Kamis, 2 Oktober 2025

Melantai di Bursa, PT Mutuagung Lestari Tbk Siap Tangkap Peluang Bursa Karbon

Pemerintah Indonesia akan merilis bursa karbon atau perdagangan karbon untuk mengatasi emisi gas rumah kaca ada September 2023.

Penulis: Eko Sutriyanto
Editor: Choirul Arifin
dok.
Pemerintah Indonesia akan merilis bursa karbon atau perdagangan karbon untuk mengatasi emisi gas rumah kaca ada September 2023. 

​​Perdagangan karbon merupakan kegiatan jual beli kredit karbon (carbon credit) yang merupakan representasi dari hak perusahaan untuk mengeluarkan emisi yang berlebih dari proses industrinya.

Pembeli dalam perdagangan karbon ini adalah perusahaan atau pelaku usaha yang menghasilkan emisi karbon melebihi batas yang ditetapkan.

Untuk itu, mereka wajib membeli hak melepaskan karbon atau carbon credit dari perusahaan yang menghasilkan sedikit karbon. Satu unit carbon credit setara dengan penurunan emisi 1 ton karbon dioksida atau CO2.

Baca juga: Ketua OJK dan Menteri LHK Sepakati Kerja Sama Mantapkan Penyiapan Bursa Karbon

Umumnya, kredit karbon yang dijual berasal dari proyek hijau. Sebuah lembaga verifikasi akan menghitung kemampuan penyerapan karbon oleh lahan hutan pada proyek tertentu dan menerbitkan kredit karbon dalam bentuk sertifikat, namun dalam skema regulasi sertifikat penjualan emisi akan diterbitkan oleh regulator sebagai pemilik skema.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto pernah mengungkapkan, potensi ekonomi karbon Indonesia mencapai US$ 565,9 miliar atau sekitar Rp 8 ribu triliun. Pendapatan ini berasal dari hutan tropis sekitar Rp 1.780 triliun, mangrove Rp 2.333 triliun, dan lahan gambut Rp 3.888 triliun.

Pengamat ekonomi dari Universitas Indonesia sekaligus Direktur Riset Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Berly Martawardaya mengatakan, perdagangan karbon menjadi salah satu cara untuk mengatasi emisi gas rumah kaca.

Menurutnya, perdagangan karbon ini membalik perspektif fundamental yang selama ini terbangun dalam konteks ekonomi dan kerusakan lingkungan.

“Masalah utama ekonomi dan kerusakan lingkungan itu karena ‘bisa dapat duit karena merusak lingkungan tapi tidak dapat duit dengan menjaga lingkungan’," ujar Berly.

Perdagangan karbon ini membalik, jadi dengan menjaga hutan atau kegiatan yang menyerap CO2, masyarakat yang melakukan atau entitas usaha bisa dapat duit. "Jadi orang tidak harus memilih antara jaga hutan (tidak dapat duit) atau menebang hutan untuk dapat duit,” kata Berly.

Berly mengatakan, perdagangan karbon sebenarnya sudah berjalan dalam beberapa waktu terakhir. Sementara yang akan dilakukan pemerintah adalah memberikan regulasi perdagangan karbon ini melalui mekanisme pasar karbon atau Bursa Karbon yang tercermin dalam Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 tentang Nilai Ekonomi Karbon yang mengatur tentang pasar karbon.

Melalui Perpres tersebut, Indonesia berkomitmen untuk mencapai pengurangan emisi gas rumah kaca sebanyak 31,89 persen melalui usaha sendiri atau 43,20 persen melalui bantuan Internasional pada tahun 2030 dengan dukungan Internasional.

Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved