Senin, 29 September 2025

Pemerintah Bakal Bedakan Perizinan Penjualan Social Commerce dengan E-Commerce

Dibedakannya perizinan antar kedua platform diharapkan bisa membuat transaksi penjualan online di masing-masing platform tersebut menjadi setara.

medium.com
Ilustrasi. Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) akan membedakan perizinan penjualan di platform social commerce dengan penjualan di e-commerce. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) akan membedakan perizinan penjualan di platform social commerce dengan penjualan di e-commerce.

Hal itu ditegaskan Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan di kantornya, Jumat (4/8/2023).

Menurutnya, aturan tersebut bakal dimasukan dalam revisi Permendag Nomor 50 tahun 2020 tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.

Baca juga: Lindungi UMKM dari Gempuran Asing, Ketua MPR RI Bamsoet Dukung Revisi Permendag Nomor 50/2020

Dengan dibedakannya perizinan antar kedua platform tersebut diharapkan bisa membuat transaksi penjualan online di masing-masing platform tersebut menjadi setara dan berimbang.

Mengingat transaksi penjualan di social commerce seperti TikTok belum memiliki aturan.

"Ke depan e-commerce dengan social commerce beda, izinnya mesti beda. Jadi kalau dia ada media sosialnya terus ada komersialnya itu izinnya akan beda. Izinya harus dua dan aturan izinnya diajukan ke Kemendag," ujar Zulhas.

Ia pun menyebut platform digital tidak boleh menjadi produsen.

"Misalnya TikTok bikin celana merk TikTok ya tidak bisa," ucapnya.

Terpisah, Staf khusus Menteri Koperasi dan UKM Bidang Pembedayaan Ekonomi Kreatif Fiki Satari bilang pernyataan pihak Tiktok bilang bahwa tidak ada cross border, faktanya harga-harga yang di Tiktok Shop hari ini harga - harga produk impor.

“Pasti. Yang kami sebut predatory pricing. Bagaimana tidak harga parfum dijual Rp 20 ribu, Rp 30 ribu. T Shirt, gitu kan. Kemudian ada sandal,” urainya.

Sebelumnya, Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mendorong adanya regulasi untuk mengatur ritel online seperti e-commerce dan social commerce.

Dalam regulasi tersebut, ia ingin platform digital seperti e-commerce dan social commerce tak menjual produk mereka sendiri.

Menurut dia, jika e-commerce dan social commerce diizinkan menjual merek sendiri, produk lokal tanah air akan kalah bersaing karena algoritma platform.

"Mereka tidak boleh punya brand atau menjual produk dari afiliasi bisnisnya. Kalau mereka jualan barang juga, algoritma mereka akan mengarahkan kepada produk mereka," kata Teten kepada wartawan di Jakarta, dikutip Jumat (28/7/2023).

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan