langsung disalurkan ke pengecer. Dengan cara ini pula produsen bisa langsung mendapatkan hak ekspor.

Namun, yang menjadi kendala menyalurkan melalui BUMN Pangan adalah adanya kebijakan wajib pungut ini. 

Baca juga: Kemendag Geram Harga Minyakita Tak Kunjung Turun, Buka Opsi Revisi Regulasi Lagi

"Kalau BUMN itu kan distributor satu, sehingga si produsen langsung mendapat hak ekspor kan, tapi kalau swasta kan harus [melalui] distributor dua baru dapat hak ekspor," ucap Budi.

Ia mengatakan, kendala wajib pungut ini akan dibicarakan bersama Menteri Keuangan Sri Mulyani karena kewajiban wajib pungut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 8/PMK.03/2021.

Dalam peraturan itu, diatur mengenai tata cara pemungutan, penyetoran, dan pelaporan PPN atau PPnBM oleh BUMN dan perusahaan tertentu yang dimiliki secara langsung oleh BUMN sebagai pemungut PPN.

Aturan itu telah diperbarui dalam PMK Nomor 81 Tahun 2024. 

Budi juga mengungkapkan bahwa ia sudah mengirimkan surat kepada Sri Mulyani untuk membahas soal wajib pungut. Ia yakin masalah ini dapat diselesaikan secara cepat. 

Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved