Kerusuhan 1998 Jadi Ide Usaha, Es Reformasi Solo 25 Tahun Jadi Primadona Kaum Muda
Cerita beridirinya Es Reformasi yang menjadi favorit muda-mudi Solo. Usaha milik Rahmadi Sutejo dirintis pada masa reformasi 1998.
Penulis:
Wahyu Gilang Putranto
Editor:
Suci BangunDS
"Tetapi usaha katering kolaps setelah harga-harga naik di masa krisis itu," kenangnya.

Baca juga: Berawal dari Coba-coba, Produk UMKM dari Limbah Koran Kini ‘Mejeng’ di Hotel Bintang Lima
Resep Konsistensi Usaha
Es Reformasi kerap menjadi tongkrongan favorit anak muda di Solo.
Tejo mengatakan, resep usahanya awet adalah ramah dan akrab dengan pembeli.
"Saya sampai banyak yang kenal, bahkan kenal dengan orangtua anak-anak yang kerap beli di sini," ujarnya.
Bahkan, Tejo tidak jarang menjenguk pelanggannya yang sedang sakit.
Hal-hal semacam itu yang membuat anak muda banyak memiliki kesan positif dengan Es Reformasi.
Banyak pelanggan Tejo yang kini sudah berkeluarga menyempatkan diri untuk menyambangi Es Reformasi.
"Kemarin itu ada yang sekarang sudah punya anak empat, tinggal di Jawa Timur, ke Solo cuma mau beli es ini," ujar Tejo dengan sumringah.

Sementara itu salah satu pengunjung, Buqi Abdullah mengungkapkan Es Reformasi menjadi destinasi jajanan favoritnya di Solo.
"Apalagi pas panas seperti ini, sangat cocok dinikmati," ungkap pemuda asal Boyolali itu.
Ia mengaku sudah mengenal Es Reformasi sekira 10 tahun lalu.
"Rasanya segar dan harganya terjangkau," ungkapnya.
Digitalisasi Usaha
Sementara itu sebagai Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), Es Reformasi sudah merambah digitalisasi.
Es Reformasi kini sudah bisa dipesan melalui aplikasi pesan makanan.
Pembeli juga bisa melakukan pembayaran nontunai menggunakan Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS).
Itu tak lepas dari kerja sama antara Bank BRI dan Dinas Perdagangan Kota Solo dalam mem-branding selter pedagang di barat Stadion Manahan Solo.
"Banyak anak muda yang bayar pakai QRIS," ungkap Tejo.
(*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.